Mohon tunggu...
Eren hNt
Eren hNt Mohon Tunggu... Wiraswasta -

I'm only an ordinary woman with an ordinary life.. Homestayeren.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kupu-kupu Hitam

23 Maret 2016   14:42 Diperbarui: 24 Maret 2016   02:56 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar; dok pri"][/caption]Bab 2; Awal Cinta Bersemi

Endah berlari kecil sambil menutupi kepalanya menggunakan tas tangan dengan satu tujuan: halte bis di sebelah pintu masuk Victoria park, Cause Way Bay. Langit yang sudah menghitam, mulai meneteskan air rintik rintik. Mei memang bulan dimana hujan turun hampir setiap hari, yang kadang disertai angin topan. Dan melihat warna langit siang ini, besar kemungkinan hujan deras akan mengisi sisa hari.

Endah memutuskan untuk kembali ke distrik Sai Wan Ho, distrik dimana dia dan Dai dai nya tinggal. Dia pergi ke Cause Way Bay hanya untuk bertemu dengan Nuri, sebentar. Sebenarnya, hari ini Endah enggan untuk menghabiskan hari liburnya di luar apartemen karena prakiraan cuaca tadi malam sudah mengatakan kalau hari ini bakal hujan deras. Endah bahkan masih meringkuk di bawah selimut saat Nuri menghubunginya lewat telepon tadi pagi.

"Aku sudah gajian Endah. Jadi, hari ini kamu sudah bisa mengambil uangmu yang aku pinjam bulan lalu," ujar Nuri. Mendengar kata uang, Endah langsung girang. Jaket kulit incarannya yang gagal dibelinya bulan lalu, menari nari di kelopak matanya.

"Oke, dimana dan jam berapa?" 

"Victoria park, jam 10 pagi, aku tunggu ya"

"Houwak, aku pasti datang, hehehe" Endah tertawa kecil dan dibalas dengusan Nuri yang berpura pura kesal. 

Bulan lalu, Nuri meminjam uang Endah sebesar 3000 dollar Hongkong. Uang itu sedianya akan digunakan Endah untuk membeli jaket kulit original buatan Jepang. Tapi, Nuri berhasil merayunya dengan alasan bahwa uang itu digunakan untuk menambah biaya perayaan ulang tahun Nuri, dan Endah pun menyerah. Pesta ulang tahun yang meriah, karena meskipun tidak menyewa tempat, dan hanya dilakukan di pinggiran taman Victoria, tapi makanan, minuman, dan hadiah untuk permainan, cukup menguras isi kantong. Undangan yang datang pun tidak kurang dari 200 orang. Busyet. Endah sampai geleng geleng kepala karenanya. 

Endah melihat arloji di tangannya, 12.38 waktu Hongkong, pantas saja dia merasa lapar. Tadi Nuri menawarinya makan, tapi Endah menolak karena takut keburu hujan. Victoria park memang taman yang sangat luas, tapi sayang, jarang sekali tempat untuk berteduh di saat hujan, dan Endah tidak mau basah kuyup. Lagipula, Endah ingin makan siang di warung Thailand yang terletak di dekat apartemennya. Mie goreng baso sapi, dan sop Tom Yum di warung itu sangat lezat. Endah menelan ludah membayangkannya.

Bis bertingkat nomer 106 yang melewati Sai Wan Ho, baru saja berhenti di hadapan Endah. Di saat yang sama, air hujan tiba tiba tercurah dengan derasnya. "Untung saja bisnya sudah tiba," gumam Endah pelan.

Endah melompat naik ke dalam bis, lalu menempelkan octopus card miliknya ke mesin pembayaran yang juga bergambar octopus card di sebelah sopir. Tertera angka $6,10 di situ.  Itu artinya, ongkos naik bis dari Cause Way Bay ke Sai Wan Ho sebesar 6 dollar, 10 sen. Setelah terdengar bunyi "tuuutt" dari mesin pembayaran, Endah naik ke tingkat dua, pemandangan kota Hongkong terlihat jauh lebih indah dari atas.

***

Willy mengaduk aduk makanan yang ada di hadapannya tanpa selera. Nasi goreng udang yang tadi dipesannya, belum berkurang sesendok pun. Sop Tom Yum favoritnya masih lebih beruntung, karena cuma tinggal setengah mangkok. Se galau apapun manusia, jarang ada yang bisa menolak kelezatan yang ditawarkan semangkok sop Tom Yum, apalagi jika sop itu buatan warung Thailand langganan Willy. Udang, cumi cumi, kerang, dan kepiting, yang semuanya masih fresh, direbus dalam kuah asam, manis, dan pedas, khas negara Gajah Putih. Nikmat sekali.

Biasanya, Willy mengajak Rani makan di tempat ini. Rani sendiri tidak suka dengan sop Tom Yum, dia bilang, rasanya aneh. Dia lebih sering memesan mie goreng seafood, itupun kalau dia mau makan. Seringnya, Rani hanya menemani Willy sambil meminum teh tarik, tanpa memesan makanan.

Rani, dia gadis yang baik. Dia juga begitu mencintai Willy, Willy bisa merasakannya. Karena kebaikan hatinya itu pula jika Rani memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Ibunya sakit komplikasi, dan Rani disuruh pulang agar ada yang merawatnya. Rani memang anak perempuan satu satunya di keluarga itu. 

Kakak pertamanya laki laki, dan dia sudah berkeluarga. Kakak pertamanya itu tinggal dan bekerja di Banjarmasin sebagai agen makanan ringan. Kakak kedua Rani yang juga laki laki, bekerja sebagai TKI di Korea selatan. Mereka meng-ultimatum Rani untuk pulang merawat ibunya. Sedangkan biaya pengobatan selama ibunya sakit, menjadi tanggung jawab kedua kakaknya. Rani tak punya pilihan lain, dia harus pulang.

Dan dua minggu lalu, Willy mengantarkan Rani ke bandara untuk pulang ke Indonesia. Hongkong International Airport, begitu orang sering menyebut bandara yang sangat sibuk itu. Mata Willy berkaca kaca, dia tak rela melepas kepergian gadis yang telah setahun lebih menjadi kekasihnya itu. Sedangkan Rani , dia malah menangis sesenggukan di pelukan Willy tanpa peduli banyaknya pasang mata yang menatap heran ke arah mereka. 

"Maafkan aku kak," ucap Rani terbata. Willy menjawab ucapan Rani dengan mempererat pelukannya.

"Hati hati di perjalanan." Willy mengelus pelan rambut Rani yang berwarna pirang.  

"Jika kita mau sedikit berpikir positif, mungkin saja ini cara Tuhan untuk menyadarkanmu Amui. Dia ingin kamu bertobat dengan cara memisahkan kita berdua. Kisah kita, cerita kita, cukup kamu jadikan sebagai kenangan buruk yang harus dikubur dalam dalam. Semoga di Indonesia, kamu mendapatkan jodoh seorang lelaki tulen, bukan orang sepertiku. Salam untuk kedua orang tuamu, dan semoga ibumu cepat sembuh," tambah Willy.

Rani menatap Willy sesaat, lalu menenggelamkan kepalanya ke pelukan Willy semakin dalam. Pelukan Willy, adalah tempat yang paling tenang, tempat yang paling nyaman, dan tempat yang paling membahagiakan baginya. Rani benar benar tak ingin kehilangan pelukan itu. Tapi apa daya, kesehatan ibunya,  jauh lebih penting dari apapun di dunia. 

 

#bersambung

 

Octopus card; kartu yang berbentuk seperti ATM, bisa diisi ulang, dan dikeluarkan oleh perusahaan angkutan kereta api, MTR. Selain kereta api, juga bisa digunakan untuk membayar ongkos angkutan umum lain, juga membayar di supermarket. 

MTR; kereta api cepat di Hongkong

Houwak; Iya (bahasa Kanton)

Dai dai; Nyonya (bahasa Kanton)

Amui; adik perempuan (bahasa Kanton)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun