Bulan lalu, tepatnya 5 Juli 2020 Indonesia dan Australia resmi memberlakukan kerjasama ekonomi yang dikenal dengan istilah IA-CEPA (Indonesia Australia-Comprehensive Economic Partnership Agreement).
Untuk diketahui, Indonesia dan Australia telah melakukan pembahasan kerjasama ini sejak April 2005 antara Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Australia, John Howard. Puncaknya pada 1 Maret 2019, text agreement IA-CEPA resmi ditandatangani oleh Indonesia dan Australia yang dalam hal ini dilakukan oleh Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia, Simon Birmingham.Â
Tidak berhenti sampai disitu, text agreement IA-CEPA yang telah ditandatangani kedua negara perlu diratifikasi di DPR oleh masing-masing negara. Australia lebih dulu meratifikasi menjadi UU pada November 2019, sementara Indonesia meratifikasi menjadi UU 1/2020 tentang Pengesahan Persetujuan IA-CEPA pada Februari 2020. Setelah itu barulah pada 5 Juli 2020, IA-CEPA resmi diberlakukan.
IA-CEPA tentu menjadi angin segar bagi hubungan bilateral kedua negara, selain memperat hubungan Indonesia-Australia terdapat poin-poin kerjasama yang perlu dicermati oleh pelaku usaha ataupun masyarakat.Â
Pada dasarnya IA-CEPA lebih dari sekedar perjanjian dagang (atau yang akrab dikenal dengan Free Trade Agreement). IA-CEPA merupakan kerjasama komprehensif yang mencakup:
1. Kerjasama Perdagangan Barang dan Jasa seperti:
-Pengurangan tarif bea masuk ekspor-impor hingga 0%
-Pengurangan hambatan non tarif (misal: sanitary and phytosanitary (SPS Rule))
2. Investasi:
-Perusahaan Australia kini dapat menjadi pemegang saham mayoritas di Indonesia untuk sektor Telekomunikasi, Transportasi, Kesehatan, Energi dll
3. Peningkatan Working-Holiday Visa untuk Warga Negara Indonesia:
-Dari 1.000 working-holiday visa menjadi 5.000 pada tahun 2026
4. Pelatihan Vokasi:
-Pembukaan cabang kampus (Monash University) di Indonesia sehingga warga negara Indonesia yang ingin meneruskan studi di Monash University tidak perlu pergi ke luar negeri
5. Pembentukan Indonesia-Australia Business Partnership Group:
-Yang terdiri dari KADIN, APINDO, The Australian Industry Group, Indonesia Australia Business Council dan Australia Indonesia Business Council
Untuk diketahui, saat ini Australia merupakan negara dengan populasi 24,6 juta jiwa dengan luas 7.692.024 km2 (4 kali luas Indonesia). Produk Domestik Bruto (PDB) Australia saat ini US$ 1.500 Trilliun atau US$ 59.655/kapita (Rp 835juta/tahun) setara dengan 15 kali PDB/kapita Indonesia.Â
70% PDB Australia didominasi sektor jasa, pariwisata, pendidikan dan keuangan. Neraca perdagangan Australia sendiri saat ini surplus tipis dimana nilai Ekspor Australia tercatat US$ 253,8 Milyar dibandingkan nilai Impor US$ 227,2 Milyar.
Australia memiliki komoditas ekspor antara lain tambang mineral, pertanian dan peternakan (baik yang bersifat raw maupun added value) sedangkan komoditas impor yakni otomotif, kapal, mesin elektronik, farmasi, karet dan kayu.
Indonesia terakhir kali mengalami neraca dagang bilateral dengan Australia dengan nilai positif (ekspor lebih besar dibandingkan impor) pada tahun 2011, saat itu Indonesia surplus US$ 405 juta. Namun, sudah 7 tahun terakhir neraca dagang bilateral Indonesia-Australia selalu negatif bahkan menembus defisit US$ 3.485 juta di tahun 2017.
Dengan diberlakukannya IA-CEPA ini, Indonesia-Australia sepakat untuk:
1. Indonesia akan mengurangi bea masuk hingga 0% untuk 10.813 komoditas Impor dari Australia yang berlaku bertahap hingga 2036
2. Australia akan mengurangi bea masuk hingga 0% untuk 6.474 komoditas Impor dari Indonesia yang berlaku efektif sejak 5 Juli 2020
3. Indonesia menerapkan kuota/limit (Tariff rate quotas) komoditas impor Australia yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk seperti:
-Live Bovine Animals (Sapi)
-Potatoes (Kentang)
-Carrots (Wortel)
-Oranges (Jeruk)
-Mandarins-Clementines-Wilkings (Jeruk)
-Lemons-Limes (Lemon)
-Pakan Ternak
-Hot/Cold Rolled Steel
Kerjasama Indonesia-Australia ini harus bisa dimanfaatkan dengan cermat oleh pelaku dunia usaha dunia industri dalam negeri. Dimana kerjasama ini dapat mendorong economic powerhouse kedua negara untuk mendorong produktifitas industri dan menjadi global value chains untuk saling memasok kebutuhan. Indonesia harus mampu menjadi manufacturing powerhouse sebagai pusat pengolahan dengan bahan baku berkualitas dari Australia.
Pertanyaannya, mampukah Indonesia betul-betul memanfaatkan peluang yang tercipta dari perjanjian IA-CEPA untuk meningkatkan neraca perdagangan ke arah positif? atau justru neraca dagang akan semakin terpuruk dan tambah negatif?Â
Sosialisasi manfaat IA-CEPA serta strategi bagi dunia usaha dunia industri perlu digencarkan oleh pemerintah Indonesia kepada para pelaku usaha. Sampai saat ini (1 bulan pemberlakuan IA-CEPA) belum nampak secara jelas strategi apa yang akan dilakukan pemerintah dalam mendorong ekspor pelaku usaha dalam negeri.Â
Indonesia perlu segera memetakan komoditas unggulan dalam negeri yang akan menjadi 'jagoan' untuk diekspor. Prinsip jemput bola dan sense of crisis sangat diperlukan guna mendorong neraca dagang Indonesia ke arah positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H