Mohon tunggu...
Era Sofiyah
Era Sofiyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh tulis

Hanya buruh tulis yang belajar tulus

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dukung Gerakan Net-Zero Emmisions, Selamatkan Manusia dari Kepunahan

24 Oktober 2021   21:48 Diperbarui: 24 Oktober 2021   22:22 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara alamiah, gas rumah kaca dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari. Nasi dan sayuran yang kita konsumsi dari pertanian menggunakan pestisida. Daging yang kita konsumsi juga berasal dari peternakan di mana kotoran hewannya menghasilkan gas metana. Limbah makanan dari sisa makanan yang membusuk juga menghasilkan gas metana.

Efek rumah kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi, supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar. Namun saat ini, bisa kita rasakan, cuaca siang hari semakin memanas, malam dinginnya menusuk tulang, sementara pergantian musim hujan ke kemarau dan sebaliknya tidak bisa diprediksi seperti dulu. Itu adalah sebagian Efek rumah kaca yang berlebihan yang menyebabkan pemanasan global, di mana suhu di bumi naik secara signifikan.

Sama seperti emisi gas rumah kaca, emisi karbon dari kendaraan maupun industri turut menjadi penyumbang perubahan iklim di dunia. Sejak tahun 1950-an emisi gas CO2 meningkat secara drastis yang disebabkan oleh semakin majunya industri serta mobilitas kendaraan yang berbanding lurus dengan konsumsi energi.

|environmental.com|
|environmental.com|

Pelepasan dan peningkatan konsentrasi emisi karbon atau pun gas rumah kaca di atmosfer tentunya berdampak pada banyak hal, terutama  kesehatan manusia. Organisasi Kesehatan Dunia WHO mencatat, sembilan dari 10 orang di dunia saat ini menghirup udara yang tercemar dan menyebabkan angka kematian yang besar, yaitu 7 juta kematian prematur setiap tahun.

Sebagai informasi, polutan mikroskopis di udara dapat menyelinap melewati pertahanan tubuh, menembus jauh ke dalam sistem pernapasan dan peredaran darah, lalu merusak paru-paru, jantung, dan otak. Bahaya lainnya adalah efeknya pada kesehatan mental dan penyakit yang berhubungan dengan otak seperti Alzheimer, Parkinson, dan skizofrenia.

Paparan polusi udara tingkat tinggi juga dikaitkan dengan keguguran semasa kehamilan serta kelahiran prematur, gangguan spektrum autisme dan asma pada anak-anak. Ketika anak dilahirkan, polusi udara dapat merusak perkembangan otak dan pneumonia yang membunuh anak balita setiap tahunnya. Anak-anak juga berisiko besar terkena infeksi pernapasan dan kerusakan paru-paru.

Konsep  “net zero” Netralitas Karbon- Gerakan Net-Zero Emissions- menjadi harapan terciptanya “emisi negatif” di mana jumlah emisi CO2 yang terbuang, sama dengan jumlah emisi CO2 yang diserap. Kondisi “net zero” juga bisa dicapai dengan tidak menghasilkan emisi GRK sama sekali.

Zero Emissions Day atau Hari Emisi Nol Sedunia sendiri menjadi awal mula kampanye untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan terbatasnya sumber daya dimuka bumi ini. Adalah Sealevel sebuah perusahaan desain grafis yang berada di Halifax Canada yang mencetuskan tanggal 21 September sebagai hari moratorium global konsumsi bahan bakar fosil melalui website resmi mereka. Tujuannya untuk memberikan ‘hari beristirahat’ planet bumi. 

Hari tersebut dipilih karena saat itu matahari sedang melewati khatulistiwa dimana siang dan malamnya sama panjang. Selain itu juga ingin membuktikan bahwa kehidupan yang tidak  terlalu bergantung terhadap penggunaan bahan bakar fosil bisa di wujudkan secara riil.

Terkait upaya penurunan emisi carbon, pemerintah Indonesia terus berupaya menekan emisi karbon dengan mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan, kendati hingga kini sumber energi fosil masih mendominasi bauran energi nasional. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan belum semua sektor dapat memenuhi target net zero emission atau netral karbon. Sayang, meski pemerintah telah mematok 2060 sebagai batas waktu pelaksanaannya. Setidaknya, sampai 2050 nanti Indonesia diperkirakan masih membutuhkan minyak dan gas bumi untuk mencukupi kebutuhan energi nasional.

|forestdigest.com|
|forestdigest.com|

Namun, yang menggembirakan kini sejumlah perusahaan swasta telah secara sukarela berinisiatif dan berkomitmen melakukan langkah-langkah nyata mendukung upaya pengurangan emisi karbon. Di antara perusahaan tersebut adalah perusahaan energi Indika Energy. Indika Energy Group sendiri, adalah salah satu perusahaan energi nasional dengan portofolio terdiversifikasi.

Untuk mencapai net-zero carbon emissions, setidaknya ada 3 strategi utama yang dilakukan oleh  Indika, yaitu teknologi, renewable energy, dan carbon offset.

Dalam hal pendekatan strategi melalui teknologi, perusahaan  melakukan berbagai upaya penambahan modal untuk peningkatan teknologi sehingga bisa beroperasi lebih efisien dan pada akhirnya mampu melakukan pengurangan emisi karbon.

Strategi kedua adalah renewable energy, Investasi dalam sumber energi terbarukan (misalnya, angin, matahari, dan air)

Strategi ketiga terkait Carbon Offset Program. Dalam strategi ini, Indika melakukan investasi untuk mengimbangi atau mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Penyeimbangan karbon dapat dihasilkan dari program-program seperti reboisasi, pengelolaan pertanian, pengurangan metana, dan penangkapan karbon.

Melanjutkan komitmen nya serta dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-21 pada 19 Oktober 2021 lalu, Indika Energy dan anak-anak usahanya melakukan penanaman 21.000 mangrove di area seluas lebih dari empat hektar (ha) di berbagai wilayah operasionalnya.

Penanaman 21.000 mangrove ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan mengurangi emisi karbon, sehingga abrasi laut dapat dicegah, emisi karbon dapat diserap lebih banyak, serta biota di sekitar pesisir semakin seimbang dan lestari.

Kegiatan penanaman mangrove dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan kelompok usaha bersama setempat untuk menjaga dan memulihkan ekosistem di wilayah pesisir Kabupaten Paser dan Kariangau (Kalimantan Timur), Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah), Cilegon (Banten), dan Sorong (Papua Barat).

|kompas.com|
|kompas.com|

Untuk diketahui, Indonesia memiliki hutan mangrove terbesar di dunia seluas kurang lebih 3,5 juta ha. Namun, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lebih dari 40 persen hutan mangrove di Tanah Air saat ini dalam kondisi rusak.

Mulai dari mana?

Kita semua bisa turut berperan dan mengambil bagian untuk menyelamatkan bumi dan manusia dari kepunahan. Dimulai dari hal kecil di lingkungan terdekat kita, dapur rumah misalnya.

Dapur merupakan bagian terpenting dalam terjaminnya kesehatan anggota keluarga dan lingkungan di sekitar rumah. Dapur juga merupakan area yang paling banyak menghasilkan emisi karbon. Dengan kata lain, untuk mendukung Gerakan Net-Zero Emissions, bisa dimulai dari desain dapur yang dibuat lebih ramah lingkungan. Demikian pula, untuk menciptakan dapur yang sehat dan berkonsep eco green perilaku kita juga mesti diubah lebih peduli.

Gunakan furnitur dan barang – barang di dapur dari material daur ulang

Langkah pertama untuk mewujudkan komitmen  dalam mengubah dapur menjadi ramah lingkungan yakni dengan menghadirkan furnitur dan barang – barang daur ulang sampah. Furnitur seperti kabinet dapur bisa aja dibuat dari sisa – sisa kayu, atau kayu bekas sisa bongkaran rumah. Dengan sedikit sentuhan kreatifitas, barang-barang bekas layak pakai seperti kaleng dan kardus bekas makanan dapat disulap sebagai tempat menyimpan tisue, sendok, alat makan, lap, dll. Sementara bungkus plastik sisa minuman sachet, deterjen, atau produk lain, jika dikumpulkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat keranjang anyaman. Keranjang ini bisa dibentuk seperti keranjang belanja, atau keranjang tempat sampah.

Meminimalisir pencahayaan dari lampu

Cara menciptakan dapur yang ramah lingkungan selanjutnya adalah, sebisa mungkin posisikan dapur terkena sumber matahari. Jika memungkinkan, pasang jendela besar di hadapan kitchen set agar tak perlu menggunakan penerang lampu lagi ketika melakukan aktivitas di dapur seperti mencuci piring, memasak dan sebagainya. Apabila hal ini tidak memungkinkan, gunakan lampu hemat energi sebagai solusinya.

Kurangi penggunaan alat listrik untuk mengolah makanan

|ladiestory.id|
|ladiestory.id|

Mengandalkan alat dapur elektronik untuk mengolah bahan makanan tentu menjadi hal lumrah bagi kita untuk mempercepat sekaligus menghemat waktu. Misalnya menggunakan blender untuk menghaluskan bumbu, atau menggunakan mixer untuk mengaduk adonan kue. Jika ingin menerapkan konsep ramah lingkungan, maka sebisa mungkin mulailah kurangi penggunaan alat elektronik jika masih bisa dilakukan dengan cara manual.

Kurangi limbah makanan 

Tips mengurangi limbah makanan dimulai dari merencanakan makan harian. Belilah bahan makanan sesuai dengan kebutuhan, jangan berlebihan. Gunakan wadah aman untuk membungkus makanan agar makanan lebih tahan lama. Jika ada limbah makanan (bonggol sayuran, tulang, kulit) maka dibuat kompos agar metana yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan dibuang begitu saja ke kotak sampah.

Menyediakan tempat sampah pilah

|ladiestory.id|
|ladiestory.id|

Dapur merupakan salah satu tempat penghasil sampah terbanyak. Pada dasarnya, jenis sampah dibagi ke dalam dua kelompok, yakni sampah organik seperti sisa makanan, kulit buah, sisa makanan dari dapur dan daun-daunan. Ada juga sampah non organik seperti plastik pembungkus, kaleng makanan. Nah kedua jenis sampah inilah yang sebenarnya disarankan untuk dipisahkan, sehingga sampah  bisa dengan mudah didaur ulang. Manfaatkan kembali sisa-sisa makanan untuk diolah sebagai makanan hewan seperti kucing, ayam atau hewan peliharaan lainnya. Hal ini tentu saja bisa menjadi cara mengurangi sampah sisa makanan.

Itu tadi beberapa langkah sederhana menciptakan dapur ramah lingkungan yang baik untuk menunjang pola hidup sehat. jika dilakukan secara kontinyu tentunya akan menghemat banyak uang dan pengeluaran bulanan.

Ya, jika ingin hidup lebih berkualitas, jangan hanya asupan makanan saja yang diperhatikan tapi lingkungan disekitar juga perlu di perhatikan kembali.

Tentunya semua cara  tersebut tidak dapat berjalan maksimal jika tidak seluruh orang di rumah yang melaksanakannya.

Sumber Bacaan: 

bisnisindonesiaciptakarya,indikahijauku,kompas,ladiestory,tirtotempo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun