Dewasa ini istilah dry text sering dipakai oleh generasi Z saat membangun sebuah percakapan di aplikasi chatting terutama WhatsApp. Dry text merujuk pada istilah chatting namun terkesan tidak menarik dan membosankan. Isi dry text biasanya hanya satu kata saja yang singkat dan padat sehingga membuat lawan bicara merasa tidak dianggap.
"Korban" dry text biasanya mereka yang sedang menjalani PDKT. Tidak semua orang mulus dalam masalah percintaannya, begitu pula saat mencoba membangun percakapan dengan gebetan lewat media sosial. Saya pernah menjadi korban dry text dari seorang wanita sehingga memutuskan untuk tidak lagi mengejarnya.
Namun, di sisi lain saya bisa membela orang yang dry text saat chatting. Sebab, beberapa kali saya juga pernah tidak sengaja melakukan dry text dalam keadaan tertentu. Jadi, tidak semua orang yang dry text itu sengaja mematikan percakapan melainkan ada beberapa alasan yang mendasar.
Tidak semua orang terbiasa atau nyaman ngobrol lewat chat
Ada berbagai tipe orang di dunia ini, termasuk dalam hal membangun sebuah percakapan. Ada yang nyaman ketika bertemu langsung, ada pula yang lebih memilih untuk ngobrol lewat telepon atau chatting.
Jika kamu menemukan lawan bicara lewat chatting yang terkesan dry text karena singkat, padat, dan jelas, jangan dulu menilai mereka. Bisa saja lawan bicara kamu memang bukan tipe yang terbiasa ngobrol lewat chat. Coba saja ajak si dia bertemu langsung agar tahu bagaimana keadaan sebenarnya.
Ada rasa gengsi jika pesan yang dikirim terkesan antusias
Beberapa orang, terutama perempuan, yang sering merasa gengsi ketika membangun percakapan dengan gebetannya lewat aplikasi chatting. Mereka tidak ingin terlihat antusias ketika chattingan dengan gebetannya. Ya namanya juga perempuan, kadang mereka ingin melihat bagaimana si pria merespons hal tersebut.
Meskipun kadang merasa kesal dengan rasa gengsi yang tinggi pada perempuan, namun sebagai lelaki kita harus paham akan hal itu. Mungkin saja si dia tipenya memang pemalu sehingga saat dichat terkesan cuek bebek, padahal sebenarnya punya perasaan berlebih yang tidak kamu ketahui.
Tidak terbiasa memanjangkan huruf saat chattingan
Saya kadang merasa aneh ketika keramahan seseorang dinilai dari bagaimana mereka membalas pesan. Orang-orang yang membalas pesan dengan memanjangkan huruf di belakang dinilai sebagai orang yang friendly dan tidak sombong. Kata "iya" dengan "iyaa" mempunyai konotasi berbeda ketika dipakai dalam chat.
Padahal, tidak semua orang terbiasa menggunakan "rumus" memanjangkan huruf ketika chattingan lewat media sosial. Biasanya mereka memang tipe orang yang formal dan tidak neko-neko. Maka, orang yang tidak memanjangkan huruf saat chat tidak bisa dibilang sombong atau tipe orang yang dry text.
Sedang tidak bergairah untuk membalas pesan
Istilah dry text tidak melalu tentang masalah percintaan. Dry text juga kadang terjadi saat chattingan bersama teman atau bahkan rekan kerja. Setiap orang tentunya memiliki gairah masing-masing ketika melakukan sesuatu, khususnya ketika membalas pesan lewat aplikasi chatting seperti WhatsApp.
Saya juga pernah berada dalam posisi sedang tidak bergairah untuk membalas pesan dari teman karena capek sepulang bekerja. Hal itu membuat saya hanya membalas pesan teman dengan singkat, padat, dan jelas. Terkadang, agar tidak terlalu ribet, saya hanya mengirim stiker tanda bahwa saya mengerti isi pesan tersebut.
Begitulah kira-kira alasan mengapa orang memilih untuk melakukan dry text saat membalas pesan di media sosial. Tidak semua orang terbiasa untuk menjadi sosok yang amat ramah di media sosial, beberapa mempunyai tipe yang berbeda dalam membalas pesan. Tapi, kalau si dia tidak pernah bertanya balik ke kamu, lebih baik segera tinggalkan dan cari yang baru.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H