Mohon tunggu...
eppel eve
eppel eve Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

translate interpret facilitate

Selanjutnya

Tutup

Foodie

kembali ke teko

25 Januari 2011   17:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

iseng-iseng barusan saya menghitung waktu saat mengisi mug.

ternyata untuk mengisi mug standar (sekitar 10 cm tinggi dan diameter) dari dispenser air (model standar yang kecil) memerlukan waktu 10 detik.

waktu yang diperlukan ini sangat lama dibandingkan menuangkan air langsung dari teko (diameter lubang 1.5 cm) atau ceret (diameter lubang 3 cm), yakni sekitar 3 detik.

ga ada kerjaan mungkin ya menghitung hal remeh kayak gini. tapi mungkin jika dikaitkan dengan betapa banyak orang kota malas minum air, mungkin hal ini agak nyambung. beberapa artikel kesehatan menganjurkan orang minum 8 gelas sehari minimal, dan katanya lebih baik kalau sebelum makan kita minum 2 gelas air. dengan asumsi melayani diri sendiri, diperlukan waktu setidaknya 80 detik untuk 8 gelas air, belum ditambah perjalanan bolak-balik dispenser. bayangkan waktu yang diperlukan oleh office boy yang melayani sekian banyak pegawai.

pengalaman pribadi saya sendiri, semakin lama kita menunggu gelas terisi, semakin berkurang selera kita untuk minum (seperti halnya orang terkadang malas melihat antrian panjang).

di sisi lain, hal yang serupa terjadi pada "kepuasan minum" menggunakan botol, gelas, dan wadah bersedotan. untuk air bening, sebagaimana juga penikmat anggur dan bir, rasanya lebih afdol minuman ditempatkan pada gelas, sehingga muncullah berbagai bentuk gelas yang mendukung kenikmatan tersebut (bayangkan gelas bir besar yang diisi penuh hingga berbuih pada tepian gelasnya, yang kemudian membedakan kegiatan menikmati minuman dengan sekedar "menenggak" bir dari botolnya).

besarnya debit air dari gelas nampaknya lebih memuaskan dahaga, mendorong orang lebih banyak minum, disusul dengan botol (karena faktor debit air yang lebih sedikit), dan terakhir sedotan (karena upaya yang lebih besar yang diperlukan untuk menyedot). logika ini terbukti pada kasus bingung puting pada bayi yang setelah terbiasa dengan dot akan menolak puting ibu.

jadi kesimpulannya, (untuk saya pribadi) jika kita ingin membudayakan banyak minum untuk mencegah berbagai "penyakit kota" dan menjaga kebugaran, mari kita kembali ke teko. untuk air panas gunakan termos, atau termos listrik (walaupun dari segi listrik perlu diteliti yang paling hemat energi). selain lebih cepat dan praktis, juga lebih higinis karena mudah dibersihkan (pernahkah Anda membersihkan dispenser Anda? kalau pernah, mohon bagi tips bagaimana caranya karena saya mengalami kesulitan membersihkan secara menyeluruh selain hanya digelontor).

lalu, untuk membawa air untuk di kantor, gunakan wadah gelas atau berbukaan besar (model gelas bertutup/ tumbler - yang sekarang banyak tersedia, berbagai pilihan bahan dan model). jika ingin mengatur suhu minumannya gunakan gelas termos - yang juga bisa digunakan untuk sup atau mie instan seduh.

lalu, dispensernya buat apa donk? sementara ini dispenser di rumah masih difungsikan, terutama untuk anak-anak (karena teko agak berat), sebagai cadangan kalau air ledeng pas mati, dan sebagai "penanda modernitas" (citra yang dibangun iklan air minum galonan).

oya, sebagai catatan, untuk amannya tidak ada salahnya mengecek terlebih dahulu ke laboratorium apakah air di rumah sudah layak minum berdasarkan kandungan fisik, kimiawi, dan biologisnya. jika kurang memenuhi syarat perlu dilakukan pengolahan dulu (filtering dsb.), jika tidak air minum galon dan dispenser mungkin masih menjadi pilihan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun