Mohon tunggu...
Elisabeth Ria Praningtyas
Elisabeth Ria Praningtyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Terbuka

Penyuka olah raga lari sekaligus kuliner

Selanjutnya

Tutup

Worklife

A Smart Lecturer, A Smart ASN

15 September 2022   22:45 Diperbarui: 16 September 2022   08:43 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jumlah pengguna internet dari tahun ke tahun (Data Reportal, 2022)

Dewasa ini, siapa yang tak mengenal internet? Dilansir dari Data Reportal, jumlah pengguna internet di dunia per bulan Januari 2022 adalah sebanyak 4,95 miliar orang (Data Reportal, 2022) dari populasi manusia di dunia sebanyak 8 miliar orang (UN, 2022). Artinya, sebanyak 63% manusia di dunia adalah pengguna internet saat ini. Angka ini tentu akan terus mengalami kenaikan seiring dengan perkembangan zaman.

Pada gambar terlampir, tampak bahwa jumlah pengguna internet tidak pernah menurun sejak 10 tahun yang lalu. Tren kenaikan selalu di atas 4% setiap tahunnya. Kenaikan yang signifikan terjadi di antara tahun 2012-2017. Pesatnya perkembangan internet tak lepas dari perkembangan zaman Revolusi Industri 4,0 yang menggeser cara kita hidup yang semula berbasis pada pekerjaan fisik menjadi pekerjaan berbasis digital dengan berlandaskan pada internet.

Nyaris lima miliar orang di dunia menggunakan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Internet membantu kita mulai dari aktivitas bekerja, berbelanja, mencari informasi maupun berita, berbincang, bahkan mencari pasangan. Tak heran jika manusia menghabiskan waktu sebanyak 7 jam dalam satu hari untuk berselancar di dunia maya (Data Reportal, 2022). Hal ini setara dengan mengonsumsi lebih dari 40% waktu bangun kita untuk menggunakan internet. Sadar atau tidak, kehidupan manusia sudah sedekat itu dengan internet. Andapun membaca artikel ini juga menggunakan internet, bukan?

Ingatkah Anda pada apa yang terjadi pada 20-25 tahun yang lalu? Bandingkan dengan apa yang terjadi saat ini. Dahulu, Anda bekerja menggunakan mesin ketik. Sekarang, mungkin Anda bekerja dengan laptop yang dapat Anda bawa kemanapun Anda inginkan. 25 tahun yang lalu, telepon genggam masih sangat jarang dimiliki oleh personal, apalagi akses terhadap internet. Sekarang? Setiap orang memiliki telepon genggam dan akses terhadap internet terbuka sangat luas. Dahulu, ketika makan siang, Anda bergurau  dan berbincang bersama teman kerja Anda. Saat ini, mungkin Anda menghabiskan makan siang Anda sambil menonton video kesukaan Anda di YouTube, atau sambil scroll beranda akun Instagram atau Shoppee Anda, kalau-kalau ada diskon besar-besaran.  20 tahun yang lalu, Anda duduk membaca koran di pagi hari sambil menikmati kopi yang Anda buat sendiri. Namun lihat Anda saat ini. Anda duduk membaca berita di media elektronik pada telepon genggam Anda sambil menyeruput kopi yang Anda beli dari aplikasi pemesanan makanan. Ya, perubahan tampak sangat nyata dan tak mampu terelakkan.

Menyesuaikan diri terhadap perubahan merupakan satu-satunya jalan agar kita tidak tertinggal dengan kereta yang sedang melaju cepat. Siapapun harus menyesuaikan diri tanpa terkecuali, termasuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja sebagai pelayan publik. Justru sebagai pelayan publik, ASN harus terus menyesuaikan diri terhadap perubahan. Bagaimana tidak, masyarakat kini telah menggunakan internet sebagai bagian dari kehidupan mereka. Tak mungkin ASN tetap bertahan bekerja dengan moda yang usang tanpa melakukan penyesuaian. Jika tak ikut melakukan perubahan, artinya ASN tersebut bukan melayani masyarakat, namun justru minta dilayani. Perspektif ini sudah kuno. "Setiap ASN harus mempunyai jiwa untuk melayani, untuk membantu masyarakat," ujar Presiden Joko Widodo (Setkab, 2021). 

Memilih bekerja menjadi pelayan publik berarti siap melayani masyarakat dengan menyesuaikan diri pada perubahan yang ada. Konsep Smart ASN lahir dari pemikiran bahwa tantangan terbesar pada Revolusi Industri 4,0 bukan pada kemampuan teknisnya namun bagaimana mengintegrasikan dunia otomasi ke dalam proses pekerjaan, pembuatan keputusan, budaya (Civil Service College, 2018). Internet untuk berselancar di mesin pencari atau untuk bertukar gambar maupun video di aplikasi percakapan memang  sangat mudah. Namun untuk bekerja? Belum tentu.

Sebagai insan Smart ASN, ada salah satu core values ASN yang menonjol untuk dihidupi dalam kaitannya dengan perubahan, yaitu adaptif. Nilai adaptif menuntut para ASN untuk mau menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Apapun profesi ASN tersebut, entah dosen, guru, jaksa, dokter, perawat, analis kebijakan, administratur, satpol PP, dan lain sebagainya, bertanggung jawab menjadi pribadi yang adaptif dengan tanggap pada perubahan yang sedang terjadi. Jika saat ini internet menjadi bagian dari perubahan itu, maka seyogyanya kemudahan yang ditawarkan oleh internet digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk melayani masyarakat. ASN yang memiliki kompetensi, kinerja, serta profesionalisme tinggi dalam bekerja sehingga mampu beradaptasi dan responsif terhadap perubahan demi pencapaian tujuan organisasi disebut sebagai Smart ASN.

Namun menjadi Smart ASN bukan tanpa tantangan. Setidaknya ada empat literasi digital yang harus dimiliki seorang Smart ASN, yaitu cakap bermedia digital (digital skills), budaya menggunakan digital (digital culture), etis bermedia digital (digital culture), dan aman bermedia digital (digital safety). 

ASN dituntut untuk cakap menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, penggunaan internet dalam menunjang pekerjaan, dan beragam media berbasis internet seperti aplikasi percakapan maupun dompet digital. Tanpa kecakapan bermedia digital dan penggunaan jaringan internet, ASN akan kurang prima dalam melayani masyarakat. Sistem yang perlahan terotomatisasi membuat ASN harus menyesuaikan diri dengan meningkatkan kompetensi dalam bermedia digital, walaupun hal tersebut bukan bidang keahliannya. 

Kedua, ASN tak sekadar harus bisa bermedia digital, namun juga memperhatikan kaidah hidup berbudaya, berbangsa, dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini kerap dilupakan, sehingga banyak ditemui orang yang larut dalam percakapan di media sosial dengan menggunakan bahasa yang kurang santun bahkan melakukan perundungan. ASN harus menahan diri untuk tidak ikut larut dalam diskusi daring yang tidak santun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun