Jujur saja, saya tidak pernah terpikirkan untuk tinggal di pedesaan. Sebab, saya dilahirkan di pusat kota hingga tinggal di sana sampai kelas 3 SD. Setelah itu, karena nenek saya di desa tidak ada yang mengurus, alhasil Ayah dan Ibu saya memutuskan untuk pindah ke desa untuk mengurus blio yang saat ini sudah tiada.
Meskipun awalnya saya menangis dan tidak betah, pada akhirnya saya menikmati menjadi penduduk pedesaan. Tinggal di desa itu ada enak dan tidak enaknya. Hal tidak enaknya di antaranya akses yang cukup jauh untuk pergi ke kota, minimnya penerangan di jalan, rawan aksi begal ketika malam, sampai hal-hal yang kadang sulit dicerna oleh akal logika.
Namun, hidup di desa juga banyak untungnya. Kita masih bisa menghirup udara segar tanpa banyaknya polusi, mudah mencari buah-buahan di kebun langsung, saling kenal dengan tetangga, gotong royongnya masih kuat, sampai kesenangan saat tetangga melangsungkan pernikahan.
Setiap tetangga menikah, maka itu akan menjadi hal yang menyenangkan bagi orang-orang di sekitarnya, terutama para bocil. Sejak dulu sampai sekarang, masyarakat akan bergotong-royong ketika ada tetangga yang menikah. Satu senang, semua ikut senang.
#1 Pura-pura mencari ibu, padahal ingin numpang makan
Salah satu hal yang paling bikin saya senang saat ada tetangga yang menikah yaitu bisa makan enak dan gratis. Biasanya, ibu-ibu di desa akan membantu si empunya hajat untuk memasak besar, salah satunya adalah ibu saya yang lihai memasak. Waktu kecil, saya selalu diajaknya untuk ke rumah tetangga yang anak perempuannya akan menikah.
Setiap saya ke situ, pasti ibu-ibu di sana akan langsung menawarkan makanan. Tidak hanya makanan berat, terkadang juga saya suka dibekali beberapa makanan ringan seperti buah-buahan atau kue. Kalau perut terasa lapar, jurus andalannya adalah ke rumah si empunya hajat dan pura-pura mencari ibu. Tanpa basa-basi, para pemasak di sana pasti akan langsung menyuruh saya makan terlebih dahulu.
#2 Desa jadi lebih ramai dari biasanya
Jika ada tetangga yang akan menikah, semua orang di sekitarnya seakan ikut sibuk. Baik ibu-ibu maupun bapak-bapak akan bergotong royong membantu si empunya hajat. Ibu-ibu membantu soal hidangan, bapak-bapak beraksi membantu mendirikan panggung atau mengecek sound system. Sementara itu, para pemuda akan membantu untuk mengamankan areal sekitar sambil ngopi.
Kalau anak kecil biasanya akan bermain-main dengan teman sebayanya di sekitar rumah si empunya hajat. Desa yang biasanya sudah sepi selepas magrib akan menjadi ramai jika ada tetangga yang hendak hajat. Bahkan, anak-anak tidak pulang ke rumah sampai tengah malam. Semuanya stand by demi kelancaran acara.