Mohon tunggu...
Erens Dimu Heo
Erens Dimu Heo Mohon Tunggu... -

Menulis adalah kekuatan dasyat yang paling mengagumkan. Karena kita tidak perlu menjadi presiden dulu untuk didengar dan menjadi milyuner untuk memberi, serta menjadi Superman untuk menolong rakyat tertindas. Namun, oleh tulisan bisa kita dibenci, bahkan dibunuh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anti Nasionalisme Merebak di Karanganyar Bukti Anomaly Pendidikan

12 Juni 2011   03:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:36 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sikap anti nasionalisme tampaknya mulai merebak di Kabupaten Karanganyar Jawa tengah. Seperti diberitakan berbagai media massa belakangan ini, sejumlah sekolah dan pegawai pemerintah (PNS) dinyatakan menolak hormat pada bendera kebangsaan Indonesia, Merah Putih, serta menolak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya. Sikap anti nasionalisme ini, sejauh yang diketahui, telah dilakukan oleh dua sekolah, yakni Sekolah perguruan Islam SMP Al Irsyad Al Islamiyah di Tawangmangu dan sekolah SD Ist Al Albani, Matesi, Jawa Tengah. Alasan penolakan hormat bendera Merah Putih serta menyanyikan lagu Indonesia Raya itu menurut pengakuan mereka, yang dilansir sejumlah media massa, tidak ada kaitannya dengan apa yang dituduhkan sebagai sikap anti nasionalisme. Ini dikatakan hanya persoalan keyakinan yang di anut mereka dalam Islam. Kepala sekolah SMP Al Irsyad, Sutardi, dihadapan wartawan, mengatakan bahwa mengangkat tangan kepada bendera Merah Putih tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, ini disebutkannya sebagai musyrik atau menduakan tuhan. "Kalau kami mengangkat tangan ke bendera itu bertentangan dengan keyakinan kami yaitu melakukan kesyirikan kepada Allah SWT. Dan itu akan membatalkan saya sebagai seorang muslim. Saya takut kepada Allah kalau nanti suatu saat di akahirat nanti ditanya kamu sebagai seorang musyrik, meskipun saya sebagai seorang muslim," kata Sutardi. Sedangkan kepala sekolah Al Albani, Heru Ichwanudin, lain lagi, HAM dijadikan alasan penolakan tersebut. "Secara lembaga kita taat kepada pemerintah, taat kepada aturan pemerintah adapun masing-masing diserahkan kepada individu. Kami kahwatir berbentur dengan HAM," tuturnya. Untuk alasan itu di sekolah ini para murid tidak pernah diajarkan hormat kepada bendera, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sekolah ini bahkan tidak pernah diadakan upacara bendera seperti sekolah-sekolah lainnya. Pengakuan salahsatu murid kelas 1 SMP Al Irsyad, Mustofa yang ditemui reporter radio asing, usai pulang sekolah, Kamis (9/6), mengaku tak tahu lagu kebangsaan Indonesia Raya serta tak hafal dasar negara Pancasila. Dia mengaku hal tersebut tak pernah diajarkan di sekolahnya. "Tidak ada hormat bendera, tidak ada upacara pengibaran bendera, tidak ada nyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya.Garuda Pancasila juga tidak ada, " kata Mustofa, seperti yang dikutip VOA. Mustofa juga mengaku kesemuanya itu telah diajarkan pak Tardi, sang kepala sekolah mereka. Reporter VOA juga mendapati, kedua sekolah ini ternyata juga tak memasang simbol dasar negara Burung Garuda Pancasila, serta foto Presdien dan Wakil Presiden. Ini tak lazim bila dibandingkan dengan sekolah lain di seluruh Indonesia. Kasus ini sungguh bertolak belakang dengan apa yang terjadi saat Susi Susanti serta Alan Budikusumah meraih mas Olimpiade. Keduanya yang dikabarkan sempat kesulitan mengurus kewargaan negara Indonesia karena orangtua mereka keturunan Tionghoa ini, begitu khusuk walaupun begitu emosional dalam nasionalisme, hingga gemetar dan menangis saat menghormati bendera Merah Putih sambil mengiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Keduanya pernah secara implisit mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena dianugerahi moment seperti itu. Kembali kekasus anti nasionalisme diatas, Bupati Karanganyar, Rina Iriani Ratnaningsih, kepada media, mengaku miris mendengar kelakuan warganya. "Sebagai bupati dan warga negara Indonesia asli miris melihatnya...ini anak, anak-anak yang akan menggantikan kita memimpin negara... lha kalau begini bagaimana nasibnya negara ini. Pancasila tidak kenal, UUD 45 tidak tahu, lambang negara tidak tahu akan seperti apa negara ini masa mendatang," sesal Ratnaningsih kepada Suara Amerika. Kasus anti nasionalisme seperti itu, ternyata tidak hanya pada kedua sekolah tersebut, sejumlah media melansir, ada tujuh PNS lainnya di Karanganyar yang ketahuan bersikap serupa. Yang memprihatinkan, adalah bahwa mereka itu adalah merupakan guru-guru yang menjadi ujung tombak pembentuk karakter anak bangsa. Mereka ini dikabarkan tersebar di sejumlah kecamatan, di antaranya kecamatan Tawangmangu dan Jatiyoso. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karanganyar Sri Suranto, kepada wartawan mengaku identitas serta sekolah tempat para guru mengajar telah diketahui. Namun Sri Suranto belum bisa memastikan, apakah benar oknum guru melakukan seperti dilaporkan. Sri juga menambahkan pihaknya belum mengetahui alasan tujuh guru yang diduga menolak melakukan penghormatan bendera itu. Menyangkut sikap anti nasionalisme ini "Yang namanya PNS kan harus tunduk pada peraturan. Tentunya harus diteliti terlebih dahulu, kalau benar melawan peraturan kami akan membina mereka," kata Rina di Karanganyar, Jumat (10/6/2011). Anggota Komisi E bidang Pendidikan DPRD Jawa Tengah, Muhammad Zen pada media menyatakan, penolakan sebagian orang untuk menghormati bendera merah putih di beberapa tempat di wilayah Jawa Tengah merupakan indikasi turunnya rasa nasionalisme. Lebih mengejutkan lagi Muhammad Zen juga mengaku kasus semacam itu ternyata tersebar dibeberapa daerah. "Kondisi ini sudah mulai terjadi tidak hanya di kota-kota kecil seperti Karanganyar dan Boyolali. Tapi sudah terindikasi terjadi di Kota Semarang. Untuk itu aparat keamanan dan pihak Dinas Pendidikan Jateng maupun masing-masing kota atau kabupaten diminta untuk mengambil langkah antisipasi secara bijaksana," kata Zen, seperti yang dikutip Okezone, Kamis (9/6/2011). Menyusul temuan anti nasionalisme pada dua sekolah tersebut, tim gabungan dari pemerintah daerah, tokoh agama dan masyarakat akhirnya diturunkan guna melakukan pendekatan dialog dengan para pengelolanya. Hasilnya, pengelola kedua sekolah menulis surat pernyataan. Diantaranya mengakui NKRI, mereka juga menolak Negara Islam Indonesia (NII). Namun, lagi-lagi, soal menghormati bendera Merah Putih, pimpinan SMP Al Irsyad Al Islamiyah Tawangmangu masih belum sepakat. Nampaknya jalan panjang masih harus ditempuh untuk meyakinkan mereka bahwa menghormati bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan adalah sisi yang berbeda dari beriman kepada Sang Pencipta. Tuhan mestinya terlalu tinggi untuk dibandingkan dengan menghormati bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan. Ini bisa saya bandingkan dengan rasa sayang ketika saya memeluk dan mencium bayi saya. Ketika saya melakukan hal yang sama pada ibunya, otomatis rasa sayang itu berbeda lagi. Istri saya, dalam kondisi normal, tentunya goblok bila mencemburui hal itu. Kecuali otaknya cekak-cekak amat tentu bisa saja menimbulkan kecemburuan. Atau bisa saja istri saya cemburu bila dia datang dari lingkungan yang anomaly pendidikannya. Pendapat yang tidak jauh berbeda seperti dikatakan ketua MUI Denpasar, segala bentuk penghormatan yang dilakukan seorang muslim kepada makhluk, termasuk kepada benda seperti menghormat bendera, sama dengan "istilam" atau mencium serta mengangkat tangan sebagai pengganti mencium Kakbah ketika tawaf. Sehingga, perbuatan tersebut tidak bisa otomatis umat muslim telah melakukan perbuatan syirik seperti yang diajarkan kepala sekolah SMP Al Irsyad, Sutardi, kepada murid-muridnya. Sikap anti nasionalisme diatas bukanlah persoalan baru dinegeri ini. Kasus-kasus anti nasionalisme sebenarnya marak terjadi. Sebut saja kasus-kasus yang dilakukan pemerintah sendiri, melalui produk perda-perda yang bertalian dengan kebebasan mendirikan tempat ibadah. Kemudian yang marak serta kerab kita saksikan adalah tindak kekerasan yang dilakukan ormas-ormas Islam terhadap pihak lain adalah salah satu bentuknya. Kasus-kasus yang datang dari ormas-ormas bersimbol Islam ini umumnya berbentuk kekerasan atau bentuk-bentuk teror (terorisme) lain, seperti, terhadap pemeluk Ahmadiyah, pengrusakan gereja yang sejauh ini, di Indonesia, disebut-sebut mendekati angka ribuan jumlahnya. Bentuk anti nasionalisme lainnya yang cukup menghebohkan, seperti kasus bom bunuh diri, semisal bom malam Natal, bom Bali dan sebagainya. Kesemuanya itu telah menciderai kehidupan berbangsa, dimana batas-batas hak dan kewajiban cukup jelas termuat dalam UUD45, Pancasila, dan, bahkan pada lagu kebangsaan Indonesia Raya pun jelas menggambarkan bagaimana nasionalisme itu dijalankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun