Bolang, (Blogger Kompasiana Malang) bagi kami bukan sekedar komunitas yang terbentuk dari kegemaran dan aktivitas yang sama, yaitu menulis di Kompasiana, tapi lebih seperti keluarga kedua. Makanya, kalau kami lama gak ketemu, rasa rindunya begitu terasa. Karena itulah pada hari Minggu, 21 Agustus 2016, kami sepakat untuk nongkrong bersama di Cafe Coklat Klasik, di daerah Dinoyo Malang. Tapi tentu saja, nongkrong bukan sekedar nongkrong, melainkan juga berembuk untuk acara yang akan Bolang adakan menjelang kopdar akbar Kompasiana yang bertema "Berbagi." Bolang juga ingin berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Sabtu, 27 Agustus 2016, kami janjian untuk berkumpul di rumah Pak Yunus pada pukul 10 pagi. Tapi karena rumah penulis paling jauh, Kota Batu tepatnya, penulis baru sampai di rumah Pak Yunus sekitar pukul 11 siang. Dari rumah Pak Yunus, kami berangkat bersama menuju lokasi pertama yang akan kami survei, yaitu "Kampung Sinau" yang terletak di Kelurahan Cemoro Kandang, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang. Kami berangkat menggunakan 1 mobil dan 2 motor.
Para pengajar di Kampung Sinau kebanyakan merupakan relawan dan masih berstatus mahasiswa. Ada yang lucu, atau miris tepatnya, saat kami bertanya tentang tenaga pengajar. "Yang mendaftar sebagai relawan sekitar 600 orang, yang sudah terdaftar 200 orang, dan yang benar-benar mengajar cuma sekitar 4 orang. Yang lain cuma foto-foto dan tidak kembali," jelas Mas Mansur. Ckckck.
Anak didik di Kampung Sinau sekitar 60-an anak, dan waktu belajarnya pada hari Sabtu dan Minggu saja. Selain 4 relawan pengajar, Mas Mansur juga dibantu 2 koordinator lain dalam mengelola Kampung Sinau.
Saat kami berkunjung ke sana, sebenarnya Kampung Sinau sedang punya gawe yang bertajuk Festival Budaya Kampung Sinau. Ada pertunjukan tari 50 topeng, penampilan grup band Tani Maju, Gebyar Angklung, dan pertunjukan tari tradisional dari Bali, Minang, dan Aceh besar. Uniknya, tiket untuk menonton pertunjukan tidak dibeli dengan uang, tapi menggunakan buku. 1 buku untuk 1 tiket, dan mas Mansur berharap agar acara yang digelarnya sukses mendapatkan paling tidak seribu buku. Sayangnya Bolang sudah ada agenda lain sehingga tidak sempat menonton Festival Budaya di Kampung Sinau yang dimulai sekitar pukul 3 sore hingga malam hari itu.
Sekitar 1 jam di Kampung Sinau, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke sawah salah satu anggota Bolang, Pak Rahman. Namanya saja Bolang, kalau gak mbolang, gak seru. Lagi pula kami sudah sering mengagendakan untuk berkunjung ke sawah Pak Rahman, namun selalu gagal. Kali ini kami sepakat untuk mampir ke sawah beliau karena lokasinya cukup dekat dengan Kampung Sinau.
"Seharusnya Mbak Desol foto prewed di sini, asri, indah, menakjubkan!" ucap Mbak Lilik saat kami berjalan di pematang sawah.
"Ngobrolnya nanti saja Mbak, saya lapar," rengek Rozi, anggota baru Bolang yang disambut anggukan sepakat anggota Bolang yang lain.
Mbak Lilik pun dengan sigap menyiapkan makan siang, nasi bakar yang dipanaskan di wajan, dan mie yang direbus dengan telur. Penulis kebagian tugas membuat kopi hitamnya. Setelah semua siap, kami makan siang bersama di gubuk yang terletak di tengah sawah. Sederhana namun nikmatnya tiada tara. Kapan lagi bisa makan bersama di tengah sawah dengan tanaman hijau di sekelilingnya.
Usai makan siang, beberapa di antara kami ada yang sibuk ngobrol, ada yang sibuk selfie, ada juga yang sibuk memotong sawi hijau, memetik mentimun, juga labu siam. Sayangnya, jagung manisnya masih belum berisi hingga tak bisa dipetik. Pak Rahman bilang, dua minggu lagi jagung manisnya sudah siap untuk dipanen dan Bolang diundang datang ke sawah untuk barbeque-an. Jadi, dua minggu lagi, jadwal kegiatan Bolang adalah barbeque-an di sawah Pak Rahman, kami catat, hahaha.
Pak Ajid bekerja sebagai satpam di SDN Pandanwangi 3, tempat salah satu anggota Bolang, Mas Saiful mengajar, pada siang hari. Malam harinya, Pak Ajid bekerja lagi sebagai satpam di Perumahan Araya Blimbing. Sang istri, Bu N Kuraisin, juga bekerja di Perumahan Araya sebagai pembantu rumah tangga.