Mohon tunggu...
echon.angpora
echon.angpora Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Roman

Antara Cinta dan Nafsu dalam Sebuah Hubungan Kaum Milenial

13 September 2024   14:55 Diperbarui: 13 September 2024   14:57 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis :  Echon Angpora

Di zaman milenial ini, sering kali kita terjebak dalam kebingungan untuk membedakan antara cinta dan nafsu. Banyak hubungan yang terlihat berlandaskan kasih sayang, tetapi ketika ditelaah lebih dalam, ternyata yang mendominasi hanyalah hasrat fisik belaka. Sebagai seseorang yang sering merenungi perjalanan cinta, saya, Echon Angpora, merasa fenomena ini semakin menonjol di kalangan generasi muda. Mengapa demikian?

Cinta sejati seharusnya membawa kita pada komitmen, pengorbanan, dan kesabaran. Ia tumbuh perlahan, seiring dengan waktu, saat kita semakin mengenal pasangan kita dengan segala kekurangannya. Namun, dalam budaya instan saat ini, banyak orang muda terjebak dalam romansa yang singkat dan terkesan "cepat saji." Pertemuan di media sosial, chat yang menggairahkan, dan kencan yang penuh chemistry, sering kali langsung diinterpretasikan sebagai cinta. Padahal, itu bisa saja hanyalah nafsu.

Nafsu, bagi saya, adalah emosi yang mendalam tetapi dangkal. Ia cenderung mengejar kepuasan fisik dan emosi sesaat tanpa memikirkan komitmen jangka panjang. Banyak pasangan muda yang memulai hubungan dengan intensitas fisik, lalu perlahan hubungan itu memudar ketika hasrat sudah memuaskan dirinya. Di sinilah perbedaan cinta dan nafsu menjadi penting: cinta bertahan ketika nafsu mereda.

Kultur modern yang serba cepat juga berperan besar dalam menciptakan kebingungan ini. Film, media sosial, dan bahkan musik sering kali menampilkan cinta dalam bentuk yang lebih sensual, seolah-olah cinta dan nafsu adalah satu hal yang tak terpisahkan. Padahal, cinta sejati membutuhkan kesabaran untuk menumbuhkan rasa hormat, pengertian, dan kesetiaan. Sayangnya, kesabaran itu sering hilang di era swipe right dan instant gratification.

Sebagai korban dari berbagai hubungan yang dibentuk oleh ilusi nafsu, saya belajar bahwa ketika cinta dan nafsu tidak bisa dibedakan, akhirnya yang tersisa hanyalah kehampaan. Nafsu habis dimakan waktu, sedangkan cinta yang tulus akan tetap ada, bahkan ketika segala godaan fisik telah sirna.

Generasi muda, terutama milenial, perlu lebih bijak dalam memahami perbedaan ini. Jangan terjebak oleh rayuan sementara dan kenikmatan sesaat. Cinta, bila dipupuk dengan baik, adalah harta yang tak ternilai---jauh lebih berharga daripada sekadar keinginan fisik yang berlalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun