JAKARTA--Dalam sebuah diskusi publik yang diikuti sejumlah tokoh politik, beberapa waktu lalu, mengemuka pertanyaan tentang perilaku tokoh politik dikaitkan dengan kondisi negeri ini secara umum. Indonesia belum terlepas dari pandemi Covid-19, sebagaimana sebagian besar negara lainnya di dunia. Namun, korupsi dan perilaku menyimpang lainnya masih rentan terjadi.
Yang menarik, dalam diskusi tersebut, tidak satu pun media yang mempertanyakan kasus perselingkuhan yang dilakukan seorang petinggi partai. Kasus yang disebutkan terjadi pada tahun 2013 itu mengarah pada keterlibatan seorang pimpinan parpol.
Paparan awal di atas sangat penting untuk memberi penegasan bahwa tidak semua berita sensasional yang diindikasikan dilakukan seorang tokoh, dalam hal ini petinggi partai, dianggap menarik, layak muat, atau wajib tayang. Media-media besar, sering dianalogikan sebagai media arus utama (mainstream), tentunya memiliki berbagai pertimbangan untuk memastikan atau menentukan sebuah berita layak dimuat.
Kasus dugaan perselingkuhan yang disebutkan dilakukan petinggi partai tersebut, juga bukannya tidak memiliki unsur rekayasa atau kesengajaan. Atas dasar itu pula media-media arus utama tidak menjadikannya sebagai sebuah berita, bahkan mungkin saja mengkategorikannya sebagai sebuah 'berita sampah'.
Pemuatan berita tersebut bisa saja menimbulkan dampak tak terduga di kemudian hari. Misalnya, tuntutan hukum jika seandainya dugaan perselingkuhan tersebut terbantahkan. Apalagi, beredar luas juga opini mengenai subtansi perselingkuhan yang dimaksudkan. Apakah sekadar bertukar "BBM" atau chat melalui platform "Path" bisa dikategorikan sebagai perselingkuhan
Media-media arus utama memahami bahwa konten yang mereka sajikan, apa pun, bisa memengaruhi masyarakat. Opini, pendapat, bahkan pergunjingan. Dalam situasi ketika masyarakat masih didera kekhawatiran, bahkan ketakutan dari pandemi Covid-19 yang masih mendera, wajar juga tentunya jika sedapat mungkin menghindari pemberitaan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Sangat jelas juga jika pemberitaan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan tersebut dapat menimbulkan kesan pembunuhan karakter.
Sebagaimana umumnya terjadi di belahan dunia mana pun, kasus dugaan perselingkuhan yang melibatkan petinggi partai ini hanya menjadi santapan media-media di luar kategori media arus utama. Padahal, seandainya lebih melakukan telaah mendalam, kasus dugaan perselingkuhan itu sendiri sarat tanda tanya.
Misalnya, dalam dugaan teror atau intimidasi yang dilakukan pemimpin partai dan istrinya itu, sebagaimana pelaporan yang disampaikan kepada polisi, dikatakan oleh perempuan tersebut menggunakan aplikasi 'Path' yang sejak tahun 2018 telah resmi ditutup. Sudah pasti jika hal itu membuat pihak kepolisian kesulitan untuk mengembangkannya. Apalagi, dugaan intimidasi atau teror itu disebutkan terjadi pada 2013 dan 2016.
Laporan Tak Ditanggapi
Tertangkap kesan kuat jika pihak kepolisian mengabaikan laporan tersebut. Hal itu bisa dipahami, karena aparat berwenang sulit melakukan pengembangan mengingat locus delicti (tempat) dan tempus (waktu) dari laporan yang disampaikan.