Mohon tunggu...
Rahmad Widada
Rahmad Widada Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, penyunting buku. Publikasi: 1. Saussure untuk Sastra (metode kritik sastra). 2. Gadis-gadis Amangkurat (novel) 3. Jangan Kautulis Obituari Cinta (novel). 4. Guru Patriot: Biografi Ki Sarmidi Mangunsarkoro.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haiku Tengah Hujan

13 Oktober 2022   18:19 Diperbarui: 13 Oktober 2022   18:56 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dasar anjing tak tahu diuntung. Masak kamu tak mau makan jatah sarapanku. Kamu pikir karena tampang borjuismu itu, kamu boleh menghina dan  menginjak harga diriku. Aku memang cuma pelukis nggak laku, tapi aku punya visi besar, Bung!" Ben menyodok perut si pudel agak keras. Anjing itu mengaing kesakitan dan terguling-guling. "Andai kupingmu tidak sakit, pasti kutendang kepalamu." Namun, si pudel tetap tak mau pergi. Ia hanya mendekam ketakutan, kepalanya menempel ke lantai."Maaf Bung aku kalap. Tapi, bagaimanapun kamu harus pergi. Sebenarnyalah aku tak suka anjing."   

Ben menggendong pudel itu. Dengan bersepeda ia bawa pudel kotor itu pergi. Ben ingin melepaskan anjing itu jauh-jauh dari kamar kosnya. Sampai di sebuah taman, ia berhenti. Setelah mengelus beberapa kali kepala si pudel, ia meletakkan si pudel di bawah sebuah bangku taman. Cepat ia berbalik dan mengayuh sepedanya kuat-kuat.  Anjing itu berusaha mengejar. Ben mengayuh sepedanya lebih kuat. Dan si pudel jauh tertinggal. Sengaja Ben mengambil jalan pulang memutar untuk makin membuat bingung si pudel. Lega, begitu pikirnya ketika ia sampai di kamar kost tanpa si pudel di belakangnya.

Kini kembali ia sendirian di kamarnya. Di antara palet, cat, kuas, pisau lukis, ia termangu menghadapi kanvas kosong. Ia ingin Naida ada di dalam kanvas itu. Tapi setelah menatap kanvas berjam-jam, Ben tak juga menggoreskan apa pun di sana. Terlalu banyak warna dari Naida. Terlalu banyak goresan untuk Naida. Dan itu dirasainya perih---apalagi membayangkan Naida dalam kimono. Tapi celakanya, Ben ingin melukisnya.

Lelah karena terhimpit antara keinginan dan rasa tak berdaya, Ben tertidur dengan kepala tertumpu pada kursi dan tangan menggenggam kuas. Ia terbangun ketika tempias air hujan bersama angin menyerbu  mukanya melalui jendela dan pintu kamar yang masih terbuka. Setengah sadar ia lihat jam dinding: sudah lewat tengah malam. Tempias air hujan dan angin makin kencang, menghantam dan menghempaskan kalender-duduk dari atas meja. Genta-genta di depan pintu berkelining ribut. Angin benar-benar menggila. Dan sesekali halilintar menyambar.

Ben beranjak hendak menutup pintu dan jendela. Dilihatnya tempat sampah yang terguling itu; isinya makin berserakan. "Rupanya akan terjadi hujan prahara malam ini. Ya, Tuhan bagaimana dengan si gimbal borjuis itu? Ah, pasti ia bisa berteduh. Tampaknya ia cukup pintar dan berani. Tapi, dia sedang terluka dan kelaparan. Sekarang tentu ia kedinginan. Tidak, tidak..., aku tak salah. Apa yang salah dariku kalau aku tak suka dan tak mau direpoti oleh seekor anjing. Tapi dia terluka. Tentu perih sekali telinganya. Tentu perih, aku sangat tahu itu, aku merasainya."

Genta-genta di depan pintu makin ribut dipermainkan angin ketika Ben mengenakan jas hujan lalu mengeluarkan sepeda. Lima tahun yang lalu ia pernah menembus hujan deras dan angin kencang pada malam segila itu. Tapi waktu itu ia mendekap tas plastik kecil berisi buku puisi untuk Naida. Kali ini ia menyandang tas ransel kosong yang cukup besar. Seekor pudel dapat meringkuk dengan nyaman di dalamnya.

Yogya, September 2003

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun