Untuk diketahui, saat ini Australia merupakan negara dengan populasi 24,6 juta jiwa dengan luas 7.692.024 km2 (4 kali luas Indonesia). Produk Domestik Bruto (PDB) Australia saat ini US$ 1.500 Trilliun atau US$ 59.655/kapita (Rp 835juta/tahun) setara dengan 15 kali PDB/kapita Indonesia.Â
70% PDB Australia didominasi sektor jasa, pariwisata, pendidikan dan keuangan. Neraca perdagangan Australia sendiri saat ini surplus tipis dimana nilai Ekspor Australia tercatat US$ 253,8 Milyar dibandingkan nilai Impor US$ 227,2 Milyar.
Australia memiliki komoditas ekspor antara lain tambang mineral, pertanian dan peternakan (baik yang bersifat raw maupun added value) sedangkan komoditas impor yakni otomotif, kapal, mesin elektronik, farmasi, karet dan kayu.
Indonesia terakhir kali mengalami neraca dagang bilateral dengan Australia dengan nilai positif (ekspor lebih besar dibandingkan impor) pada tahun 2011, saat itu Indonesia surplus US$ 405 juta. Namun, sudah 7 tahun terakhir neraca dagang bilateral Indonesia-Australia selalu negatif bahkan menembus defisit US$ 3.485 juta di tahun 2017.
Dengan diberlakukannya IA-CEPA ini, Indonesia-Australia sepakat untuk:
1. Indonesia akan mengurangi bea masuk hingga 0% untuk 10.813 komoditas Impor dari Australia yang berlaku bertahap hingga 2036
2. Australia akan mengurangi bea masuk hingga 0% untuk 6.474 komoditas Impor dari Indonesia yang berlaku efektif sejak 5 Juli 2020
3. Indonesia menerapkan kuota/limit (Tariff rate quotas) komoditas impor Australia yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk seperti:
-Live Bovine Animals (Sapi)
-Potatoes (Kentang)
-Carrots (Wortel)
-Oranges (Jeruk)
-Mandarins-Clementines-Wilkings (Jeruk)
-Lemons-Limes (Lemon)
-Pakan Ternak
-Hot/Cold Rolled Steel
Kerjasama Indonesia-Australia ini harus bisa dimanfaatkan dengan cermat oleh pelaku dunia usaha dunia industri dalam negeri. Dimana kerjasama ini dapat mendorong economic powerhouse kedua negara untuk mendorong produktifitas industri dan menjadi global value chains untuk saling memasok kebutuhan. Indonesia harus mampu menjadi manufacturing powerhouse sebagai pusat pengolahan dengan bahan baku berkualitas dari Australia.
Pertanyaannya, mampukah Indonesia betul-betul memanfaatkan peluang yang tercipta dari perjanjian IA-CEPA untuk meningkatkan neraca perdagangan ke arah positif? atau justru neraca dagang akan semakin terpuruk dan tambah negatif?Â
Sosialisasi manfaat IA-CEPA serta strategi bagi dunia usaha dunia industri perlu digencarkan oleh pemerintah Indonesia kepada para pelaku usaha. Sampai saat ini (1 bulan pemberlakuan IA-CEPA) belum nampak secara jelas strategi apa yang akan dilakukan pemerintah dalam mendorong ekspor pelaku usaha dalam negeri.Â
Indonesia perlu segera memetakan komoditas unggulan dalam negeri yang akan menjadi 'jagoan' untuk diekspor. Prinsip jemput bola dan sense of crisis sangat diperlukan guna mendorong neraca dagang Indonesia ke arah positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H