Puisi : Edy Priyatna
Terjaga aman dari semacam keterpurukan. Mulai ketimbang sebuah permainan emosi. Sebangun afeksi karena pemicu memacu. Genjik ganggu pemusatan daya ingat. Tidak rasa tumbuh tertutup lapisan kemauan. Bawah tanah hingga menghasilkan derita. Padahal penderitaan bukan sifat kita. Bukit nan selalu ramahpun menjadi murka. Sejuk membara dalam gelap tangannya berdarah. Dalam menuntut rasa kemanusiaan.
Padat perjuangan hidup hingga mati. Semenjak bala bantuan datang bagi rakyat. Melalui setiap itu kebahagiaan pengurus tiba. Datang mendarat masuk kedalam kalbu. Selanjutnya resah jiwa ingin berontak. Mulutpun ingin berteriak namun lidah ini terasa kaku. Terai mecoba seluruh berkembang elok. Cerah dari satu bunga dengan banyak putik. Berlimpah merah putih hingga jingga. Daunnya hijau sepanjang zaman.
Harumnya tak lekang oleh waktu. Keadaan selalu cantik karena beronak. Bersusuh seperti dingin terpaut luka. Mulai kesenyapan terpelesat ke cakrawala. Udara melayangnya rasa berkemampuan. Terganggu tanggapan hati berganti pada dasar alami. Melatih diri untuk biasa akan kembali sendiri. Akan berubah nyata kemudian membakar semangat. Memasak bangkitkan untuk maju kembali. Sukses mengikuti jejak para kesatria.
(Pondok Petir, 09 Nopember 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H