Puisi : Edy PriyatnaÂ
Kawula terhempas pada batu
terpecahkan oleh dalam waktu
padahal baru kemarin pendulang kembali
setelah desa di landa gempa
kumandang suara pujian pun
masih sayup terdengar
Menjadi hiasan batang pohon
berasap wangian kayu
kini saat hantu bumi datang
orang tua menyambutnya gembira
ular menari serentak di atas bumi
bersama mengayak rongga nantaboga
Seluruh penjuru belahan dunia
dengan paduan bunga rampai
merah hijau hitam kuning emas
putih perak tanpa pernah adanya resesi
maka disinilah aku sendiri sekarangÂ
menatap cakrawala menitipkan sebuah doa
Debu butiran arang melekat sandang lusuh
mentari menyoroti sinarnya jauh
menghitung noktah titik demi titik
hingga menyerap rasa panas
dari kejauhan kembali terlihat
para petani mulai membersihkan lahan
Mengenai sawah ladang kering
berjoget rentak dengan paculnya
menjadi renungan suatu angan
tanah bagi penyair adalah seluruh hidup batin
air bagi penyair adalah unsur bahasa tulisan
tedung menembus jantung gunung
(Pondok Petir, 03 Agustus 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H