Penulis : Â Echon Angpora
Di zaman milenial ini, sering kali kita terjebak dalam kebingungan untuk membedakan antara cinta dan nafsu. Banyak hubungan yang terlihat berlandaskan kasih sayang, tetapi ketika ditelaah lebih dalam, ternyata yang mendominasi hanyalah hasrat fisik belaka. Sebagai seseorang yang sering merenungi perjalanan cinta, saya, Echon Angpora, merasa fenomena ini semakin menonjol di kalangan generasi muda. Mengapa demikian?
Cinta sejati seharusnya membawa kita pada komitmen, pengorbanan, dan kesabaran. Ia tumbuh perlahan, seiring dengan waktu, saat kita semakin mengenal pasangan kita dengan segala kekurangannya. Namun, dalam budaya instan saat ini, banyak orang muda terjebak dalam romansa yang singkat dan terkesan "cepat saji." Pertemuan di media sosial, chat yang menggairahkan, dan kencan yang penuh chemistry, sering kali langsung diinterpretasikan sebagai cinta. Padahal, itu bisa saja hanyalah nafsu.
Nafsu, bagi saya, adalah emosi yang mendalam tetapi dangkal. Ia cenderung mengejar kepuasan fisik dan emosi sesaat tanpa memikirkan komitmen jangka panjang. Banyak pasangan muda yang memulai hubungan dengan intensitas fisik, lalu perlahan hubungan itu memudar ketika hasrat sudah memuaskan dirinya. Di sinilah perbedaan cinta dan nafsu menjadi penting: cinta bertahan ketika nafsu mereda.
Kultur modern yang serba cepat juga berperan besar dalam menciptakan kebingungan ini. Film, media sosial, dan bahkan musik sering kali menampilkan cinta dalam bentuk yang lebih sensual, seolah-olah cinta dan nafsu adalah satu hal yang tak terpisahkan. Padahal, cinta sejati membutuhkan kesabaran untuk menumbuhkan rasa hormat, pengertian, dan kesetiaan. Sayangnya, kesabaran itu sering hilang di era swipe right dan instant gratification.
Sebagai korban dari berbagai hubungan yang dibentuk oleh ilusi nafsu, saya belajar bahwa ketika cinta dan nafsu tidak bisa dibedakan, akhirnya yang tersisa hanyalah kehampaan. Nafsu habis dimakan waktu, sedangkan cinta yang tulus akan tetap ada, bahkan ketika segala godaan fisik telah sirna.
Generasi muda, terutama milenial, perlu lebih bijak dalam memahami perbedaan ini. Jangan terjebak oleh rayuan sementara dan kenikmatan sesaat. Cinta, bila dipupuk dengan baik, adalah harta yang tak ternilai---jauh lebih berharga daripada sekadar keinginan fisik yang berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H