Nasib Persipura Jayapura kian merana di dunia sepakbola nasional, dampak degradasi ke liga 2 menjadi pertanyaan besar, ada apa ?
Dampak degradasi yang sudah tidak bisa dilupakan merupakan permainan entah pihak internal klub ataupun pihak eskternal.
Yang tidak boleh dilupakan awal kehancuran Persipura saat dikeluarkannya legenda hidup Boaz Solossa dan Yustinus Pae, lalu menunjuk pada pergantian manajer hingga lambatnya pergantian pelatih yang merupakan penyebab utama kegagalan tim di musim lalu, terlebih kegagalan besar dalam merekrut pemain berkualitas diatas rata-rata.
Sekali lagi, ada apa dengan Persipura Jayapura dan siapa sebenarnya yang merusak nama besar besar klub kebanggaan masyarakat Papua ?
Kini publik terus bertanya, ada angin apa sehingga Yan Permenas Mandenas duduk di kursinya Rudi Maswi ? Jika kita melihat kanca panggung politik, kursi ibarat sepotong roti yang terus dikejar guna merasakan bagaimana enaknya roti tersebut.
Mengapa sosok Rudi Maswi yang begitu dicintai masyarakat Papua, yang sudah membawa trofi untuk Persipura diganti tanpa sebab lalu diisi oleh anggota DPR RI. Memang kita tahu, suasana tahun 2024 saat ini sedang memanas, dan para politikus juga sedang saling sikut-menyikut untuk mendapatkan sepotong roti.
Kembali ke rana politik. Banyak politikus selalu memanfaatkan situasi dengan mencari perahu berupa partai untuk menunjukkan keperkasaan guna memenangkan pilkada 2024.
Apakah sepakbola dan politik beda atau sama ? Semua tergantung siapa yang memainkannya. Siapa licik, ia akan lebih mudah memenangkan sebuah pertandingan.
Apakah klub sebesar Persipura Jayapura merupakan sebuah perahu yang saat ini dimanfaatkan untuk pilkada tahun 2024. ? Semua tergantung siapa yang menyetelnya.
Kita melihat masa jabatan ketua umum Persipura Benhur Tomi Mano sebagai walikota Jayapura akan habis, manajer Yan Permenas Mandenas kemungkinan besar akan kembali mengikuti pertandingan di tahun 2024.
Apakah situasi ini antara politik dan sepakbola masih dikaitkan. ? Semua tergantung siapa yang memainkannya.