Mohon tunggu...
echon.angpora
echon.angpora Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR Dan Serangkaian Permainan Politik Jokowi

23 Agustus 2024   00:58 Diperbarui: 23 Agustus 2024   00:58 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Econ Angora

Jumaat,23 Agustus 2024

 Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah merupakan angin segar bagi demokrasi di Indonesia.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Sikap DPR pasca putusan MK tersebut menimbulkan kekecewaan yang mendalam, seolah-olah mereka lebih peduli pada agenda politik tertentu ketimbang mendukung semangat demokrasi yang lebih inklusif. DPR justru mengambil langkah yang mengejutkan banyak pihak. . Sebagai seorang pengamat politik, saya merasa perlu untuk mengkritisi langkah ini, yang sayangnya mencerminkan DPR seolah-olah menjadi bagian dari catur permainan politik Presiden Jokowi, di mana aspek dinasti politik semakin tampak jelas.

Pengesahan RUU Pilkada  pasca putusan MK ini seakan menunjukkan bahwa DPR lebih memilih untuk tunduk pada kekuatan politik tertentu ketimbang berpihak pada rakyat. Keputusan MK seharusnya menjadi landasan untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, bukan malah dilemahkan dengan rancangan undang-undang yang berpotensi membatasi partisipasi rakyat dan memperkuat cengkeraman kekuasaan.

Pemerintahan Jokowi, dengan berbagai kebijakan dan manuver politiknya, telah memberikan ruang bagi berkembangnya apa yang disebut sebagai dinasti politik. Fenomena ini tidak hanya terlihat dari penunjukan anggota keluarga dalam berbagai posisi strategis, tetapi juga dari upaya mengamankan kekuasaan melalui instrumen-instrumen hukum yang disusun sesuai kepentingan penguasa.

DPR, sebagai representasi dari suara rakyat, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga demokrasi. Namun, langkah mereka yang seolah bertentangan dengan keputusan MK ini justru memperkuat pandangan bahwa DPR sedang memainkan perannya dalam strategi politik yang lebih besar. Apakah ini merupakan bentuk ketundukan kepada kekuasaan eksekutif? Ataukah DPR telah kehilangan independensinya dan hanya menjadi perpanjangan tangan dari dinasti politik yang sedang berkuasa?

Sebagai seorang warga negara yang peduli dengan masa depan demokrasi di Indonesia, saya menyayangkan sikap DPR yang tampaknya lebih mementingkan agenda politik tertentu daripada kepentingan rakyat. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan bahwa sistem politik kita akan semakin terdistorsi, dan rakyat akan semakin terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan yang seharusnya inklusif dan demokratis.

Sudah saatnya kita, sebagai masyarakat, bersuara dan menuntut agar DPR kembali pada fungsi utamanya sebagai pengawas kekuasaan dan pelindung demokrasi. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang tidak dikendalikan oleh segelintir elit politik, tetapi oleh rakyat yang memiliki hak penuh untuk menentukan nasib mereka sendiri. RUU Pilkada yang tengah dirancang ini seharusnya tidak menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan, melainkan harus menjadi instrumen untuk memperkuat kedaulatan rakyat.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun