Beringsang Terik Deru Debu Santapan Kami
Puisi : Edy Priyatna
Beringsang terik deru debu santapan kami
walau setiap hari mencari rejeki demi sesuap nasi
kadang kala berteriak dalam sunyi
selalu menanti ketua peduli sekalian ini
berilah kendaraan tak akan lewat lagi di jembatan telah usang ini
gelagar tiang tali mengangguk tunduk berkarat
dulu bus selalu lewat dengan suara desah mengisi senja hari
tertelan muatan dan orang penuh tanda tanya
dimana kepala terminal disini bus tak mau lagi berhenti
jembatan kembali membentang terminal ditelan ribuan kekosongan
Berbobot satu atap adalah rasa sukacita
untuk tidak saling memukul manakala senja malas melintas
kita harus tak enak hati kentung desa berbunyi
isyaratkan tanda bagi semua
duhai sahabat dekat kami butuh sesuatu
pandangkan tanganmu keatas
agar dapat ditutup sebuah penyerahan
sekarang kami merasa telah berbeda
bagaikan dewa membunyikan lonceng di angkasa
dibumi mengharap gaungan itu nyaring mempesona
Batin perjuangan harus selalu ada terus membara
berasingan berbeda rasa berbagai pewangi kerap dipromosi
sadarkah siapa telah mengangkatmu
sehingga menjadikan dirimu duduk di kursi
setakat menjadikan dirimu berdiri
sesangkat menjadikan dirimu bertahta
kini kecewa karena telah memilih kucing di dalam kantong
teringat ketika itu mereka semua kita pilih
kini mereka hanya tidur di kursi
tak mengerti atau telah lengah mencuar
(Pondok Petir, 09 Mei 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H