Mohon tunggu...
Era Sofiyah
Era Sofiyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh tulis

Hanya buruh tulis yang belajar tulus

Selanjutnya

Tutup

Financial

Stabilitas Ekonomi Kian Benderang di Tangan Milenial

28 Juni 2023   22:59 Diperbarui: 28 Juni 2023   23:53 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pajak. ilustrasi: pixabay.com

Siapa nyana, upaya menabung uang koin yang dilakukan Romdoni setiap hari dari hasil berjualan mainan, ia lakukan demi membayar pajak kendaraan miliknya. Romdoni yang berprofesi sebagai pedagang mainan membayar pajak mobil pikapnya sebesar Rp 1,2 juta dengan pecahan uang koin Rp 100, Rp 500 dan Rp 1.000. 

Meski membayar pajak dengan koin, Romdoni mengaku tak malu. Sebab, uang logam merupakan alat bayar sah yang dikeluarkan negara. Terlebih lagi,  bukan kali pertama Romdoni membayar pajak menggunakan uang koin. Hal ini telah dilakukannya sejak beberapa tahun lalu.

Nursam Romdoni. sumber gambar:kompas.com
Nursam Romdoni. sumber gambar:kompas.com

Namun dibalik ketaatannya membayar pajak, warga Kabupaten Ponorogo tersebut, terselip pesan tulus, agar uang hasil jerih payah yang dilakukannya saban hari itu tidak disalahgunakan oleh pejabat negara atau dikorupsi.

Pajak,  Cerminan Bela Negara

Dalam pengelolaan sebuah negara, sumber keuangan negara diperoleh melalui sumber daya yang dimiliki pada wilayah negara tersebut. Apabila negara tersebut kaya dengan sumber daya alam (minyak, batubara, gas dan energi, dan lain-lain) maka sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk memenuhi keuangan negara yang selanjutnya digunakan demi kemakmuran rakyatnya. 


Namun, ketika sumber daya alam yang dimiliki tidak mencukupi maka diperlukan suatu partisipasi aktif setiap warga negara dalam mewujudkan ketahanan fiskal demi kedaulatan sebuah negara. Pajak adalah satu bentuk partisipasi aktif warga negara dalam menopang kedaulatan negara. Oleh karena itu, bangsa yang mandiri sangat dipengaruhi oleh kekuatan fiskalnya. 

Lebih jauh, pajak menjadi jalan menuju stabilitas ekonomi sehingga memungkinkan tujuan makro-ekonomi lainnya tercapai, seperti harga-harga komoditas pangan yang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang stabil serta berkelanjutan. Hal ini juga menciptakan lingkungan yang tepat untuk penciptaan lapangan kerja dan neraca pembayaran.

Stabilitas ekonomi juga penting dalam membuat keputusan ekonomi,  membuat prediksi indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, yang mana berguna untuk merumuskan strategi seperti penetapan harga jual atau kenaikan gaji karyawan. Sebaliknya, ketidakstabilan dapat meningkatkan ketidakpastian. Hal tersebut tentunya menghambat investasi,  pertumbuhan ekonomi, dan merusak standar hidup. 

Namun semua upaya tersebut akan sia-sia apabila tidak ditunjang oleh niat Wajib Pajak (WP) untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan patuh dan benar. Belajar dari Romdoni, pajak bukanlah sesuatu yang merugikan masyarakat atau wajib pajak. Besar manfaat pajak yang dapat diambil antara lain untuk membangun fasilitas dan infrastruktur, dana alokasi umum, subsidi pangan dan BBM, pelayanan kesehatan, pendidikan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Seterusnya, kewajiban membayar pajak merupakan bagian dari sumbangsih masyarakat dalam pembangunan bangsa. Membayar pajak untuk keberlanjutan pembangunan merupakan ikhtiar dari bela negara tanpa harus mengangkat senjata. Dengan keuangan negara yang kuat maka pertumbuhan ekonomi sebagai sesuatu yang diharapkan mampu memberikan multiplier effect terhadap kesinambungan pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Kaitan pajak kendaraan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi. Pada 2020, realisasi PKB dan BBNKB se-Indonesia tercatat mencapai Rp67,79 triliun atau 47,33% dari total PAD. Pada tahun selanjutnya 2021, realisasi kedua jenis pajak tersebut mencapai Rp77,91 triliun atau 47,39% dari total PAD.

Di sisi lain, menurut data yang dihimpun DASI-Jasa Raharja, PT Jasa Raharja (Persero) mengungkapkan tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) pada 2022 masih rendah. Begitu juga dengan kepatuhan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar PKB dan SWDKLLJ pada 2022 menurut data Jasa Raharja hanya sebesar 56,2 persen.

Hal ini mencerminkan pula bahwa tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan hanya sebesar 61 persen., sehingga menyebabkan negara berpotensi kehilangan penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor yang cukup signifikan.

Bonus Demografi Pajak

Tahun 2045 menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia yang genap merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Pasalnya, pada tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sehingga memunculkan gagasan generasi emas. Sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun)

Momen bonus demografi ini merupakan peluang Indonesia untuk menjadi negara maju. Jumlah penduduk usia produktif yang meningkat akan berdampak positif bagi perekonomian. Pendapatan negara juga akan meningkat karena banyak pemasukan dari pajak-pajak, tabungan, dan investasi.  

Untuk dapat memanfaatkan bonus demografi tersebut, negara tentu memerlukan modal yang memadai. melalui sektor perpajakan. Dalam hal kepemilikan kendaraan pribadi misalnya, wajib pajak (kelompok usia 24-39 tahun) diperkirakan akan memimpin ledakan kepemilikan mobil dalam beberapa tahun mendatang di seluruh dunia. Lonjakan tersebut menjadikan generasi milenial sebagai target market utama industri otomotif yang mendorong pertumbuhan pasar tersebut di Indonesia.

Sejalan dengan tujuan meningkatkan kesadaran pajak, maka keberadaan generasi milenial saat ini dan seterusnya menjadi sangat penting untuk mendukung tujuan tersebut. Bonus demografi yang dipenuhi oleh generasi milenial ini harus dioptimalkan untuk mendukung budaya sadar pajak yang diharapkan dapat menciptakan wajib pajak yang patuh pajak.

Masih terkait kepatuhan pajak, hasil survei terbaru dari Center for Indonesia Taxaxion Analysis didapati fakta tingkat kepercayaan generasi milenial terhadap pengelolaan pajak masih rendah. Pasalnya, hanya 40% dari generasi milenial yang menilai pengelolaan pajak sudah transparan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menyebutkan, berdasarkan survei yang dilaksanakan secara online dan diikuti oleh masyarakat berusia 25---59 tahun tersebut menunjukkan, kaum milenial memang lebih skeptis terkait pengelolaan pajak. Tingkat milenial yang percaya akan transparansi pengelolaan pajak lebih rendah daripada yang tidak percaya.

Meskipun tingkat kepercayaan milenial terhadap pengelolaan pajak rendah, dari hasil survei yang sama, tingkat kepatuhan mereka terhadap pajak justeru tinggi. Tercatat, 90% kaum milenial setuju bahwa pajak merupakan kewajiban moral, dimana dengan membayar pajak artinya membantu pemerintah. Sebaliknya, jika menunda membayar pajak, berarti merugikan negara.

Dari hasil survei tersebut, sebagian dari responden merekomendasikan pemerintah melakukan perbaikan ekosistem perpajakan. Selebihnya mengatakan akan membayar pajak apabila pengelolaan penerimaannya akuntabel dan transparan. Jadi PR pemerintah adalah bagaimana mendesain tax audit yang lebih fair, berkepastian hukum, objektif, dan akuntabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun