"eh disini bisa bayar pake DANA juga ya mbak?"
"Bisa bu, Dana bisa, Go-pay, Ovo juga ada"
"Ooo..."
...
Sepenggal percakapan saya dengan mbak penjual minuman yang disebut sebagai minuman kekinian, dijual di booth-booth atau lokasi strategis pinggir jalanan.
Sudah setengah basi atau beneran basi kali ya saya hingar-bingar ngomongin si Dompet Elektronik alias E-wallet ini :-P ..., tapi faktanya stand2 jualan yang kini gak hanya semarak tapi semerbak emang lebih "melek" digital duluan dari saya yang baru sekarang2 ini pakai dompet digital :-D.
Belakangan ini, bukan kali pertama juga sih saya mendengar sekuel E-wallet a.k.a dompet digital. Sudah sering saya melihat banyak merchant memasang pengumuman bahwa toko yang bersangkutan menerima pembayaran melalui dompet digital, yang sering mata ini memandang yakni ada Gopay, Ovo, dan sekarang sudah ada yang menambahkan Dana sebagai salah satu alat pembayaran non konvensional, pun Kompasiana ada woro-woro juga kan? "Ngerayain 11 tahun Kompasiana dapet saldo GoPay" :-). Tak tertarik awalnya..., meski saya mengelola olshop, pembayaran hanya melalui cara lama tok saja, lewat e-banking dirasa cukup oleh saya, terlebih kudu download app.nya si E-Wallet yang hanya menambah jajaran size aplikasi, dan bikin internal mobile saya tambah sempit.
Pun saat misua punya E-wallet terlebih dulu, saya lebih-lebih tambah merasa tak ada urgensinya bagi saya memakai E-wallet. Kalaupun sekali dua kali perlu, lewat misua sajalah (pikir saya kala itu), keuntungannya juga yakin pasti double karena kemungkinan besar merogoh kocek alias dana paksu, bukan saya (curang gak sih saya :-D). Suami sebenernya bukan pula yang apdet aplikasi semacam itu, akan tetapi statusisasi paksu sebagai karyawan empunya pemerintah #bumn, "menyarankan" demikian, kudu ada linkaja :-D.
Sejak itu paksu memang sering menggunakan Linkaja untuk berbelanja di Minimart, top up pulsa, atau paket data, yang saya harus akui ada benefit beda disana. Sisi Kepraktisan atau efisiensi sudah pasti, lawong sudah dilabeli Elektronic Wallet, masa jadi sulit, pasti sebaliknya, lebih mudah. Akan tetapi yang membuat saya ada hati dengan E-wallet adalah sisi hemat yang tersemat, apalagi macam emak-emak kayak saya. Gak sadis, cuman kalau masih bisa menggunakan prinsip ekonomi dengan mengeluarkan upaya sekecil-kecilnya dan mendapatkan manfaat yang banyak, why not kan yah?
"Ni bu, paket data yang sekian harganya sekian"
Saat misua menunjukkan paket data yang ditawarkan di linkaja dan lebih murah dibanding umumnya
(secara konvensional)
"eh itu kok lebih murah ya yah?, ya udah itu aja"
"Iya yah beli paket itu aja, di konter gak segitu harganya"
Begitulah sering jawaban saya. Andai harganya gak segitu pun saya sebenarnya tetap iya-iyakan, toh yang berkurang dana di E-Wallet paksu kan ye? wkwkwk. Namun saya tambah terpincut, kepincut, dan tertaut dengan si E-wallet yang selalu lebih murah, meski dalam batasan wajar.
"Lumayan, potongan sekian rupiah" seloroh misua setelah membayar di Minimart dengan Linkaja. Belum lagi status di wa salah seorang tetangga saya, pengguna Dana :
"Gila-dah Dana, Roti O cuman 2rebu" (normal 12ribu satunya)
"Biasanya nonton berdua, sama makan2 gini diitung2 abis 300rebuan, ini pake Dana abis cuman 130rb"
Suprised lain ada juga, saat Marketplace Bukalapak menyarankan untuk menggunakan Dana karena fitur Bukadompet di Bukalapak sudah digantikan Dana dan ragam promo terjembreng dalam akun lapak saya, dan saya tetep tidak bergeming, tak mengekor mereka2 yang sudah punya akun Dana duluan. Oiya jadi inget, sebelumnya ternyata saya sudah membuat akun E-Wallet DOKU, tapi saya lupa waktu itu untuk apa karena suatu hal (entah login atau apa), intinya saya bikin sebagai formalitas saja kala itu, udah gitu doang, username atau password-pun mungkin seperti lagunya Kuburan, "Lupa-Lupa Ingat"
Akan tetapi pada akhirnya..., runtuh juga tembok pertahanan idealisme saya #lebbayyy, gempuran iklan, testimoni, dan setiap transaksi beli online saya kudu sedikit gigit jari dan gondok seketika mendarat, apa lacur? karena menggunakan E-wallet lebih murah dan saya harus bayar harga normal, belum lagi kalau pakai e-wallet free ongkir, dan cashback yang sedianya bisa saya gunakan harus saya lepas percuma karena tak bisa saya gunakan lantaran masuk ke saldo e-wallet yang disediakan oleh Marketplace. Tentu tak alay juga kejadian menohok itu semua bikin saya gegerungan di aspal kalau lama2 seperti ini #halah :-D.
Jadilah saya punya akun E-wallet :-P, Dana namanya :-D. Pertama saya pakai, saya kegirangan guling-guling di kasur sendirian. Saya coba beli paket data Indosat 8GB, dimana pada umumnya seharga 34ribu, di Dana sekitar 33ribu, saat saya check out ada potongan 25ribu lagi (mungkin potongan sebagai welcome member kali yeeee), tapi apalah itu yang pasti muncul bunga-bunga di hati dan bermekaran semerbak wangi karena paket data normal 8GB sebulan yang coba saya beli nyatanya untung saya kantongi dengan hanya membayar 9ribu only.
Kita hidup di era serba mudah, serba canggih, jadi otomatis bisa lebih praktis. E-wallet hanyalah salah satu "alat pembayaran" Kekinian, sesuai dengan jaman yang katanya now ini. Takutkah saya bila ada hal-hal yang dianggap merugikan semisal akun kita dibajak atau bermasalah dengan saldo rekening (karena sistem sinkronisasi yang ada di E-Wallet ini), takut saldo kurang iya, tapi kalo saldo rekening jadi gendut ya kagaklah, Alhamdulillah malah wkwkwk.
Cuss, melirik poster dari tirto.id diatas saya pun sepakat. Semua kan sepasang sejatinya, tetap adalah sisi plus dan minus, pun teknologi yang bikin hidup kita jadi lebih ringkes, mudah, hemat, tetap adalah sisi buruknya. Saya aktif dalam per-onlen-an belum sepuh-sepuh amat, tapi juga bukan baru-baru ini. Pengalaman saya adalah kita tetap menjadi pemegang kemudi, dan itu berlaku gak hanya di online, di offline juga loh ya!. Kalau takut ya gak papa, toh E-wallet hanya alat mempermudah dalam melakukan pembayaran khususnya online, masih bejibun kok cara untuk membayar transaksi yang kita mau. Beneran ringkes en mudah aja, tetapi untuk yang kurang cakap mengontrol keuangan, maka bisa benjut stabilisasi ekonominya wabil khusus yang punya kebiasaan masuk kategori yang dibilang Mas Bro David Bach seorang Perencana Keuangan dari AS 'ntu, yap! Latte Factors alias kebiasaan kecil tapi rutin menghabiskan penghasilan, Misalnya rutin belanja online apalagi diskon harganya sampe tiarap banget, sekilas hemat, tapi kalo rutin? Korelasinya gimana?. Contoh aja ya, misal di atm saya punya uang 321 ribu (sedih ya), nah kan 21ribu gak bisa ditarik kan? (kecuali ada beberapa atm bisa mengambil uang dengan recehan 20rb, tapi setau saya kayak nyari jarum dalam jerami, gak banyak mbok), akhirnya daripada gak keambil dan mubazir (versi pembenaran) kita bisa tarik 10ribu (minimal top up e-wallet yang saya tahu), terus 10 ribu kita pakai deh untuk transaksi online yang sekarang ini gak usah kudu nunggu tengah malam sudah banyak promo atau Flash Sale, dan uang 10ribu bisa kita "manfaatkan" dengan dalih "kapan lagi nih ada atasan murah dan dapet ongkir pulak". Gak salah sih, dan beneran bisa untung...kalo sekali ya mbok. Tapi kalo sehari beli atasan promo 10ribu, pulsa kuota gede aktif 10 bulan harganya 10rb (misal aja yah ini mah), ada tas clutchbag yang kebetulan minggu nanti kondangan 10rb dll dikali sehari berapa dan sebulan berapa, ya bisa bikin saya gak hanya puasa senen kemis, atau senen ke minggu dst.... #Lebay
Tetap bijak adalah salah satu pedoman kita menghadapi teknologi yang sekarang serba memudahkan umat. Saya kalo lagi sok sibuknya kumat, biasanya mesen ke tukang sayur langganan via wa agar disisihkan dulu belanjaan yang saya mau (bahkan beli cemilan juga saya sering via WA karena tetangga ada yang jualan), dan nanti saya akan ambil sayur sebisa saya atau mau dianter sama si mbak jeung sayur juga bisa, resikonya? ya ntar siangan jadinya. Kalo mau cepet dapet sayur? ya saya yang ke tukang sayurnya, berlomba-lomba dengan emak2 lainnya mengubek-ubek sayuran dan lauk yang ada (ini nyambung gak sih contohnya :-P). FYI aja sih, bahwa teknologi sangat membantu kita dalam keseharian bahkan sampai hal remeh-temeh sedang kita bisa mengerjakan yang lain, pun itu salah satu yang membuat kita saat ini bisa disebut sebagai makhluk Tuhan yang Multitasking.
Jangan parno sebegitunya tak mau bersentuhan dengan teknologi era saat ini, karena mungkin saja kita tidak mau, tapi ada kondisi dimana kita lebih mudah menggunakan alat-alat canggih demikian. Tapi jangan overdose mendewakan kepraktisan dunia yang serba "e" juga. Semua ada manfaatnya jika kita cakap menggunakannya, toh manusia waras lagi baik yang menciptakan program ini semua selain dari sisi komersil, tentu menawarkan kemudahan bukan? yes, cakep!
Sekedar berbagi, karena saya masih norak sekarang bisa bayar minuman di booth-booth mini jalanan cukup scan barcode aka kode QR, walaupun saya belum pernah nyoba meski saya sudah punya E-wallet #eeeaaa, entahlah..., mungkin feel saya masih belum bisa move on, masih pegangan pada falsafah (halah..., salah sih nyomot diksi-nya) kalau transaksi offline harus pake uang konvensional, pas masuk ke online baru deh pake uang virtual :-P
Trims sudah mendarat dimarih :-)
Semua screenshot adalah dokumen pribadi, di-capture dari aplikasi DANA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H