Ketua DPR, DPD dan MPR resmi dipilih dan dilantik di Gedung parlemen Senayan, pekan lalu. Kini perhatian masyarakat, mengarah pada pengucapan sumpah dan janji pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Jika tak ada aral melintang, acara sacral itu akan digelar 20 Oktober di Gedung DPR / MPR.
Namun sejatinya bukan itu yang ditunggu oleh masyarakat. Jokowi jadi presiden sudah ketahuan sejak beberapa bulan lalu. Kini yang ditunggu adalah siapa saja Menteri yang bakal membantu Jokowi.
Tentu menarik ditunggu karena ada banyak kepentingan bermain di sini. Jokowi sudah menyatakan Menteri yang akan dipilihnya adalah campuran antara para profesional dan Perwakilan dari partai politik koalisi. Itu wajar karena parpol koalisi sudah ikut susah payah mengusung dan mengantarkan Jokowi ke kursi presiden lagi.
Balasan kini ditunggu parpol tersebut. Maklum, zaman sekarang, apalagi di politik, tak ada makan siang gratis. PDIP, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PPP, bahkan Hanura dan PSI boleh saja berharap.
Bahkan konon parpol pesaing yang jadi lawan Jokowi di Pilpres dan kini berminat gabung koalisi. Misalnya Partai Gerindra atau pun Partai Demokrat yang malu-malu kucing untuk masuk ke gerbong Kabinet Indonesia Kerja jilid II.
Lupakan dulu soal jatah Menteri itu. Berapa banyak yang akan didapat parpol, juga sudah mulai terkuak. PDIP misalnya bakal dapat lima kursi Menteri. Siapa Menteri itu, semuanya akan ditentukan oleh Ketum PDIP, Megawati Soekarno Putri.Â
Sementara Golkar kabarnya bakal dapat jatah tiga kursi Menteri. Nasdem dan PKB bisa jadi dua kursi Menteri. Sementara PPP satu saja kayaknya sudah cukup. Hanura dan PSI, entahlah. Sisanya adalah para profesional pilihan presiden.
Menteri yang Dipertahankan
Dari sejumlah nama menteri lama, banyak pengamat menyebut jika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pantas dipertahankan.
Bagaimana dengan Menteri dari Parpol? Nama Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian sempat disebut pengamat Faisal Basri tak kompeten. Penilaian ini entah jujur atau ngasal, tapi tendensius. Pasalnya Airlangga Hartarto ini bukan sembarang Menteri.
Airlangga Hartarto adalah Menteri yang membuat program Making Indonesia 4.0, yang akan membawa Indonesia untuk siap menjadi negara industri baru.
Apa kata Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar, tentu akan menjadi "dawuh" (perintah) yang harus dilaksanakan kader-kader atau anggota Fraksi Partai Golkar. Lihat saja, bagaimana Airlangga menjadi penentu saat Aziz Syamsudin menduduki kursi Wakil Ketua DPR. Begitu pula perannya saat menjadikan Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR.
Bahkan Bamsoet pun secara terbuka di depan parlemen menyatakan terima kasihnya untuk Airlangga. Ini bukti jika ketua umum Golkar yang kalem ini adalah tokoh kunci yang akan menjadi benteng terpenting Jokowi selama lima tahun ke depan.
Airlangga juga bisa menunjuk alat kelengkapan dewan di DPR agar berada "di posisi" Jokowi. Terlebih Airlangga sudah siap untuk menjadi benteng Jokowi dalam mengawal reformasi yang menjadi acuan demokrasi bangsa Indonesia saat ini.
Salah jika ada anggapan Airlangga Hartarto tak diperlukan Jokowi. Justru sebaliknya ia adalah kartu as Jokowi di panggung politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H