Mohon tunggu...
Eratri RizkiHermaliah
Eratri RizkiHermaliah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis untuk meninggalkan jejak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Terbenam

1 Desember 2023   22:29 Diperbarui: 1 Desember 2023   23:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Halo, permisi Om , maaf mengganggu, apa Ayah sudah pulang? Atau belum? Atau mungkin Ayah bilang ingin singgah ke suatu tempat atau pesan apapun om???. Aku berbicara hampir tidak bernafas, jelas sekali seperti mendesak on Fajar. "apasih nina, malah om yang harusnya bertanya padamu, kenapa ayahmu tidak masuk kerja sudah dua minggu ini? Ditelpon juga tidak bisa, apa ada masalah dirumah?" *deg* tiba-tiba air matahu yang tadinya tertahan, demi mendengar kabar dari Om Fajar tidak bisa ditahan lagi, tumpah dan terus mengalir , tubuhku kaku, dan tenggorokanku terasa tercekik, begitu menyakitkan mendengarnya. Aku berlari keluar, tepat di teras rumah, jingga menghiasi seluruh permukaan langit, begitu indah dipandang tapi dihatiku justru terasa sakit sekali, ku tatap ke arah matahari yang hendak terbenam itu, terbayang wajah Ayah dan segala candaannya, semua terbayang berulang-ulang seakan ada mesin pemutar waktu disana. Dengan aku yang berdiri menatap matahari itu, penuh perasaan bersalah dan menyesal tentang kemarin tidak mendengarkan Ayah, tidak sempat menemani Ayah dirumah, tidak melepas Ayah yang hendak pergi kerja, aku begitu tidak menyangka itu akan jadi terakhir kalinya aku bertemu dengan Ayah, tanpa melepas kepergiannya , tanpa mencium tangannya, tanpa mendoakan perjalannya agar lancar, dan tanpa bilang cepat pulang kepadanya. Hingga yang ku dapati sekarang, ayah ku tidak pulang entah kemana, tanpa mengabari dan tanpa pamit kepadaku. Aku menatap matahari terbenam itu, dengan air mataku yang tidak berhenti mengalir, tanpa suara, sunyi. Sampai habis tenggelamnya matahari yang bagaikan Ayah ikut tenggelam dan hilang bersamanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun