Puisi : Edy PriyatnaÂ
Hadapan figur wajah tetap terpajang. Selama dalam kewajaran alami. Titipan pesanan di sampaikan. Gejala tanda nan di ukurkan. Serak menyebar keterangan bukti. Bias cahaya ciptakan ketenangan. Raut wajah malam suara deras hujan. Dalam sajak curahan hati. Mungkin perih tanah di gali terangkat. Dari dalam ilmu tak kan pernah selesai.
Walau pagi maupun musim berganti. Mulai memicu hujan banyak mengganggu. Perjalanan musim begitu tak ternyana. Cukup mendebarkan lubuk perangai. Menimbulkan bersit kegelisahan. Duhai bakat tuah anugerah. Kegaduhan gemuruhkan dada. Getarkan raga luruhkan jiwa. Berakhir sudahkah menjelma. Dalam langkah keadaan musim.Â
Mata hati ternyata takdir telah mengoyak. Tenang pada fitrah ibadah. Angan tinggal puing nan berserakan. Berkeping tak beraturan indah. Maha bergelora pusaran gairah. Namun tak dapat di raih cantiknya. Tapi tak bisa di pegang tak bisa di raba. Keren menawan buah pikiranku. Senantiasa erat dalam pelukan. Langkah tegapku menyusuri belantara. Â
(Pondok Petir, 21 Maret 2019)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H