Mohon tunggu...
Ujang Fahmi
Ujang Fahmi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tinggal dijogja, suka chelsea, politik dan pendidikan semua dinikmati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengajian dan Pembudayaan Anti Korupsi

15 November 2012   17:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:17 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di Indoesia sudah sangat membudaya dan dengan semua perangakat Negara yang dibentuk untuk menanganinya masih cukup jauh dari harapan untuk membasminya. Korupsi masih terus tumbuh subur seperti ada yang membudidayakan. Tentunya hal ini tidak diinginkan oleh rakyat Indonesia yang maish peduli dengan masa depan bangsanya, masa depan anak cucunya kelak. Korupsi memang memiliki dampak sistemik yang dapat merusak semua tatanan Negara bangsa ini. Korupsi menybabkan bukan hanya kerugian materiil, namun juga dapat mempengaruhi mental dan budaya masayarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya ekstra untuk membasmi hama koruptor dari ladang subur ibu pertiwi. Perlu adanya upaya yang lebih dari semua upaya yang ada sekarang ini.

Namun upaya seperti apa yang seharunya dilakukan?. Tentu saja Indonesia sudah punya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) namun ternyata keberadaannya belum cukup mampu untuk mengatasi korupsi. Bahkan mungkin jauh dari hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuannya. Memang masih butuh waktu buat KPK untuk membuktikan diri cukup kompeten untuk menangani dan memberantas koruptor di Indonesia. Sampai sejauh ini kinerjanya masih sering berbenturan dengan lembaga hokum lain, yang masih sangat segar diingatan kita adalah kasusnya dengan POLRI. Tapi marilah kita berfikir realistis. KPK adalah lembaga baru, jauh sebelum itu sudah ada lembaga – lembaga lain yang menangani kasus – kasus ini. Sayangnya, kita harus mengakui juga bahwa lembaga lain tersebut sudah di rasuki oleh koruptor -  koruptor juga. Konsekuensi logisnya adalah mana mungkin lembaga yang tidak bersih dari korupsi dapat melakukan tugas membersihkan korupsi. Simplenya saja, orang yang tidak dapat menyapu halamannya akan kesusahan untuk menyapu halaman tetangganya.

Kerja KPK selama ini berfokus untuk mengejar para koruptor atau mencari para koruptor dan hal tersebut ternyata kurang begitu efektif. Karena koruptor satu tertangakap muncul lagi koruptor dua dan tiga, dan begitu seterusnya. Sehingga jika hal ini terus berlanjut mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama atau mungkin juga tidak akan pernah selesai sampai Negara ini nantinya habis atau tidak ada lagi. Tentunya hal tersebut tidak diingan oleh semua pihak, mungkin juga oleh para koruptor itu sendiri (dimana lagi mereka dapat nilep uang rakyat). Oleh karena itu, harus ada upaya lain yang harus dilakukan untuk dapat menghentikan laju korupsi di tanah ibu pertiwi. Upaya tersebut adalah upaya pencegahan munculnya generasi baru para koruptor.

Selama proses pengejaran, penangkapan dan selanjutnya penyelesaian kasus-kasus korupsi yang sudah terjadi tindakan atau upaya untuk pencegahan tidak kalah penting untuk dilakukan. Namun, jika upaya penyelesaian kasus saja membutuhkan waktu yang cukup lama, maka untuk upaya pencegahan juga kita harus cukup bersabar untuk menunggu hasilnya. Satu hal yang pasti, selama proses ini berlangsung (penyelesaian kasus dan pencegahan) lembaga yang sudah ada harus tetap didukung untuk terus mengejar, menangkap dan menyelesaikan kasus yang ada. Untuk saat ini lembaga tersebut adalah KPK yang harus mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Ada yang bilang kalau korupsi kini dilakukan secara sistemik. Itu artinya jika ada yang korups dalam sebuah lingkungan (biasanya lingkungan birokrasi) maka hampir dapat dipastikan ada koruptor-koruptor lain dalam setiap tingkatannya. Oleh karena itu, upaya untuk mencegahnya juga harus dilakukan secara sistematis di setiap jenjang. Mulai dari keluarga, rt, rw, desa dan seterusnya harus memiliki yang rencana sistematis untuk melakukan upaya pencegahan. Membudayakan hidup anti korupsi kalau sudah seperti ini harus menjadi agenda nasional. Kalau perlu, ada salah satu hari tanpa korupsi, dimana setiap orang pada hari tersebut menyadari dari dirinya sendiri untuk tidak melakukan korupsi.

Hari tanpa korupsi mungkin hanya salah satu saja, dari kegiatan yang dapat dilakukan oleh rakyat Indonesia. Siapa yang mampu melakukan hal ini? Sudah pasti hanya pemerintah yang mampu menetapkannya. Jika ada hari tanpa tembakau sedunia, dan pada hari tersebut para perokok aktif berupaya dengan sadar untuk tidak merokok, kalaupun mereka harus tetap merokok maka mereka akan menyingkir ke tempat dimana ketika dia merokok tidak ada orang yang terganggu oleh kegiatannya. Dia hari yang sama juga, orang – orang yang tidak merokok ketika melihat ada orang yang merokok dan mengatakan “ini hari tanpa tembakau sedunia lho…” dampaknya luar biasa, minimal membuat si perokok itu malu.

Tentunya antara perokok dengan koruptor tidak dapat disamakan. Analogi ini mungkin terlalu jauh, namun mengingat korupsi juga seperti sudah membudaya di Indonesia maka yang ditekankan disini adalah bagaimana proses pembudayaan hidup anti korupsi juga harus mulai di galakkan dan menjadi juga menjadi sebuah budaya. Selain itu, selama ini kekuatan lembaga pemberantasan korupsi sangat terbatas dan hal tersebut harus kita akui sebagai salah satu tidak habis-habisnya para koruptor di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada kekuatan tambahan untuk melakukan upaya ini. Jika pembudayaan ini dilakukan oleh di setiap jenjang, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia dapat bebas koruptor.

Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah bagiamana proses pembudayaan hidup anti korupsi tersebut?.

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya. Kekayaan Indonesia bukan hanya karena tanahnya subur dan mengandung kekayaan lainnya. Kekayaan Indonesia juga karena beragamnya kebudayaan yang ada di sini. Tanah ibu pertiwi ini di karuniai oleh keberagaman budaya yang semakin memperkaya Indonesia. Oleh karena itu, saya berfikir kini sudah saatnya kita merancang sebuah kegiatan yang sistematis untuk melibatkan lembaga-lembaga kebudayaan yang ada disetiap lapisan masayarakat untuk menjadi sarana dan tempat menyebarkan faham anti korupsi.

Sebegai contoh saja, di jawa kita mengenal ada budaya yang namanya pengajian. Dalam pengajian ini, selain ngaji (biasanya membaca al-qura’an) masyarakat juga ngobrol tentang banyak hal. Mulai dari kondisi kebun atau tanaman di sawahnya, obat – obatan dan pupuk yang di gunakan, sampai masalah politik biasanya mereka perbincangkan. Jika saja, ada upaya yang sistematis untuk memasukan pembahasan tentang korupsi dalam kegiatan seperti ini, tentunya akan menjadi sebuah langkah yang cukup bagus untuk menumbuhkan budaya korupsi itu sendiri.

Beberapa bulan yang lalu, saya lupa tanggal dan bulan tepatnya. Saya menghadiri sebuah acara yang di prakarsasi oleh KPK (ketika itu masih di pimpin oleh Busyro Muqodas) di Yogyakarta. Di akhir masa jabatannya sebagai ketua KPK tersebut saya pikir Busyro sudah menunjukan cara lain yang selama ini dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Acara tersebut adalah kampanye anti korupsi dengan menggandeng kelompok Kyai Kanjeng (yang dipimpin oleh Nurcholis Majid/ Cak Nun). Didalam acara tersebut juga dihadiri oleh pihak POLRI dan juga Budayawan. Langkah teresbut adalah sebuah terobosan baru yang seharusnya terus dikembangkan. Mengkampanyekan anti korupsi melalui kegiatan – kegiatan yang sudah membudaya.

Kita ketahui, bahwasanya Cak Nun dengan kyai kanjengnya secara rutin melakukan Ma’iyahan (sejenis pengajian) yang didalamnya diisi oleh acara musik dan juga diskusi tentang kehidupan. Kegiatan ini sudah dilakukan oleh Cak Nun selama bertahun – tahun, sehingga kini sudah ada jama’ah (pengikut pengajian/ orang yang selalu hadir) tetap. Ketika KPK masuk dalam kegiatan ini dan mengkampanyekan anti korupsi, maka secara otomatis para jam’ah disitu memperoleh hal baru tentang korupsi. Apapun itu, yang pasti ini sebuah proses pembudayaan dan sebuah terobosan yang harus dikembangkan.

Itu hanya satu kelompok, bagaimana dengan kelompok lain dari budaya lain. Tentunya banyak sekali kegiatan dan kelompok yang dapat mengembangkan hal ini. Bahkan jika diperlukan ada alokasi dan khusus untuk menggaet komunitas – komunitas yang sudah mapan untuk mengkampanyekan anti korupsi. Tentunya untuk bagaimana caranya kita masih dapat pikirkan dan sesuaikan dengan kultur yang sudah ada, karena setiap kelompok dan setiap kebudayaan memiliki karakter yang berbeda – beda. Ini adalah sebuah peluang yang harus dilihat dan dimanfaatkan. Bisa dibayangkan, jika setiap komunitas budaya melakukan kampanye anti korupsi di Indonesia, maka suaranya akan menggema keseluruh pelosok negeri ini.

Selain itu, pemanfaatan media lain juga sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan proses pembudayaan ini. Iklan di Tv beberapa kali sduah saya lihat, itu adalah hal yang bagus, namun mungkin masih perlu lebih digiatkan lagi. Namun mengingat Tv di Indonesia kini dikuasi oleh swasta, yang artinya ada harga untuk sebuah iklan maka kerjasama oleh pemrintah dengan pihak sawasta pengelola tv harus dilakukan. Mungkin kalau tidak iklan tayang dapat juga berita yang beruapa text atau apa saja yang sifatnya mengingatkan masayarakat akan budaya laten korupsi di Indonesia. Kalau perlu ada sinetron tentang koruptor mungkin.

Ngomong – ngomong tentang sinetron, sepertinya saya belum pernah ada sutradara yang menggarap film tentang korupsi. Mungkin hal ini juga perlu dilakukan. Intinya, korupsi yang sduah membudaya dan terbudidayakan harus dilawan dengan sebuah upaya pembudayaan juga, disetiap jenjang dan disetiap lapisan masayarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun