[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Sakri memacu mobilnya dengan kencang. Suara Neneng yang terdengar sangat panik saat menghubunginya tadi, membuatnya khawatir. Neneng, gadis sunda asal Tasikmalaya yang sudah hampir 2 tahun mengisi hatinya itu, seperti sedang ketakutan. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres," pikirnya kalut.
"Mas sakriiii, eneng takut mas, eneng.." Neneng menghambur ke pelukan Sakri begitu kekasihnya itu membuka pintu apartemennya. Sakri memang memiliki kunci duplikat apartemen Neneng.Â
Sakri membalas pelukan Neneng, "ada apa sayang?, apa yang terjadi?, siapa yang membuatmu takut begini?" Ah, Neneng yang cantik, tak seharusnya wajah cantiknya dikotori oleh kepanikan.
Tak lama, ia melonggarkan pelukan lalu mengamati wajah panik Neneng. Matanya merah, hidungnya juga. Pipinya yang biasanya putih bersih, bersemu merah seperti apel anna. Rambutnya yang dicat warna pirang, acak acakan. Sepertinya dia habis menangis lama. Ah, siapa yang berani membuat bidadari sunda nya ini menangis?. "Akan aku balas, sumpah!" batin Sakri geram.
"Aku sudah membunuhnya mas, dia sudah mati, aku.." Neneng menjawab terbata.Â
Sakri terbelalak kaget. "Siapa yang kamu bunuh sayang?, apakah dia telah berlaku tak senonoh padamu?, apakah dia berniat merampok di apartemen mu? Apakah dia sudah melukaimu?"
"Tidak usah khawatir, mas akan cari jalan keluarnya. Dimana mayatnya?" Sakri mencoba untuk tenang meskipun hatinya mulai panik. Pembunuhan sungguh bukan masalah sepele.
"Maksud mas Sakri, siapa, siapa gimana maksudnya?" Neneng menatap Sakri dengan wajah bingung.
"Loh, kan tadi Eneng yang bilang kalau sudah membunuh, kok Eneng malah nanya siapa?"
"Ih, mas Sakri kok mikirnya jauh amat, itu mas, tadi eneng pukul pakai sendal, mati, eneng takut mas," Neneng menunjuk ke sudut ruang tamu. Sendal jepit warna merah muda punya Neneng tergeletak di situ.
Masih kebingungan, Sakri berjalan ke sudut ruangan, lalu mengambil sendal jepit yang ditunjukkan oleh Neneng. Sedangkan disaat yang sama, Neneng meloncat ke atas sofa. "Eneng takut mas, tolong buang ke luar sekalian sendalnya, Eneng sudah gak mau memakainya lagi."
Sakri tertegun demi melihat apa yang ada di hadapannya. Entah harus tertawa atau marah. Dia mengebut dengan mobil kesayangannya dari rumah ke apartemen Neneng. Perasaannya amburadul sepanjang jalan, dan dia panik tidak terhingga saat Neneng bilang ada yang mati. Dan mayat yang dia pikir lelaki bajingan, lelaki cabul, ataukah perampok kurang ajar, ternyata cuma bangkai kecoa terbang.
Sakri akhirnya tak bisa menahan tawa. Dia tertawa terbahak bahak mengingat kelakuan kekasihnya yang cantik. Sementara Neneng memberengut di atas sofa, "sudah tahu kalau aku phobia kecoa terbang, malah ketawa, dasar mas Sakri"
Sedetik kemudian, sendal jepit warna merah muda yang tinggal sebelah, dilemparnya ke kepala Sakri. "Mas Sakriii...."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H