Bercukur rambut adalah salah satu hal rutin yang biasa dilakukan oleh pria maupun wanita untuk memperindah penampilan. Berbeda dengan wanita yang periode cukur rambutnya tidak terlalu sering karena lama memanjang, laki-laki biasanya mempunyai jadwal rutin untuk cukur rambut. Rata-rata laki-laki akan mencukur rambutnya sebulan sekali tergantung tipe rambut dan pemilik rambut.
Dulu ketika sekolah saya rutin cukur rambut tiap dua bulanan sekali. Kadang bisa lebih atau bisa kurang. Beranjak kuliah saya sengaja memanjangkan rambut saya sehingga dapat menghemat bujet untuk bercukur rambut di barbershop. Selain itu, saya memang sudah sejak lama ingin memanjangkan rambut karena saat sekolah tidak bisa sebab terbentur aturan.
Selain mencukur rambut di tukang pangkas rambut, saya pun dulu sering dicukur oleh ibu saya sendiri ketika masih sekolah. Ibu saya memang multi talent bisa mengerjakan segala sesuatu termasuk memotong rambut saya yang sudah gondrong. Berbekal pengalaman mencukur rambut ayah saya dan peralatan seadanya, namun blio mampu membuat penampilan saya berubah.
Selama dicukur oleh ibu saya, ada beberapa hal yang saya rasakan. Dicukur oleh ibu dan profesional tentu pengalamannya jelas berbeda. Kira-kira beginilah rasanya dicukur oleh ibu.
#1 Hemat biaya
Dicukur oleh ibu di rumah tentunya dapat menghemat pengeluaran. Biasanya kalau dicukur di tukang pangkas rambut akan menghabiskan uang 15 ribu rupiah. Berbeda lagi kalau dicukur ke barbershop yang mewah. Bisa-bisa kantong jebol. Meskipun tidak serapi dan sekeren dicukur oleh tenaga ahlinya, namun saya tetap puas dengan hasilnya. Ya hitung-hitung bisa menghemat biaya. Uangnya kan bisa dipakai untuk keperluan lain.
#2 Bawel
Namanya ibu-ibu pasti tidak akan jauh dengan kata bawel. Termasuk ketika ibu saya mencukur rambut saya di depan rumah. Sepanjang memotong rambut saya, ibu saya selalu bercerita dari A sampai A lagi.Â
Sebagai anak ya saya pastinya akan menanggapi sambil khawatir kalau-kalau kuping saya tergunting. Apalagi kalau saya tidak bisa diam, ibu saya akan mengomeli saya. Ya gimana nggak mau diem, soalnya gaya cukur ibu saya sungguh ekstrem. Wkwkwk.
#3 Bisa jeda dulu
Ketika cukur rambut di tukang pangkas rambut kita hanya bisa duduk santai saja di bangku empuk yang sudah disediakan sampai kegiatan mencukur selesai. Terkadang antara konsumen dan barber hanya diam-diaman tidak mengobrol kecuali bertanya tentang gaya rambut.Â
Berbeda saat dicukur oleh ibu, selain bisa ngobrol ngalur ngidul, saya pun bisa jeda terlebih dahulu. Semisal pergi ke dapur untuk minum atau membeli cilok yang mampir di depan rumah.
#4 Hasilnya kadang rapi kadang tidak
Jika dicukur oleh ibu, saya tidak akan terlalu berekspektasi terlalu tinggi. Dengan peralatan seadanya seperti gunting, silet, sisir, dan aksi nyata, tentunya hasil yang didapatkan tidak akan semewah dicukur di barbershop mahal. Ada kalanya saya senang karena hasilnya rapi sesuai keinginan saya.Â
Ada kalanya juga pendek sebelah atau tidak tercukur semua. Kalau orang Sunda biasa menyebutnya dengan torombol. Tapi meskipun begitu saya tetap bersyukur karena tidak semua orang bisa dicukur oleh ibunya. Bagi saya itu merupakan pengalaman yang mahal.
#5 Lebih terasa nyaman
Meskipun selalu ada rasa khawatir takut kuping saya tergunting atau hasilnya tidak rapi, tapi dicikur langsung oleh ibu di rumah tentunya dapat membuat saya merasa nyaman. Saya bisa request apa saja tanpa rasa tidak enak dan yang lebih nyaman lagi karena saya bisa cukur rambut sambil memakai kolor dan telanjang dada. Jadinya saya tidak akan malu dan canggung. Toh sama ibu sendiri.
Begitulah rasanya dicukur oleh ibu sendiri di rumah. Saya bangga sekali mempunyai ibu yang multi talenta. Meskipun tidak serapi dicukur oleh barber profesional, yang terpenting rambut saya pendek kembali dan wajah saya kembali segar dengan penampilan baru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI