Sumber : Dok. Pribadi
Dulu, 4 tahunan lalu saat salah seorang kakak saya memutuskan mengambil rumah bersubsidi di suburban bogor, saya mengernyitkan dahi, dan puncaknya saat tiba di lokasi kepala saya dijatuhi banyak tanda tanya dan tapi, eaallaahhh hellloowww… mbakyu ini jauh bingits dari rumah dan sempat tanya – tanya kenapa eh kenapa berkenan (tepatnya sangat berminat) membeli rumah subsidi yang lokasinya jauh dari ibukota (Alhamdulillah gak sampe terpencil – pencil banget).
Alasan salah satunya selain murah tentunya adalah karena bisa jauh dari hiruk pikuk kotaJakarta, Hmmm.. dan mungkin masih bisa berkendara lebih dari 80km kali yah disetiap tingkungan hehehe…, iya bener gak jauh dari salah satu dan dua stasiun terpadat di area Bogor sih, tapi bagi saya yang selama ini masih bisa ongkang– ongkang kaki di sore hari lantaran tempat bekerja tak jauh dari rumah tetep saja masih tak biasa dan aneh, walau saat ke lokasi saya nebeng boil-nya mbaksaya, dan tak terbayang bila suatu saat harus PP dengan Commuterline bila berumah seperti mbak saya itu meskipun sejak mbak saya membeli 4 tahun lalu rumah yang ia beli hanya difungsikan saat sedang liburan panjang.
Itu dulu, mungkin kala itu saya gaptek atau gapmah (gagap tentang perumahan), karena nyatanya perumahan bersubsidi beserta pembelinya sudah seperti slogan “gemah ripah lohjinawi”, tiap ada pembangunan perumahan bersubsidi anyar sudah seperti laron di area terangnya lampu, banyak bo!, udah gitu dengan alasan murah, rumah subsidi sudah seperti jajanan cilok dekat kerjaan saya yang enak itu, cepet banget lakunya!,
“Maaf bu kalau yang saat ini dibangun sold out, paling kami bisa tawarkan untuk tahap selanjutnya, atau mungkin bila ada yang di-cancel KPR-nya”, Wuuiiihhh….,
Oke deh itu dulu, sekarang? 2016? saya jadi paham kenapa sih rumah subsidi masih dikejar – kejar oleh mereka yang tak hanya modal jalan kaki saat survey, tapi yang beroda dua, dan empat pun bejibun. Kini saya paham juga kenapa pemerintah punya wacana penghapusan rumah bersubsidi. Lambat laun jadi tahu juga kenapa ada developer yang berani sepenuh jiwa raga kasih jargon “DP Bisa dicicil 12x”
Dan kini saya sadari pula kenapa pada akhirnya rumah bersubsidi saya hinggapi hehehe … selain karena kondisi yang pas dengan makhluk Tuhan yang masih nge-pres ekonominya seperti saya ini, nyatanya rumah subsidi yang dibangun kini sudah banyak yang berkembang, baik pembangunannya ataupun lingkungannya, dan asoy-nya lagi ramai dan diikuti pula fasum dan fasos walau jangan disamakan juga selevel Ibukota, minimal ada angkutan umum yang lalu lalang-lah.
Foto – foto tersebut saya ambil saat saya dan suami hunting rumah yang masuk dalam FLPP (FasilitasLikuiditas Pembiayaan Perumahan) itu, 10 hari lalu. Sayangnya, kehati – hatian extra tetap kudu ada saat kita membeli rumah ber-KPR. Tergiur awalnya dengan cicilan dan DP terjangkau, apalagi bisa dicicil DP-nya (sangat menggoda imankeuangan wkwk), tapi mbak saya yang sudah cukup memiliki pengalaman dalambahasan begitu menimpali,
“Kamu tanya,kapan dia bisa bangun?” (untuk tahap yang awalnya kami minati)
Seperti yang ada dalam foto diatas, pembangunan rumahnya masih ada dibelakang, tetapi marketing yang saya tanya menjawab bahwa semua rumah bahkan tanah – tanah yang masih kosong tersebut bahkan sudah habis! hohoho..., Jadi bila saya mau makasaya harus mengambil yang di lahan lain di lokasi lain juga (tidak jauh darisitu). Sesuai instruksi sang kakak saya pun tanya,
“Terus pembangunan selanjutnya itu memakan waktu berapa lama ya mbak?”
“kira – kira 1tahun” sang mbak marketing menjawab dengan senyum (jadi indent selama 1 tahun…)
Dan masih teringat akan kata – kata kakak saya agar menekankan karena dia berpesan untuk tidak mudah terlena dengan segala bentuk pernyataan para marketing, maka sayapun bertanya kembali
“Yakin 1 tahun jadi mbak?”, Dan keluarlahjawaban mbak marketing lagi
“Memang bisa saja bu meleset, bisa maju bisa juga mundur, kalo mundur bisa sampai 1,5 tahun tapi maju bisa juga seperti pembangunan yang sekarang, target kami 1 tahun tapi sekarang 8 bulan sudah seperti yang ibu lihat”
Hehehe….Disitu saya tersengat… kalau pembangunan yang dibelakang saja masih belumrampung dan ditambah tanah – tanah yang kosong itu (persis dalam foto) juga belumsama sekali digarap, terus punya saiiyyaahh kapankah???
Suami saya coba bertanya mungkin ada pengharapan lebih baik,
“Kalo kami mampu melunasi DP-nya apakah rumahnya bisa disegerakan?”
Dan jawabnya tetap tidak bisa pemirsah…, ya iyalah saya juga tahu yang mau dibangun cepet rumahnya kan bukan kami seorang to?, dan yang bikin saya tercengang lagi adalah saat saya tanya,
“Terus pembangunannya yang akan datang ini mulainya kapan ya mbak”
“Mengenai itu kami pun belum bisa memastikan kapan pembangunan selanjutnya akan dieksekusi bu”
Hah… jadi saya harus membayar sejumlah sekian nominal uang DP yang bangunannya belum tahu jeluntrungan formatnya seperti apa + dalam jangka 1,5 th maksimal & belum tahu dikerjakannya kapan gitu?, hhhmmm…, jadi logis nih kenapa DP bisa dicicil dalam jangka waktu lama kan?
Alhasil diminggu pertama selain nihil menjemput alternatif rumah idaman yang nyaman dikantong mbak saya pun mendaratkan ocehan..
“Ya kamu cari dong yang ready stock, pasti ada walau gak banyak. Memang ada yang sistemnya begitu, belum dibangun atau habis dan masih mau bangun karena perputaran uang, tapi yang ready stock atau masih kosong juga ada, kalau kelamaan ya sudah coba carilagi”
Minggu selanjutnya kami coba berburu rumah berlabel KPR lagi, dan didapat hasil yang lebih berimbang, seperti aturan prosedural bahwa akad kredit baru boleh setelah bangunan 80% jadi (bukan masih lahan kosong melompong), rumah yang terbukti sudah ada persediaannya meski tidak banyak, dan pembayaran yang juga lebih masuk akal yakni maksimal DP dibayarkan dalam jangka waktu 3 bulan karena target pengembang untuk masing – masing pembeli rumah adalah 2 bulanan bila tanah masih dalam bentuk kavling dan sekitar 1 bulan saja bila rumah sudah ada bangunan fisiknya sehingga hanya perlu finishing saja
Selain rumah berlabel KPR, kami juga mampir ke beberapa kantor pemasaran untuk perumahan komersil karena meski berbeda pengembang tetapi memang banyak proyek perumahan yang berdekatan di daerah pinggiran begitu (ya…sekedar tanya… kali aja menemukan rumah komersil dengan harga selevel subsidi hehehe…), seperti pada foto terakhir diatas dimana sebelah tanah kosong terlihat dari kejauhan deretan rumah yang dimiliki oleh pengembang yang berbeda. Didapati pula masih ada harga yang terjangkau untuk perumahan komersil (ya walau kantong saya tipe subsidi bangets qiqiqi…), fakta lainnya ya itu dia… banyak pula yang sold out alias habis sehingga harus indent ataupun bila ada maka unit yang tersedia untuk dipilih tidaklah banyak.
Lainnya, saya menemukan juga perumahan yang masih cukup jauh dari jangkauan angkutan umum atau masih ke pedalaman lagi :-D, serta ada pula yang lokasinya berdekatan dengan perumahan yang sebelumnya sudah dibangun tetapi kurang berkembang (serem juga kalo malem2 kondisinya, tapi mungkin saja saat itu penghuninya sedang banyak yang bepergian), bahkan kakak saya pernah survey dan menemukan perumahan yang letak lingkungannya kurang kondusif untuk dihuni, kenapakah?
Ya letaknya itu…mengharuskan kita melewati semacam hutan mini dulu (maksudnya masih banyak pohon – pohon besar lagi rimbun, jalan yang belum diaspal juga berkubang, sampai dijumpai pula anak - anak sekolah dengan menjinjing sepatunya), kondisi detailnya saya kurang bisa menjelaskan karena ini info dari kakak yang mengalami langsung, tetapi ini menjadi logis kenapa kedepannya subsidi KPR FLPP rumah tapak (landed house) ditiadakan dan dialihkan ke rumah vertical (rusun), ya salah satunya karena jangkauannya yang semakin jauh dari keramaian pada umumnya (pusat kota) atau jauh sekali dari lokasi tempat kerja. Kini meski masih ditemui dan laris tetapi sebaran rumah bersubsidi tidak sebanyak dulu (ini perbandingan pengalaman kakak saya saat mencari rumah bersubsidi 4 tahun lalu dengan kondisi sekarang saat tetangga dan juga saya mencoba mencari rumah kpr)
Intinya, mencari perumahan terjangkau (baik KPR atau Non) dengan fasilitas mumpuni saat ini masih bisa juga banyak dijumpai (utamanya yang komersil yah, dan letaknya kebanyak daerah pinggiran ibukota) tapi tetap harus jeli nan teliti, karena bukan hanya soal murah semata saja tetapi faktor kemudahan dan kenyamanan lainnya kan tetap harus dipertimbangkan. Benar pula bahwa bisa saja kita diposisi menunggu pembangunan rumahnya (indent) tetapi kan harus terang dan bisa memastikan pula kapan pembangunan disegerakan? serta termin penyelesaian rumahnya juga sehingga tidak terburu – buru atau menelan bulat - bulat statement wewangian dari para marketing :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H