Mohon tunggu...
Fajar Perada
Fajar Perada Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang jurnalis independen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah bekerja di perusahaan surat kabar di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Singkirkan Debat Kusir, Mari Fokus Selesaikan RUU Antiteroris dan Agenda Penting Terabaikan

23 Mei 2018   18:47 Diperbarui: 23 Mei 2018   18:46 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sampai kapan  pemangku kebijakan itu berhenti meributkan hal yang tidak prinsip dan fokus kepada penyelesaikan perkara berat yang masih terbengkalai dalam urusan revisi RUU Antiterorisme. Revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan pemerintah itu  hingga saat ini  tak kunjung diketok

 RUU  ini  seperti dibiarkan mengendap sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Kedua belah pihak, secara tidak langsung seolah-olah menyanderakan dirinya kepada pihak lain. Atau dengan kata lain, dead lock yang terjadi selama ini memang ada yang menghendaki  

Masyarakat sebagai pihak yang menunggu, selama ini hanya dibiarkan menjadi penonton sirkus komidi kata dari para actor di senayan sana. Atau pihak istana yang tak jarang harus memainkan gendang, agar irama yg keluar serasi dengan tarian yang dimainkan kalangan parlemen. Agar penonton dalam hal ini rakyat sedikit terhibur serta melupakan tekanan ekonomi  yang tak kunjung reda.

Maka. Ketika rententan peristiwa aksi bom bunuh diri selama dua hari di Surabaya diikuti oleh penyerangan mapolres di Pekan Baru, semua pihak dikejutkan dan terlihat panic dengan rentetan peristiwan tersebut.

Semua terkejut, dan kembali berpaling kepada  revisi RUU  Anti Teroris, dan semuanya baru sadar, ada yang telah mereka abaikan. Tapi kesadaran itu cuma sebentar, karena watak asli manusia Indonesia kembali mengemuka, yaitu saling lempar kesalahan ke pihak lain, tanpa mau mencoba introspeksi. Baik pemerintah maupun DPR sama saling lempar kesalahan, dan tuduh pihak lain sebagai biang kerok..

Sumbernya ada pada urusan pengertian dan definisi, plus tambahan kata-kata yang membuat urusan RUU itu jalan ditempat. Kedua belah pihak juga sama-sama membenarkan, mereka hanya perlu menyelesaikan sedikit kendala yang tersisa itu.

Semestinya, dengan klaim tinggal menyisakan sedikit pekerjaan lagi, RUU ini seharusnya tinggal ketuk palu.  Apalagi  setelah Pansus telah menemukan alternatif solusi terkait perdebatan frasa "motif politik (terorisme)", apakah dimasukkan dalam batang tubuh atau penjelasan umum RUU itu.

Namun dalam perkembangannya, wacana tambahan kembali mengemuka. Apalagi kalau bukan soal pelibatan pihak-pihak yang  dianggap perlu.

Kalau semula silang pendapat hanya ada di sekitar anggota dewan dan pemerintah, kali ini wilayahnya menjadi lebih luas, khususnya melalui media sosial, dimana   wacana pelibatan unsur TNI dalam penindakan teroris itu juga mengemuka, selain  definisi terorisme itu sendiri yang terus menuai tanggapan di sosial media.

Kekhawatiran tersebut sebenarnya sangat wajar, karena trauma dwi fungsi ABRI yang menjadi alat pemerintahan  Orde Baru era  Soeharto masih tersisa hingga saat ini.

Namun demikian, pemerintah dan tim ahli DPR sejak awal sudah menegaskan bahwa RUU ini  tidak membatasi dan mempersulit proses-proses penegakan hukum oleh para penegak hukum. Dengan artian, kekhawatiran yang tidak perlu itu sebenarnya tak perlu menjadi batu sandungan lagi untuk pengesahan revisi RUU ini.

Hanya pihak-pihak dengan agenda terselubung untuk menggolkan kepentingan pribadi dan kelompok mereka yang mesti diawasi.

Sebab persoalan teroris ini tak semata soal aksi nekad sekelompok manusia yang terpapar ide-ide utopia. Namun juga menyimpang sebuah bom waktu yang berujung kepada agenda besar tangan-tangan tak kasat mata trans nasional yang ingin menjadikan Indonesia hapus dari peta dunia.

Jadi, mari lupakan perdebatan terkait perkara sederhana itu dan focus kepada upaya merawat keindonesiaan dengan mempercepat finaisasi RUU. Sebab UU tersebut diyakini akan menjadi salah satu cara paling efektif untuk mengikis upaya penghancuran Indonesia dari dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun