Konsumen semakin puas jika citra kuno tersebut dialihkan sesuai dengan pergeseran aspirasi konsumen mengenai personalisasi produk jamu. Hal ini adalah temuan bahwa komunikasi merek jamu yang ada saat ini akan semakin dianggap kuno jika masih terus melekatkan atribusi kuno pada produk dan mereknya. Maka agar produk dan merek lebih bisa diterima, komunikasi produk dan merek kamu juga disarankan lebih fokus kepada rekomendasi Mouth to Mouth dibandingkan iklan hal ini mempertimbangan bahwa konsumen dalam mengkonsumsi jamu, keluarga dan orang terdekatlah yang paling banyak berpengaruh. Produk dan merek jamu juga disarankan untuk lebih banyak memberikan rekomendasi kepada konsumen supaya meningkatkan niat dan motivasi konsumen untuk mengkonsumsi jamu.
Terjadi sebuah anomali bagi konsumen jamu antara golongan umur dewasa dan umur muda. Untuk golongan umur dewasa, mereka menyukai produk Jamu dengan citra kunonya, namun mereka tidak menyukai visual kuno melekat pada jamu. Sedangkan golongan umur muda, hanya mengkonsumsi jamu karena situasional dan berasas manfaat. Golongan ini tidak dapat mengabaikan dua hal yang menjadi ketidaksukaannya pada Jamu yaitu, rasa pahit dan aroma yang tidak bersahabat. Di sisi lain, mereka tertarik dengan visual Jamu yang kuno atau tempoe-doeloe. Hal ini relatif disebabkan oleh alasan bahwa visual tersebut adalah unik dan awam di mata responden muda.
Sejalan dengan tren anak muda yang sedang digandrungi beberapa tahun terakhir, yaitu Pop Culture atau Everything Old Is New Again tentunya menjadi pertimbangan untuk para pelaku bisnis lokal, UKM dan UMKM dalam menyasar anak muda sebagai target pasarnya.
Kesimpulan dari studi ini menyimpulkan bahwa jamu merupakan sebuah kategori produk yang memiliki peluang usaha yang menjanjikan baik secara jangka pendek atau jangka panjang. Peluang usaha ini perlu disikapi oleh para pelaku usaha lokal, UKM dan UMKM yang tentunya menjadikan jamu sebagai produk yang ditawarkan sebagai opsi asupan kesehatan yang memiliki relevansi tinggi terhadap perubahan pola kehidupan masyarakat khususnya dalam beradaptasi pada kebiasaan baru.
Jargon Jamu is New Espresso yang melekat pada masyarakat terhadap Jamu saat ini adalah sebuah cara pandang baru bagi masyarakat terhadap produk jamu dalam meraih harapannya untuk terus menjaga kesehatannya. Sejenis dengan jamu, kopi telah berhasil lebih dahulu mengubah citra “kuno” dan “pahit” menjadi “minuman segar” dan “sehari-hari”.
Dalam perkembangannya Jamu diharapkan dapat bergeser sejalan dengan meningkatnya pengkonsumsian Jamu atas dorongan khasiat umum jamu dimata masyarakat salah satunya adalah meningkatkan imun tubuh, menjaga kesehatan dan menyehatkan kulit. Dengan jargon ini pula, jamu diprediksikan dapat menjadi tren minuman mendatang yang akan menyaingi kopi di tengah era adaptasi kebiasaan baru saat ini.
Peneliti;
DR (C) Erwin Panigoro, S.T, M.M (Dosen Program Studi Komunikasi FISIP, Universitas Indonesia, Director of Daksa Adi Data – Brand & Digital Science Agency)
Marcia Belinda (Mahasiswi Komunikasi FISIP, Universitas Indonesia)
Fransisca Kurnia (Mahasiswi Komunikasi FISIP, Universitas Indonesia)