Puisi : Edy Priyatna
Demi air mataku masih banyak tersisa. Hanya tetap bukan untuk negeriku. Sebaliknya akan aku simpan di wadah. Buat memberi minum anak belum dewasa. Ahli sampah di perempatan jalan. Mengejar makan pada tutup botol berkayu.
Bersama botol plastik bekas minuman. Setengahnya akan kugunakan membersihkan. Jasad saudaraku terguyur lumpur ajaib. Sinambung menyembur akibat ulah pelaksana serakah. Periode ini menjadi penilaian. Khayalan kualitas hidup jadikan peningkatan diri.
Mengarah prestasi lebih baik lagi dimasa nanti. Kemudian mendengar kata pencerita. Boleh ada sebuah negeri impian. Sebuah republik para pemimpinnya tertidur. Untuk sepanjang hari diatas kursi hangat. Kembali diruang janji hingga tak sadar hartanya diambil.
Belasungkawa tidak untuk nagariku. Tetapi untuk kerut muka dan bau badannya. Sebab karena di dalam istana negeriku. Parfum aroma wangi saling beradu. Berlainan rasa berbagai pewangi kerap dipromosi. Raksi keringat jadi wangi bunga gandapura.
Mitraku berpalinglah sebentar walaupun jauh. Areakan aku dironggamu datanglah dari letak diri. Datangkan isi hatimu aku rindu kesetiakawanan. Bersama botol plastik bekas minuman. Sebagiannya akan kugunakan membebaskan. Badan sahabatku tersiram lendut fenomenal.
(Pondok Petir, 29 Nopember 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H