Puisi : Edy Priyatna
                Â
Rawan tanganku untuk di gentarkan
jemari terkejut mengikuti penguasa
pikiranku nan mengatur sukma
sebatas terjadilah goresan alat tulisku
demi lembar benang suci dalam jiwa
mengisahkan sebuah kisah pemeriksaan
nan terpatri menjadi satu corak
sambil lubuk ruang ingatanku
Tengok mata hatimu tersengut-sengut
hendak rasanya ku membasuh air matamu
mudah luka itu kering sembuh
sempadan kau bisa melukis pelangi
di pojok kedua matamu
jangan ada air mata lagi
kemudian aku hirup mata airmu
senggat kehausan rindu ini tetap terbenam
Angin malam mulai melantun
menggoda guguran daun di tepi jalur
suara gending nan berjengket
menamakan lantai dingin panggung akbar
sebentuk gedung pertunjukan
tengah di deretan depan bangku pendengar
serupa cerita sandiwara drama
berangkaian puisi berputar
(Pondok Petir, 28 Juni 2018)