Mohon tunggu...
Eren hNt
Eren hNt Mohon Tunggu... Wiraswasta -

I'm only an ordinary woman with an ordinary life.. Homestayeren.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kupu Kupu Hitam

16 Maret 2016   21:59 Diperbarui: 24 Maret 2016   06:10 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: Dokumentasi pribadi"[/caption]

Bab 1: Pengenalan tokoh, Willy dan Endah

 Willy

 

Aku memandang bayangan wajahku sendiri di dalam cermin. Ada bekas membiru di pelipis, masih sakit. Luka ini bekas luka semalam saat aku membenturkan kepalaku ke tembok pembatas jalan karena emosi. Karena amarah yang begitu besarnya, tanpa sadar aku menampar muka Endah setelah puas memakinya, mata Endah terbelalak tak percaya. Entah karena sakit akibat tamparan ataukah hatinya yang sakit hingga dia menangis tersedu sedu di hadapanku. Melihatnya seperti itu, bukannya kasihan,  aku malah semakin kalap. Aku memakinya semakin parah hingga menyebutnya sebagai pelacur murahan. Tak puas, aku membenturkan kepalaku sendiri berkali kali ke tembok pembatas jalan. Mungkin aku sudah gila. 

Aku bahkan tak peduli dengan pandangan penuh selidik dari orang yang berlalu lalang, mungkin urat malu ku sudah putus karena pisau amarah. Endah yang tak tahan melihatku kalap langsung memelukku dari belakang sambil meminta maaf. Dia berusaha menenangkanku tapi aku malah mendorongnya hingga terjatuh ke atas paving. Entah setan mana yang menguasaiku saat itu hingga begitu keterlaluan.

"Kamu bilang kamu membenci mantan suamimu karena dia sering berlaku kasar padamu, sering memukulimu karena cemburu, sering menuduhmu dengan kecurigaan yang tidak masuk akal, dan kamu meninggalkan dia karena semua alasan itu. Tidak sadarkah kalau sekarang kelakuanmu semakin mirip dengan dia kak?, kamu menyebut dia bajingan, lalu aku boleh menyebutmu apa?" Endah menatapku tajam. Tatapan nya itu seakan akan langsung menghujam ke ulu hatiku. Sedangkan di saat yang sama, air mata masih bercucuran dari kedua matanya.

"Berhenti menyamakanku dengan bajingan itu Endah, kamu tahu aku begitu membencinya!" 

"Jika Kakak membencinya karena sikap posesif dan pencemburunya, apakah kakak tidak takut kalau suatu saat aku membencimu karena hal yang sama?" Ucapan Endah membuatku terperangah, benarkah aku sudah menjelma menjadi setan yang sama seperti Karyo? Orang yang paling aku benci dalam hidupku. Aku berjalan cepat meninggalkan Endah yang masih sibuk dengan tangisannya dengan satu tujuan, pulang.

*

Aku mengoleskan krim muka di pelipis dengan harapan agar luka membiru di pelipisku tidak terlihat lagi untuk menghindari pertanyaan bosku. Mam Chaty  memang tidak begitu suka memperhatikan orang lain termasuk aku, tapi Sir Brian,  ada luka bekas gigitan nyamuk di lenganku saja dia tahu, lalu sibuk mencarikanku krim anti nyamuk. Entah apa jadinya jika dia tahu kalau pelipisku membiru seperti ini. Setelah tertutup krim, aku mengoleskan bedak di atasnya, sangat tebal. Tapi bukannya menutupi luka, aku malah terlihat seperti badut banci dengan riasan norak. Aku menghapusnya kembali dengan kasar dan mulai berpikir alasan apa yang akan aku katakan kalau Sir Brian bertanya.  Mungkin aku akan mengatakan kalau sepulang libur kemarin, aku terantuk batu hingga terjatuh. Sepertinya itu alasan yang cukup masuk akal.

Masih di hadapan cermin, aku mencoba mengingat ingat pertengkaranku dengan Endah semalam. Sebenarnya kalau aku boleh jujur, masalahnya sangat sepele. Tanpa seijinku, Endah memberikan nomer handphone nya kepada Eric, tomboy yang selama ini menjadi rivalku saat berusaha menaklukkan hati para femme. Endah yang memang belum begitu lama menjadi pasanganku, tidak tahu akan hal itu, karena memang baru kemarin itu mereka bertemu untuk pertama kalinya.

Sepulang dari Cause Way Bay, aku marah marah karena aku takut si Eric menghubungi Endah untuk menggodanya. Endah sudah meminta maaf, bahkan sim card di handphone nya diambil lalu dipatahkan di hadapanku. Tapi memang setan sedang menguasaiku hingga handphone Endah aku rebut dan aku banting ke atas paving hingga hancur berkeping keping. Endah marah, dan pertengkaran pun terjadi. Ah, seandainya aku lebih bisa mengontrol emosi, pasti tidak begini jadinya. Sekarang aku bahkan kesulitan menghubungi Endah karena handphone nya sudah hancur, dan sim card nya sudah patah. Aku mengutuki kebodohanku sendiri. 

Endah, aku pernah mengatakan kepadanya bahwa dia adalah cinta dan pasangan terakhir ku. Kami bahkan pernah menyayat pergelangan tangan kami menggunakan cutter. Lalu darah yang menetes dari tangan kami, kami wadahi dalam gelas berisi air putih. Setelahnya, kami meminum air bercampur darah itu sambil bersumpah bahwa kami tidak akan pernah berpisah dengan alasan apapun. Lebay memang, tapi kami benar benar pernah melakukannya.

***

Jam 6.15 waktu Hongkong, itu artinya aku masih punya 15 menit lagi untuk keluar kamar dan memulai rutinitas pekerjaan. Aku sudah bekerja di keluarga ini selama hampir 5 tahun. Sebenarnya mereka bukan bos pertama ku, sebelum bekerja di rumah ini, aku pernah  bekerja di keluarga Sir Alex di daerah Tseung Kwan O selama 2 tahun. Sir Alex orang yang baik, tapi istrinya malah berbanding terbalik. Aku sering memanggilnya dengan sebutan mak Lampir karena kecerewetannya. Semua yang aku lakukan tidak pernah benar dan selalu berakhir dengan makian. Karena itulah, setelah habis masa 2 tahun kontrak kerja, aku memutuskan untuk mencari tempat kerja baru. Anak laki lakinya yang sudah kuanggap anakku sendiri, Jason, sampai demam selama 2 minggu karena tidak mau aku tinggalkan. "Ah, seandainya ibumu tak secerewet itu, Jason."

Keluarga sir Brian sudah seperti keluargaku sendiri. Mam Cathy juga pernah berkata bahwa dia tidak menganggapku sebagai pekerja, melainkan sebagai adik sendiri. Rose, anak perempuan mereka berusia 5 tahun saat aku mulai bekerja disini, dan Jonny, anak kedua mereka, baru saja lahir. Mereka berdua lebih dekat denganku daripada dengan kedua orang tuanya sendiri, karena memang waktu yang dihabiskan bersamaku jauh lebih banyak.

Saat ini Rose sudah berusia 10 tahun dan duduk di kelas 4 SD. Dalam hal pelajaran di kelas, dia tidak begitu pintar, tapi dia pandai melukis, menyanyi, dan pernah beberapa kali menjuarai lomba renang. Jika mam Cathy orangnya sabar dan ramah, Rose malah kebalikannya. Dia judes dan acuh tak acuh terhadap orang lain. 

Jonny, dia anak yang sangat manis. Sekarang dia sudah duduk di kelas TK B. Aku ingat saat pertama masuk sekolah, Jonny menangis keras tanpa mau melepaskan pelukannya di leherku. Akhirnya, selama 3 hari pertama, aku harus menemaninya di kelas. Ibu dan bapaknya cuma tertawa saat aku menceritakan kelakuan anaknya. Jika Rose judes dan pemberani, Jonny malah sangat pemalu. Dulu aku sering sakit hati saat orang bertanya apakah si Jonny itu bisu gara gara tidak pernah mau bicara dengan orang lain.

Apartemen keluarga sir Brian cukup besar untuk ukuran orang Hongkong. Apartemen mereka terdiri dari 3 kamar tidur, 3 kamar mandi, ruang makan, ruang tamu, dan dapur yang lumayan besar. Dapur yang luas memudahkanku saat harus memasak banyak saat ada tamu. Mam Cathy memang sering sekali mengundang saudara atau teman temannya untuk makan di apartemennya karena menurutnya, masakanku seperti masakan di restoran. 

Kamarku sendiri terpisah di belakang yang dibatasi oleh ruang laundry selebar 2 meter. Di kamarku hanya ada 1 ranjang, 2 lemari untuk menyimpan baju dan 1 rak sepatu. Cermin besar aku gantung menghadap ke ranjang. Aku senang duduk berlama lama di atas ranjang sambil menghadap ke arah cermin. Kamar mandi di kamarku berukuran kecil, hanya 2 x 1,5 m, tapi cukuplah untuk dipakai sendirian. Kamarku juga dilengkapi AC dan kipas angin sendiri, di musim panas, aku tidak dapat tidur tanpa menyalakan AC. Di sebelah kamarku ada pintu yang menghubungkan antara kamarku dan lift belakang. Saat libur aku lebih senang menggunakan lift belakang untuk turun sehingga aku tidak perlu bertemu dengan keluarga bosku itu.

***

Aku melihat ke arah jam dinding yang tergantung di atas cermin, jam 6.30, waktunya menyiapkan sarapan untuk Rose dan Jonny. Sekali lagi aku memandang ke arah cermin dan mendesah pelan melihat bekas biru di pelipisku. Aku harus bersiap untuk diinterogasi sir Brian karena bekas luka ini.

 

#bersambung

Tomboy; sebutan untuk wanita yang bersikap seperti pria

Femme; sebutan untuk wanita yang menjadi pasangan tomboy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun