Mohon tunggu...
Natkha
Natkha Mohon Tunggu... Penerjemah. Penulis -

Belajar tidak pernah mengenal usia. Menulis, menerjemahkan, menyanyi, bermain musik - semua sedang dalam tahap belajar. Seperti kata seorang teman: tak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu. Carpe Diem. Seize Your Day.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghadapi Anak yang Berduka

22 Januari 2017   18:01 Diperbarui: 6 Maret 2018   11:19 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto:parents.com/kids/development/behavioral/helping-kids-cope-grief/

Kematian orangtua adalah hal yang pada umumnya ditakuti oleh anak - terutama oleh anak yang masih kecil atau usia sekolah. Pernahkah Anda datang ke tempat kedukaan dimana ada anak yang masih usia sekolah di sana yang sedang berduka? Apa reaksinya? Bagaimana Anda menghadapinya? Mungkin dia akan menghampiri kita dan bertanya: Siapa yang menjagaku sekarang? Ke mana Mama pergi? Apakah dia akan kembali lagi? Apakah aku bisa bertemu Mama lagi? Apa yang harus aku lakukan sekarang? 

Bijaklah menjawab pertanyaan mereka. Jangan asal menjawab dengan tujuan mereka tidak bertanya lagi. Ingat, hatinya sedang terluka. Dia sedang berduka. Dia sedang mencari jawaban.

Berikut ini beberapa hal yang harus kita pertimbangkan saat menghadapi situasi ini. Jangan lupa, jelaskan sesuai dengan usia anak tersebut. 

  • Katakan yang sebenarnya, bahwa orangtuanya meninggal dunia dan tidak akan kembali lagi. Katakan bahwa sekarang almarhum telah kembali kepada Tuhan. Dia tidak akan kembali ke sini, kitalah yang akan pergi kepada Tuhan. Jangan sekali-sekali berbohong dengan berkata bahwa Mama akan kembali dalam mimpi. Anak yang berduka akan merasa tak adil dan sakit hati karena dia pasti ingin Mama kembali dalam wujud fisik, bukan dalam mimpi.
  • Ijinkan dia bersedih untuk sementara waktu. Jangan sarankan untuk melupakan. Wajar, kalau mereka masih sedih dan rindu ketika baru saja kehilangan. Bersabarlah. Bahkan orang dewasa pun seringkali butuh waktu yang lama untuk tidak lagi bersedih atas kematian pasangannya. 
  • Bantu anak untuk mengenang orangtuanya dengan cara yang sehat. Tanyakan apa yang dia suka dari almarhum: apa kebiasaannya yang melekat di pikiran anak; apa yang sering dilakukan, dikatakan; apa warna atau benda kesayangannya. Bantu dia mengenangnya. Boleh membuat surat cinta kepada sang Mama atau Papa, untuk mengekspresikan perasaannya. 
  • Ceritakan juga perasaan kita padanya bahwa kita pun kehilangan, rindu, sedih. Dengan begitu, dia tahu bahwa apa yang dirasakannya itu normal. Kadang-kadang, orang dewasa terlalu cepat menunjukkan bahwa mereka telah pulih. Ini membuat anak merasa bersalah karena ia sendiri masih sedih. 
  • Anak menghadapi kematian dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang banyak bertanya. Ada yang diam saja. Ada yang terus menerus menangis. Jangan marahi. Hadapi dengan lembut dan peluk mereka. Coba jawab pertanyaan mereka dengan sabar. 
  • Kemana dia bisa mengadu setelah orangtuanya meninggal? Tentu, yang pertama-tama kepada Tuhan. Dekatkan anak kepada Tuhan karena pada akhirnya memang hanya Tuhanlah yang tetap ada bagi dia. Kita juga suatu saat akan meninggalkannya. Yang kedua, jika masih ada, kepada orangtuanya yang masih hidup. Yang ketiga, kepada sanak saudara. Jika kebetulan kita adalah sanak saudaranya, katakan bahwa dia bisa menghubungi kita kalau dia perlu. Tepati janji Anda.
  • Kremasi atau pemakaman? Jelaskan apa yang akan terjadi pada jenasah orangtuanya. Jelaskan juga apa yang sebenarnya terjadi terhadap jiwa sang orangtua menurut agama yang bersangkutan. 
  • Bantu anak untuk pulih dengan cara yang benar, bukan dengan paksaan "jangan ingat-ingat Mama lagi, dia sudah meninggal. Kamu harus sekolah dan bantu Papa, ya." Percayalah, dia akan tetap tumbuh besar dan pada waktunya akan bisa membantu orangtuanya. Tapi jangan paksa dia melakukannya sekarang, saat hatinya sedang sedih karena kehilangan orangtuanya. 

Anak tetaplah anak, berapapun usianya. Dia pasti sedih ketika orangtuanya meninggalkannya selamanya. Jangan minta mereka dewasa sebelum waktunya. Pada kasus tertentu, kalau menurut Anda kematian tersebut memberi pengaruh yang sangat negatif (anak menutup diri sama sekali, atau tidak mau melanjutkan studinya, dan lain-lain), carilah bantuan psikolog.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun