Mas, matamu itu, berhentilah menatapku seperti itu, tatapan yang langsung menghujam ke jantungku, menghentikan sejenak detak nadiku dan memporak porandakan kesadaranku. Mas, bagaimana kalau kucungkil saja kedua bola matamu itu lalu aku pakai sebagai hiasan di ruang tamu rumahku.
Mas, berhentilah menggodaku dengan sungging senyum di sudut bibirmu. Aku takut jika akalku mulai hilang lalu tanpa malu melumat bibirmu di depan kekasihmu yang pencemburu itu. Setidaknya dia akan menuduhmu tukang selingkuh, menampar wajahmu lalu pergi setelah meninggalkan bekas luka membiru.
Mas, jauhkan tanganmu dari pundakku, aku malu. Aku malu jika engkau sampai tahu kalau aku tengah menikmati sentuhan sentuhanmu itu. Aku malu jika hasratku menggerakkan jari jemariku untuk menjelajah kekar tubuhmu.Â
Mas, menjauhlah dariku, bawa pergi segala pesona yang membuatku hampir gila. Bawa juga hembusan nafasmu di telinga yang membuatku mengatupkan mata dan memaksa mulutku terbuka. Pergilah Mas, pergilah sebelum engkau benar benar membuatku jatuh cinta.
Karena engkau lelaki, dan aku wanita.
Â
Nb: ikuti event surat menyurat di http://m.kompasiana.com/androgini/event-fiksi-surat-menyurat-di-kompasiana_5618f89b4123bd3d16f2001f
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H