Mohon tunggu...
Erald David Sibatuara
Erald David Sibatuara Mohon Tunggu... Pelajar -

Pengais Hikmah dalam Setiap Kata; Pelajar SMA yang masih kekanak-kanakkan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayahku Seorang Pendongeng (Membangun Karakter Lewat Dongeng, Harganas 2015)

12 Juli 2015   14:58 Diperbarui: 13 Juli 2015   21:03 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="Buku Dongeng. Source : Google Images"][/caption]

Dalam zaman yang semakin modern ini, Indonesia dijangkiti virus budaya-budaya asing yang kebanyakan tak sejalan dengan budaya yang sudah ada. Di berbagai media, ulasan mengenai pentingnya penanaman dan pendidikan karakter sejak usia dini banyak bersliweran. Keluarga juga banyak disebut-sebut sebagai pihak yang paling pertama (dan bertanggung jawab) dalam mendidik karakter anak. Presiden kita Jokowi sendiri bahkan menggaris bawahi pentingnya perombakan karakter dalam jargon Revolusi Mental-nya.

Akan tetapi, pelajaran dari keluarga saya sendiri (ayah saya) nampaknya dapat dijadikan contoh penerapan pendidikan karakter di keluarga. Saya kisahkan pada anda, ya?

***

Beliau sedang bersantai pagi itu sambil membaca koran di sebuah kursi malas saat kudekati. Walaupun umurnya sudah setengah abad, toh ia tetaplah kelihatan awet muda. Kedatanganku membuatnya terusik sejenak. Maklum, kebiasaannya membaca koran (ataupun novel) di pagi hari tak boleh diganggu oleh siapapun, bahkan mama saya sebagai istrinya.

Ia tertawa terbahak-bahak, setelah mengetahui niat saya untuk mewawancarainya. Tawanya lebih meledak lagi saat kuucapkan alasan “wawancara non-formal” itu demi mengikuti lomba blog di Kompasiana. Ia memang tahu media warga tersebut, namun jarang sekali membacanya.

“Idemu gila, Rald!” ujarnya terkekeh sambil meminum secangkir teh yang kubawakan.

“Justru ide gila itu unik, yah”

“Mana ada orang yang tertarik dengan hobi mendongeng ayahmu ini?”

“Setidaknya, Erald akan menuliskannya saja tanpa menyertakan di lomba tersebut” ujarku memelas.

Ia menyerah. Sebagai anaknya, andaikan saja memintanya untuk mengambil “rembulan” pun, akan sekuat mungkin ia penuhi. Apalagi permintaan mudah tapi aneh seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun