Program Keluarga HarapanÂ
Pasal 1 angka 1 Permensos 1/2018 menjelaskan PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.Â
Berdasarkan pengertian tersebut tujuan dari diadakannya program ini antara lain ialah untuk meningkatkan taraf hidup keluarga penerima manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial; serta mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendaptan keluarga miskin dan rentan. Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan PKH.
Rantai KemiskinanÂ
Sebagaimana kita ketahui bersama, sebagai negara besar yang masih berstatus negara berkembang; Indonesia tidak terlepas dari label miskin.Â
Kemiskinan seakan sudah menjadi wasiran turun termurun dari generasi ke generasi. Seakan tidak ada putusnya, rantai kemiskinan selalu saja membelenggu setiap anak adam yang baru saja dapat melihat dunia.Â
Dilansir dari CCN Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bukan Maret 2018 mencapai angka 25,95 juta orang.Â
Menurut data ini, penurunan penduduk miskin terjadi karena penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah meningkat 87,6 persen pada kuartal I 2018 dari kuartal I 2018. Meskipun mengalami penurunan dari bulan September tahun sebelumya, namun angka ini masih terbilang cukup besar dengan melihat potensi alam Indonesia yang sebenarnya sangat kaya raya ini.
Peranan PKH dalam Memutus Rantai KemiskinanÂ
Memutus rantai kemiskinan dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan yang ada, membenahi layanan kesehatan, pembukaaan lapangan kerja, menaikkan gaji buruh dan UMR, dan lain sebagainya.Â
Program Keluarga Harapan sebagai salah satu  program pemerintah yang telah berjalan dari tahun 2007 memang sudah dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan bantuan dana yang diberikan, sebagian dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sudah dapat menyekolahkan anak-anak mereka, mereka dapat hidup di kediaman yang layak, dan lain sebagainya.
Meskipun PKH memberikan dampak positif bagi sebagian keluarga yang mendapatkannya, namun di sisi lain PKH bisa dikatakan belum mampu memutus rantai kemiskinan seutuhnya.Â
Di kampung Saya (Desa Sialangan, Kec. V Koto Timur, Kab. Padang Pariaman, Sumatera Barat) contohnya, para keluarga yang menerima bantuan PKH tersebut malah semakin bermalas-malasan dalam bekerja.Â
Mereka cenderung bangga dan sombong bisa mendaptkan uang dengan tanpa bekerja sedikitpun. Bagaimana tidak sombong, mereka yang hanya petani dan buruh dengan bangganya pergi ke bank seakan-akan menjadi pegawai yang mengambil gaji setiap bulannya. Anak-anak mereka pun semakin bertambah keinginan dan kenakalannya.
Ketidakrataan keluarga yang menerima PKH juga merupakan faktor belum berhasilnya program ini dalam memutus rantai kemiskinan. Masih di kampung Saya, rata-rata keluarga yang menerima bantuan tersebut adalah keluarga dengan penghasilan  menengah ke atas. Memang di Kartu Keluarga (KK) mereka berprofesi petani, namun faktanya mereka adalah petani-petani yang bisa dibilang mampu dengan sawah dan kebun yang luas.Â
Di sisi lain, keluarga yang sebenarnya sangat-sangat membutuhkan malahan tidak mendapatkan sepeserpun. Fakta ini memang bukan kesalahan pemerintah pusat seutuhnya, bagaimanapun pemerintah daerah, seperti Wali Nagari (kepada desa) dan jajaranya sangat menentukan. Bagaimana tidak, merekalah yang mendata siapa saja keluarga penerima yang layak.Â
Melihat kuota penerima PKH tidak sebanyak keluarga yang pantas menerima, tentu para pejabat-pejabat desa lebih memprioritaskan keluarga dan kerabat dekatnya terlebih dahulu. Bisa dikatakan praktek nepotisme masih jadi momok yang menyebabkan ketidakrataan penyebaran program ini.
Dengan berbagai fakta tersebut, saya berharap agar jalannya Program Keluarga Harapan ke kepannya dapat lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah; agar pratkek nepotisme tidak lagi menjadi kambing hitam dalam pelaksanaan program ini.Â
Dana bantuan dari program ini harusnya bisa dimanfaatkan dengan bijak oleh masyarakat penerimanya. Misalnya, dengan menjadikan dana tersebut sebagai modal dalam berbagai usaha dan profesi, atau bisa juga ditabung sebagai  bentuk investasi ke depan demi membentuk keluarga sejahtera.Â
Para keluarga yang berstatus sebagai penerima bantuan ini juga diharapkan terus giat bekerja dan tidak terlena dengan bantuan yang ada. Semua usaha di atas diharapkan bisa menjadi jalan untuk mewujudkan  tujuan serta visi misi dari Program Keluarga Harapan ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H