JAKARTA-Awan kelabu seperti tengah memayungi beringin. Hari-hari yang menumbuhkan kegelisahan bagi sebagian besar kader Partai Golkar. Pergantian hari menjelang kelangsungan Musyawarah Nasional (Munas) untuk menetapkan figur yang tepat sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024 sangat mungkin disambut dengan kerisauan. Pergelaran Munas X Partai Golkar, 3-5 Desember di Hotel Ritz Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, sepertinya dibayang-bayangi ketidakpastian.
Pemberitaan seputar situasi politik di internal Partai Golkar sejak sepekan terakhir ini menjadi sorotan di berbagai media-massa, baik media cetak dan online. Bagaimana berbagai media memberitakan kengototan kubu dari Bambang Soesatyo, Ketua Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar yang juga Ketua MPR.
Bagaimana media-media memuat penjelasan dari kubu inkumben Ketua Umum Partai Golkar sejak akhir 2017, Airlangga Hartarto, mengenai adanya janji atau komitmen dari Bamsoet kepada Airlangga Hartarto untuk mendukungnya menjadi pemimpin partai dalam lima tahun ke depan. Tak luput disikapi juga tuduhan loyalis Bamsoet terkait pembagian jatah pemimpin alat kelengkapan dewan (AKD) DPR 2019-2024 yang disebut-sebut tidak fair.
Loyalis Bamsoet terus menerus mempersoalkan pembagian posisi AKD tersebut sebagai bahan pergunjingan. Â Terkait dengan pembagian AKD DPR, misalnya, sampai-sampai akhirnya membuat Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bahkan pasang badan untuk mundur dari jabatan wakil ketua Komisi IV DPR. Itu jelas demi kompromi dengan kubu Bamsoet.
"Saya bersedia mundur dari wakil ketua Komisi IV demi partai. Jika kursi itu baik untuk kompromi, silakan," kata Dedi, sebagaimana dikutip dari berbagai media. Dedi mengatakan, dinamika yang terjadi menjelang Munas Golkar ini antaranya berawal dari persoalan jabatan. Mantan bupati Purwakarta itu menilai, kubu Bamsoet menuding kubu Airlangga Hartarto tidak mengakomodasi mereka untuk masuk posisi jabatan pimpinan AKD di DPR.
Pernyataan para loyalis Bamsoet yang menyebutkan Airlangga menyimpang dari komitmen yang telah disepakati karena banyak menggusur pendukung Bamsoet di AKD maupun partai, termasuk di kepanitiaan Munas, semuanya omong kosong
Menyangkut AKD, Fraksi Partai Golkar DPR mendapatkan jatah tiga ketua komisi (Komisi I, Komisi II & Komisi XI), dan 10 wakil ketua. Jatah Partai Golkar, sebagai pemenang kedua dalam perolehan kursi di DPR (85 kursi) hanya di bawah Fraksi PDIP, yang mendapatkan jatah empat ketua (Komisi III, Komisi IV, Komisi V, Ketua Banggar) dan 11 wakil ketua.
BAMSOET MENDUA
Berbagi tuduhan dari para loyalis Bamsoet yang dialamatkan ke Airlangga Hartarto sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sikap mendua atau ambivalen dari Bamsoet sendiri. Ada sejumlah indikasi untuk mendukungnya.
Jauh-jauh hari, misalnya, Bamsoet memuji langkah Airlangga Hartarto menemui Presiden Jokowi bersama para pengurus Partai Golkar di Istana Bogor di awal bulan Juli lampau. Hal itu, kata dia, sudah sepatutnya dilakukan karena pengurus daerah ikut berjuang langsung memenangkan Jokowi sebagai presiden pada Pilpres 2019 ini.
Presiden Jokowi berulangkali memuji Airlangga Hartarto. Jokowi bahkan menyebut Airlangga Hartarto sebagai Ketum Partai Golkar yang top. Pernyataan dan sekaligus pujian dari Jokowi ini wajar kemudian jika dinilai sebagai dukungan penuhnya kepada Airlangga Hartarto. Â Presiden Jokowi sreg jika Airlangga Hartarto yang Menko Perekonomian itu tetap merangkap jabatan sebagai Ketum Partai Golkar.
Namun, sebaliknya dengan Bamsoet. Belakangan justru dia menyebut bahwa pernyataan Jokowi tersebut normatif saja, jangan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan. Bamsoet juga menegaskan jika, dalam pemilihan Ketum Partai Golkar 2019-2024 itu pemerintah, khususnya Presiden Jokowi, bersikap netral.