Mohon tunggu...
Andika Raka Dianjaya
Andika Raka Dianjaya Mohon Tunggu... -

Suka bercanda dengan kata-kata. Belajar menulis untuk memenuhi amanah dari guru SD. Menikmati menjadi warga negara Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerokan, Cara Tradisional yang Melegenda

1 Agustus 2012   10:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:21 2782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343817216757573671

“Badan meriang, rasanya aku kena masuk angin nih. Coba minta tolong ibu ah untuk kerokin”

Kata Doni sambil pergi ruang belakang mencari Ibunya.

Fenomena Kerokan telah mendarah daging pada budaya masyarakat Indonesia terutama pada orang jawa. “Masuk angin ya dikerokin dulu, biar anginnya keluar” celoteh ibu Doni.

Sebetulnya apa sih yang mengidentifikasi kalo kita kena masuk angin?

“ Ya, itu mas. Kalo pas kita dikerokin nanti kan akan muncul warna merah”

“ Tentu saja kalo jadi gosong itu tandanya udah parah masuk anginnya, jadi harus lekas diobati sebelum terlambat” tukas ibu Doni menambahkan.

Pernahkah kalian dikerokin ketika masuk angin? Kalo aku tentu saja pernah. Sampai sekarang ketika masuk angin maka pertolongan pertamanya adalah dengan kerokan. Sejarah kerokan sudah berlangsung sejak adanya jaman kerajan tempo dulu. Jadi kerokan bisa dikatakan merupakan warisan bangsa dan sudah sepatutnya untuk dilestarikan agar tidak diklaim oleh Malaysia. (just my opinion :p)

Bagaimanakah cara kerokan itu? Bagi yang belum mengenal kerokan lebih dekat, sebaiknya anda jangan mencobanya sebelum tahu aturannya. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena jika melakukannya dengan keliru bisa berakibat fatal. #serius nih.

Disini bakal kita bahas, hal-hal apa saja yang disiapkan untuk kerokan.

1.Kita perlu menyiapkan kepingan uang receh. Menurut sumber yang dipercaya bahwa pengaruh uang receh juga penting fungsinya. Uang receh yang baik adalah recehan yang sudah berumur lama. Kenapa? Karena ketika melakukan proses ngeroki. Recehan yang berumur tua tersebut tidak terlalu membuat perih kulit si pasien.

2.Sediakan Balsam atau minyak kayu putih, kalo jaman dulu biasanya nenekku menggunakan minyak tanah. Apa fungsinya? Balsam, minyak kayu putih dll ini berfungsi untuk pelumas. Ransangan olesan minyak dan kerikan dari uang receh menghasilkan rasa hangat.

3.Ketika proses ngerokin sebaiknya dilakukan dipunggung dengan arah miring. Hal tersebut dilakukan untuk mengikuti dermaton, yaitu arah syaraf yang menuju kulit. Tempatnya diantara kanan dan kiri tulang punggung hingga menuju tulang ekor. Setelah itu baru kerikan kanan dan kiri menuju tulang ekor

4.Leher juga tidak luput untuk area kerokan, asalkan hanya ngeroki bagian belakang saja. Bagian depan leher sangat berbahaya untuk dikeroki karena terdapat banyak nadi dan syaraf. Jadi sebaiknya hindari ngeroki bagian depan leher.

Efek apa yang kita dapat ketika Kerokan?

1.Saat terjadi kerokan, terjadi suatu reaksi inflamasi dengan segala respon yang mengikutinya. Dengan kata lain ketika kita kerokan, terjadi penekanan dan peregangan secara berulang pada kulit. Peregangan kulit itulah yang membuat bilur merah. Dengan ini otot-otot yang tegang terasa kendur. Dan adanya sensasi relaksasi pada kulit.

2.Kerokan juga tidak menyebabkan pengursakan kulit. Ini dibuktikan dengan mikroskop. Dan tak ada pengrusakan kulit.

3.Secara ilmiah, terjadi kenaikan betaendrofin (kandungan morfin dalam tubuh) dan berdampak akan menjadikan tubuh yang segar

4.Prostaglandin (penyebab rasa pegal) akan turun. Ada dugaan dapat mengobati orang yang terkena serangan jantung yang belum parah. Logikanya: Orang yang terkena serangan jantung, akan di suntik morfin. Dengan kerokan, yang bisa menaikan kadar betaendrofin, kemungkinan bisa di obati. Namun ini masih di perdebatkan dalam dunia medis.

So, secara ilmiah pun menjelaskan bahwasanya kerokan itu adalah pengobatan tradisional yang sudah terbukti kemanjurannya. Sudah lebih dari 2000 tahun kerokan berada di dalam blantika pengobatan Indonesia. Saatnya kita menjaga jangan sampai budaya ini hilang.

“Masuk Angin ya Dikerokin donk” moto Ibu Doni, dan saya yakin itu juga moto bagi Ibu-ibu yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun