Sesuai dengan isi baliho Legenda Goa Kreo yang saya baca (sudah dipublish di postingan yang lalu), jika kera-kera yang ada disini diberi tugas menjaga sungai dan goa yang ada. Dan memang, menurut cerita yang beredar, sungai yang ada di kawasan Goa Kreo ini sangat jernih, bisa untuk mandi-mandi, cebur-ceburan, istilah Bahasa Jawa nya, keceh atau ciblon. Wow, mendengar cerita itu, pastilah saya jadi antusias pengen sekali nyebur ke sungai, maklum, 10 tahun hidup di Jakarta, saya tidak pernah merasakan air sungai yang (katanya) jernih. Apalagi ditambah saat itu udara yang cukup panas. Cocok lah. [caption id="attachment_233436" align="alignright" width="150" caption="tangga menuju sungai"][/caption] Hmm, setelah menyusuri jalanan setapak itu, sampailah saya pada sebuah anak tangga berpagar besi merah, biru, kuning yang dipenuhi banyak sekali daun kering. Anak tangga yang mengarah ke kawasan jurang. Ternyata, itulah jalan menuju sungai yang letaknya memang agak ke bawah. Waduh, saya jadi bingung memutuskan apakah mau maksa turun atau tidak. Melihat kondisi anak tangga yang seperti itu, akhirnya saya tidak jadi turun ke sungai. Buyarlah semua rencana saya untuk ciblon. Bagaimana mau sampai bawah kalau tangganya saja kotor begitu? Ditambah lagi jangan-jangan ada hewan melata yang berkeliaran nanti. Hiy.. Lagipula, dari beberapa pengunjung (hari itu yang berbarengan dengan saya tak lebih dari 30 orang, tragis sekali ya?) tidak ada satupun yang berniat turun ke bawah. Mungkin mereka semua satu pikiran dengan saya. Meski kecewa, saya tetap melanjutkan perjalanan. Saya ingin secepatnya sampai di goa. Harapan saya mudah-mudahan saya dapat menemukan pemandangan indah sebagai pengganti kekecewaan saya terhadap sungai tadi. Dan sampailah saya di depan goa. Inilah yang dinamakan Goa Kreo. [caption id="attachment_233469" align="alignleft" width="150" caption="Inilah bentuk Goa Kreo terkini"][/caption] [caption id="attachment_233473" align="alignright" width="150" caption="jalan di depan Goa"][/caption] Suatu pemandangan yang jauh sekali dari bayangan saya. Suatu bentuk peninggalan salah satu orang penting di Pulau Jawa yang kondisinya sangat memprihatinkan. SANGAT TIDAK TERAWAT. Akar pohon yang tumbuh diatas goa menjuntai seenaknya kebawah. Daun-daun kering menghiasi jalan di depan goa yang penataan batunya terkesan asal dan tak terpelihara. Belum lagi besi pengaman yang membatasi goa dengan jurang juga terkesan asal dan jauh dari aspek keamanan. [caption id="attachment_233490" align="alignright" width="150" caption="Kondisi didalam Goa Kreo "][/caption] Saya pun penasaran dengan apa yang ada di dalam goa. Saya coba mengintip dan ingin meng-explore lebih jauh lagi. Yang ada dalam bayangan saya adalah goa dengan stalaktit dan stalakmit yang indah. Seperti goa-goa yang ada di gambar-gambar itu. Hihihi, ternyata saya salah besar. Goa Kreo bukan seperti goa-goa tersebut. Goa Kreo bermulut kecil, harus menunduk atau jalan jongkok untuk bisa masuk kedalam. Dan didalam ternyata sangat lembab sekali. Tidak ada penerangan (sampai sekarangpun saya tidak tau apakah Goa Kreo ini ada ujungnya atau tidak), sehingga niat saya untuk masuk terpaksa saya urungkan. Kembali saya didera perasaan takut apabila bertemu dengan hewan melata. Setelah itu saya hanya bisa berdiri (karena tidak ada tempat untuk duduk di dekat goa) sambil istirahat sejenak untuk minum (lumayan pegal juga jalan kaki dari tempat parkir sampai lokasi goa ini), saya melayangkan pandangan ke sekeliling goa. Pohon tua diatas goa (tidak terawat); coretan-coretan di sepanjang dinding luar goa (tampaknya sudah lama ada); coretan-coretan di sepanjang tembok pembatas (juga tampak sudah lama); dan diseberang goa, tampak bukit yang sedang dikepras (entah untuk tujuan apa) yang tentu saja mengurangi keindahan alam dan (mungkin) bisa mengakibatkan kelongsoran. [caption id="attachment_233508" align="alignleft" width="150" caption="pohon tua tepat diatas goa"][/caption] [caption id="attachment_233514" align="alignleft" width="150" caption="gimana kisah mereka ya?"][/caption] [caption id="attachment_233516" align="alignleft" width="150" caption="mau dibuat apa ya kira-kira?"][/caption] (maaf ya kalau tampilan gambar di sebelah ini jelek, masih belum ngerti cara rapihinnya) Sekiranya sudah tidak terlalu ngos-ngosan, saya pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Sudah tidak ada yang bisa dinikmati lagi rupanya. Sambil berlalu saya sedikit berpikir, kira-kira apa ya yang membuat orang masih mau mengunjungi tempat ini? Kata ibu saya, biasanya tempat ini untuk pacaran. Busyet, kurang kerjaan sekali kalau pacaran di tempat seperti ini. Udah capek, ngos-ngosan, sampe atas, kecewa pula melihatnya. Apa romantisnya? Tapi memang, jika diperhatikan, pengunjung yang datang saat itu memang kebanyakan pemuda dan pemudi. Apakah mereka berniat untuk pacaran atau tidak, saya tidak tahu. Sudahlah, bagi saya pribadi, Goa Kreo ini bukan lokasi yang asyik untuk itu. Saya tidak ingin banyak bercerita lagi, biarlah gambar-gambar dibawah ini yang bercerita sendiri. [caption id="attachment_233525" align="aligncenter" width="150" caption="salah satu sarana bermain untuk anak yang masih bisa digunakan"][/caption] [caption id="attachment_233527" align="aligncenter" width="150" caption="kamar mandi yang tersedia.. berani buang air disini?????"][/caption] [caption id="attachment_233529" align="aligncenter" width="150" caption="sepertinya ini pos satpam.. tapi entah siapa yang jaga sekarang.. *merinding*"][/caption] [caption id="attachment_233533" align="aligncenter" width="150" caption="satu-satunya pemandangan indah yang cukup menghibur.."][/caption] Sangat sayang sekali bukan? Suatu tempat yang dulunya sangat penting (mungkin) dan bersejarah karena digunakan sebagai tempat semedi Sunan Kalijaga (salah satu Wali Songo) menjadi tempat yang kondisinya amat sangat memprihatinkan. Bagaimana kota Semarang akan dilirik oleh wisatawan jika tempat wisatanya saja dalam kondisi demikian. Bagaimana akan didatangi oleh pengunjung jika sarana dan prasarananya saja amat sangat tidak memadai. Saya memang tidak mengerti pihak mana yang seharusnya bertanggung jawab. Tapi seharusnya Pemerintah Kota Semarang tidak boleh acuh tak acuh saja melihat kondisi ini. Saya yakin kok, Goa Kreo masih termasuk dalam peta pariwisata di Kota Semarang. Sebenarnya melihat kondisi jalan masuk ke lokasi, sudah agak lumayan. Sudah teraspal halus, dan lumayan lebar. Jadi sudah seharusnya pula pembangunan di dalam kompleks pariwisata itu sendiri lebih baik. Bukankah keberhasilan pariwisata suatu daerah akan meingkatkan taraf hidup masyarakat sekitar? Apa iya, pemeliharaan Goa Kreo ini terbatas dari pendapatan tiket masuk saja? Apa iya, tidak ada anggaran dari Pemerintah Kota Semarang? Aduh, bingung saya jika membahas soal itu. Sudahlah! Saya mau memberi beberapa tips saja untuk teman-teman yang (mungkin) akan berkunjung kesini.
- Bawalah bekal makanan dari rumah. Di dalam lokasi memang ada beberapa warung yang menyediakan makanan, tapi menunya hanya sebatas mie instant, baso dan soto (dua menu terakhir entah ada atau tidak, karena saya hanya membaca dari depan saja). Akan lebih baik lagi jika sudah makan dari rumah, karena meski membawa bekal makanan, tidak ada tempat yang nyaman untuk membuka bekal (ingat banyak kera dan bau kotorannya).
- Bawalah minum saja jika akan masuk ke lingkungan goa. Dijamin akan kehausan dan biasanya kera-kera disini tidak akan mengganggu jika kita hanya minum.
- Berminat buang air kecil? Sebaiknya lakukan di pom bensin atau rumah makan atau tempat sepi terdekat sebelum masuk ke kawasan lokasi. Setelah melihat gambar kamar mandinya, saya bersyukur tidak dianugerahi "rasa" itu kemarin.
- Bawa masker. Jika tidak ingin tangan pegal karena terus menerus menutup hidung.
- Bawa kamera. Jangan harap ada toko penjual souvenir di kawasan ini. Jadi kenang-kenangan atau tanda mata bahwa kita pernah berkunjung hanyalah tiket masuk dan foto kita sendiri.
Selamat berwisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H