Puluhan kampus telah bersuara, kekuatan sipil demikian rapuh, dan hasilnya tidak berdampak sejauh ini. Dinasti Politik yang tengah dibangun Jokowi bukan hal baru. Sebelumnya telah banyak praktek politik dinasti bahkan berlangsung sampai hari ini. Menolaknya secara sporadis dan beramai-ramai pun akan terlihat asing, sebab mengapa politik dinasti lokal selama seolah diamini begitu saja.
Elit dan Partai politik tengah sibuk bermanuver. Mereka sedang menata ulang rencana dan menyatukan kekuatan, serta meyakinkan satu sama lain, untuk kembali menjarah. Kalau ditanya, hal itu dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa, demi persatuan, demi rakyat dan demi bangsa, katanya. Sangat mulia bukan?
Sudahlah, lelucon politisi memang tidak ada habisnya untuk dibahas dan disaksikan media. Tukar tambah dan hitungan-hitungan untung rugi hanya elit yang tahu. Tunggu dan terima hasil pemilu dengan lapang dada, ini adalah jalan terbaik dan hasil demokrasi walaupun masih jauh dari substansi. Hak suara telah digunakan maksimal, tinggal menunggu persentase angka partisipasi politik masyarakat. Sederhananya, sejauh angka partisipasi meningkat atau paling tidak stagnan, sejauh itu pula kita masih percaya dengan aturan main yang digunakan.
Siapapun yang menang, semuanya adalah politisi, jangan baper dan melankolis karena kalah. Cukup mengikuti alur dan tertawa saja. Alangkah arifnya lagi jika tidak terprovokasi dengan isu-isu pasca pilpres. Justru publik masih mungkin berpartisipasi dalam mengawasi jalannya pemerintahan ke depan. Upaya ini bukan tidak mungkin. Lakon memuakkan politisi dan kekuasaan pada akhirnya akan menemui ajalnya. Zaman Orde Baru merupakan catatan sejarah penting, termasuk bagi elit kekuasaan. Saya kira tidak mungkin mereka lupakan.
*Tulisan ini pernah dimuat di Geotimes.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H