Mohon tunggu...
Erlina Febrianovida
Erlina Febrianovida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wanita yang masih harus banyak berbenah :-)

Moga yang saya tulis dan bagikan jadi maslahat serta pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak, Aamiin... :-)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gelap – Terang dan Selebrasi Rutin Kartini-an

21 April 2016   15:20 Diperbarui: 21 April 2016   15:33 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber Gambar : kamuskamu.blogspot.co.id"][/caption]Surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 4 September 1901

“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.

Seharian ini, tepatnya 21 April 2016 hangat banget hingar bingar “Kartini” ria, dari mulai pagi saya melihat anak tetangga juga keponakan yang fotonya dikirim kepada saya lewat online messenger yang manis sekali baik senyum juga polahnya lantaran tak mungkin pecicilan lari -  larian dalam balutan kebaya juga rok kain yang ia kenakan, hingga ragam medsos dengan tagar #Hari Kartini dan sejenisnya, bahkan uncle Google pun memasang foto Ibu Kartini di Google Doodle hari ini.

Selain kebaya + konde yang kerap dipakai mereka untuk memperingati hari lahir Kartini, ia juga identik dengan buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku yang berisi kumpulan surat – surat ibu Kartini kepada teman - temannya di Eropa tersebut justru pertama kali dibukukan oleh Mr. JH Abendanon (Direktur Departemen Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda) dengan judul “Door Duisternis Tot Licht” (Dari Kegelapan menuju Cahaya) tahun 1911, dan barulah pada tahun 1922 “Door Duisternis Tot Licht” diterbitkan dalam bahasa melayu oleh Balai Pustaka dengan judul “Habis Gelas Terbitlah Terang” (berbagai sumber & wikipedia).

Memaknai “Kartini” tentu lebih dari sekedar mengenakan kebaya, konde, atau pakaian tradisional lainnya yang selama ini justru cenderung utama dibanding buah pemikiran Kartini sendiri yang tertuang dalam surat – suratnya itu. Salah satunya lewat Surat Kartini diatas yang substansi dan relevan banget dengan “gelap menuju terang” ;

1. Bahwa untuk mencapai cita – cita luhur, keinginan baik, target sukses di hari depan tidak mungkin diam apalagi menyalahkan keadaan, tapi dengan “Bekerja” paralel dengan doa InsyaAllah kebaikan di masa yang akan datang didapat. Bekerja dalam hal ini juga bukan asal yang penting bergerak, tapi bergerak kontinyu menghasilkan, yang artinya pantang patah arang!,

2. Bahwa bekerja menjadi salah satu alat seseorang memberi manfaat bagi sesama, entah menolong dari hal yang paling ringan hingga hal – hal besar seperti tetap pakem dalam prinsip kebenaran, agar yang salah bisa padam dan yang di jalur benar tetap bercahaya,

3. Bahwa setelah berjuang maka bukan segalanya yang bahagia dan senang – senang lantas datang, tapi berjuang adalah proses yang didalamnya sarat pelajaran termasuk penderitaan terlebih saat gagal dan harus bangkit berjuang lagi, hanya dengan bangkit lagi atau istilah kekiniannya “move on” sajalah yang bisa menjadikan seseorang naik keatas.

Melihat buah pemikiran Kartini lewat surat – surat beliau, makna penting “gelap menuju terang”, nyatanya masih jauh panggang dari api meski rutinitas selebrasi R.A Kartini selalu ada setiap tahun. Tanyangan video seronok oleh mereka yang masih menamakan diri sebagai siswa – siswi tentu diluar mindset “bekerja” dan “berjuang” guna kehidupan lebih baik di masa depan. Perilaku beringasan baik fisik atau sekedar bully umpatan hingga melukai siswa lain justru jadi momen “hebat” guna diunggah dan pertontonkan kepada teman – teman adalah keliru meski oleh sebagian yang bersangkutan legal dilakukan.

Sejarah istilah “Habis Gelap Terbitlah Terang” juga dikaitkan dengan salah satu penggalan ayat suci Al-Qur’an “Minazh-Zhulumaati Ilan Nuur” (Al – Baqarah 257), dari gelap menuju cahaya, tetapi ragam “gelap”nya peristiwa yang masih lekat bahkan untuk hal – hal kecil, adu jotos misalnya (walau hanya untuk perkara bersenggolan motor), menjatuhkan yang jelas baiknya (memfitnah) masih legowo dilayangkan karena ada kepentingan pribadi disana, hingga aksi barbar memotong – motong badan sesama (mutilasi) jadi hal yang “terang” umum di”nurani”kan menjadikan kasat mata bahwa upaya menuju “terangnya cahaya” enggan disegerakan.

Akhirnya pemaknaan Kartini tidak berhenti pada selebrasi lenggak – lenggok berkebaya anak sekolahan saja, tapi juga pengingat kebaikan yang “kadang” masih padam dan perlu dinyalakan kembali di tiap hati masing – masing kita (termasuk yang nulis ini yah hehehe…)

Ah…, moga selebrasi Kartini jaman apapun, kini dan nanti tetap tersemat bobot faedah bagi sesama, bagi negeri ini, Aamiin… :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun