Perdana bertemu ketika kita masih terasa asing tak ada rasa selainÂ
satu sama lain karena tidakdapat mendengar suaranya dengan baik
dukaku melangkah di jalanitu bulat polos tidak terselubung bergerakÂ
lemah masygul sedih sepertigagal dan membisu dalam kekecewaanÂ
membelenggu diri telahbergulat mati-matian demi sajak kau dibunuhÂ
kehampaan dan kebodohanmembuat jiwa bergetar saat sorot mataÂ
tak berkedip menatapmu serasabenda tajam mengalir dalam darah
membersihkan seluruhjantungku dalam bayangan matamu bening
Â
Andaisuatu saat nanti kita bertemu kembali di jalan itu maka kupelukÂ
karena pergumulan tabu siapaaku siapa kamu siapa kita siapa waktuÂ
sehingga berjalan begituakrab langkah hati mewujudkan percakapanÂ
menciptakan sajak-sajakterus mengalir maka disinilah aku sendiriÂ
sekarang menatap cakrawala dan menitipkan sebuah doa penuh
ubun-ubun kau masih sajabergerak semilir ketika kuhirup udara pagi
bahagiadari semesta dikala langit sedang berwarna-warni lingkaranÂ
akan kurangkul dirimu dan juga jalan itu harapan untuk hari esok
Â
Puisi: Edy Priyatna
(Pondok Petir, 19 Mei 2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H