Mohon tunggu...
Eren hNt
Eren hNt Mohon Tunggu... Wiraswasta -

I'm only an ordinary woman with an ordinary life.. Homestayeren.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kupu Kupu Hitam

19 Maret 2016   15:25 Diperbarui: 19 Maret 2016   17:33 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Aku beruntung karena mendapatkan bos yang baik hati seperti Lam lok yan Dai dai. Aku sudah bekerja padanya selama 4 tahun. Dai dai ditinggal mati oleh suaminya 2 tahun lalu. Singsang, begitu aku memanggilnya. Pertama kali aku datang ke apartemen ini, Singsang memang sudah sakit sakitan. Maklum, saat itu dia memang sudah berusia 80 tahun. Aku dan istrinya sering menginap di rumah sakit saat dia harus di opname.

Mereka merupakan pasangan yang saling setia. Kadang kesetiaan dan kemesraan mereka yang tak lekang oleh waktu, membuatku takjub dan iri. Dai dai tak pernah mengeluh meskipun harus merawat suaminya yang sakit, tentu saja dengan bantuanku. Sayangnya, sampai tua, (saat ini Dai dai sudah berumur 74 tahun)  mereka tidak mempunyai keturunan. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Dai dai dan dia mengatakan kalau mereka sengaja tidak memiliki anak karena tidak mau direpotkan oleh urusan mengurus anak. Setelah suaminya meninggal dan merasa kesepian, baru dia menyesal. Mungkin karena itu juga kalau akhirnya Dai dai menganggap dan memperlakukanku seperti anaknya sendiri.

Di apartemen kecil ini kami hanya tinggal berdua. Kecil, karena hanya memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dan dapur. Kamar Dai dai dan kamarku bersebelahan, cuma bedanya kamar Dai dai sedikit lebih besar. Tempat tidur ku bertingkat 2. Yang bawah untuk aku tidur, dan tingkat atas untuk meletakkan banyak barang. Lemari dari kayu aku letakkan di sebelah ranjang, dan meja rias di sebelahnya. Hanya itu perabotan di kamarku, tapi sudah terlihat sangat penuh dan sempit.

Dapur di apartemen ini juga kecil, hanya cukup untuk berdiri maksimal 2 orang. Tidak masalah bagiku dengan dapur yang berukuran kecil, karena aku jarang sekali memasak. Karena kebiasaannya sejak muda, Dai dai lebih senang keluar untuk makan. Aku seringnya hanya memasak untuk makan malam. Di sebelah dapur, ada kamar mandi dan ruangan untuk mencuci pakaian. Aku biasa menjemur pakaian di luar jendela dapur, cukup aman asalkan aku  tidak lupa untuk menjepitnya, dan angin tidak sedang bertiup kencang. Pernah sekali  baju yang sedang aku jemur, diterbangkan angin, dan tidak aku temukan lagi. Hari itu memang angin sedang bertiup kencang.

***

Sudah jam 7.30 pagi, tapi aku masih malas untuk bangun. Aku hanya berguling ke kanan, lalu ke kiri, di atas tempat tidur. Perasaanku sangat tidak nyaman. Kepalaku nyut nyut an, dan dadaku masih sesak mengingat pertengkaran semalam. 

"Kamu sakit Endah?" Aku menoleh ke sumber suara. Entah sejak kapan Dai dai berdiri di pintu kamar tidur ku.

"Ah enggak, Dai dai. Aku hanya malas bangun. Tapi kepalaku agak berat sih," aku beringsut bangun dari ranjang. 

Dai dai mendatangiku dan menyentuh keningku pelan. "Kamu demam, ya sudah, tidur saja lagi, nanti jam 9 aku bangunkan kamu, kita ke dokter" aku hanya menganggukkan kepala, lalu kembali berbaring. Aku mencoba memejamkan mata, namun bayangan tentang kak Willy terus terusan menggangguku.

Aku melihatnya pertama kali di perayaan ulang tahun Nuri, sahabatku, tahun lalu. Aku sudah sering bertemu dengan wanita Indonesia yang berpenampilan tomboy, tapi kak Willy begitu berbeda. Jika tomboy yang lain sering berpakaian norak dengan aksesoris bling bling, kak Willy malah berpakaian rapi seperti laki laki sesungguhnya. Dia terlihat begitu berkarisma. Rambutnya dipotong pendek, dan dibiarkan hitam, tak ada rambut warna warni seperti teman temannya. Celana jeans warna hitam, T shirt warna biru, dan sneakers yang senada dengan celananya, terlihat pas sekali di badannya. Aku jatuh cinta begitu saja padanya, tanpa terduga. Aku tentu saja tahu kalau dia itu juga seorang perempuan, sepertiku. Tapi hatiku tak mau tahu, hatiku terlalu keras kepala. Entah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun