Mohon tunggu...
Rois Arios
Rois Arios Mohon Tunggu... -

peneliti di bpsnt padang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebudayaan, Masa Depan, dan Tanggung Jawab Siapa?

10 Januari 2012   06:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:05 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Rois Leonard Arios

Kebudayaan dalam struktur pemerintahan RI, menjadi "anak tiri" dibanding bidang lainnya. Pindah-pindah kementerian, dari departemen, non departemen, badan, hingga saat ini belum jelas KEMANA AKAN KUCARI?

Dikbud sudah dibentuk namun masih belum ada kejelasan apakah kebudayaan yang ada di Kementerian Kebudayaan dan  Pariwisata yang sekarang sudah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan diboyong ke Dikbud? ada informasi Kemenparekraf juga berambisi untuk tetap mengelola kebudayaan dengan membentuk eselon 1 dengan nama Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya dengan masing-masing eselon 2-nya terdiri dari Direktorat Perfilman, Direktorat Seni Pertunjukan dan Industri Musik, Direktorat Seni Rupa, Galeri Nasional, dan Sekditjen.

untuk menunjang kemenparekraf tersebut disusun visi dan misinya. visinya adalah terwujudnya kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif.  Untuk mencapai visi tersebut disusunlah misi kementerian ini sebagai berikut:

1. mengembangkan kepariwisataan berkelas dunia, budaya saing, dan berkelanjutan yang mampu mendorong pembangunan daerah;

2. mengembangkan ekonomi kreatif yang dapat menciptakan nilai tambah, mengembangkan potensi seni dan budaya Indonesia, serta mendorong pembangunan daerah;

3. mengembangkan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif secara berkualitas;

4. menciptakan tata pemerintahan yang responsif, transparan dan akuntabel.

Melihat uraian tersebut, timbul pertanyaan, ketika kita berbicara kebudayaan, bukankah kebudayaan itu sebagai bagian yang utuh? dari informasi lain juga diketahui bahwa bidang sejarah, tradisi, dan kepercayaan akan dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. dari sini terlihat bahwa pengelolaan kebudayaan yang bisa menghasilkan uang (profit) akan dikelola oleh Kemenparekraf, sedangkan yang tidak menghasilkan uang (justru menghabiskan uang) dikelola oleh Kemendikbud. disisi lain kemendikbud dituntut bertanggung jawab dalam upaya melestarikan dan membentuk karakter bangsa ke arah yang baik yang mungkin akan bertentangan dengan program Kemenparekraf yang cendrung "menjual" kebudayaan Indonesia untuk kepentingan pariwisata yang tentunya akan meningkatkan devisa.

Pengelolaan kebudayaan oleh pemerintah pusat sebenarnya masih menjadi polemik. sebagian ada yang berkomentar, kebudayaan itu baiknya diserahkan ke daerah masing-masing dengan alasan daerah yang lebih paham kebudayaan yang ada di daerahnya (tentu dengan semangat OTODA). Pihak lain justru berpikir sentralistik, kebudayaan harus tetap dikelola oleh pusat agar lebih terkoordinir dan tetap menjadi alat pemersatu bangsa.

Terlepas dari polemik tersebut (pusat atau daerah), kita lihat kondisi sekarang, bagaimana sebenarnya pengelolaan kebudayaan oleh pusat dan daerah? Daerah dengan semangat OTODA, membentuk perangkat daerah pengelola kebudayaan dengan nama yang beranekaragam dengan tupoksi yg juga beranekaragam terkadang gak nyambung.Bandingkan juga dengan pengelolaan oleh pemerintah pusat, tidak jauh beda dengan daerah. Lihat saja ketika di Kemenbudpar, kebudayaan dikelola oleh dua Ditjen (NBSF dan SEPUR) dengan alasan bahwa kebudayaan itu ada dua jenis yang bendawi (tangible) dan yang non bendawi (intangible). Masing-masing Ditjen juga membentuk eselon 2 (direktorat) yang cukup ramai dengan nama dan tupoksi yang gak kalah anehnya dengan di daerah. Belum lagi dengan adanya UPT (unit pelaksana teknis) yang tersebar di seluruh Indonesia dengan nama dan tupoksi yang aneh-aneh pula.

Sepertinya program pengelolaan kebudayaan di Indonesia menganut paradigma PADAT KARYA, artinya membutuhkan begitu banyak pejabat untuk mengelola kebudayaan. Coba kita hitung berapa banyak PNS yang bekerja di bidang kebudayaan:i PNS Pusat dari eselon 1, 2, 3, 4, fungsional, dan non eselon; PNS daerah dari eselon 2, 3, 4, dan non eselon. Dengan perhitungan tersebut, dihitung lagi, berapa besar anggaran belanja pegawai untuk mengelola kebudayaan tersebut plus sedikit anggaran untuk pelaksanaan program kerja yang belum tentu terkait langsung dengan tujuan dari pengelolaan kebudayaan tersebut. Masih belum persoalan? nah coba cek lagi latar belakang seluruh PNS yang mengelola kebudayaan baik di Pusat dan di Daerah, berapa persen yang nyambung? dan dari yang nyambung tersebut cek lagi berapa persen pula yang benar-benar berkarya? dari yang benar-benar berkarya tersebut, berapa persen yang karyanya benar-benar berkwalitas? dari yang berkwalitar tersebut berapa persen yang dimanfaatkan oleh pemerintah?

Berbicara pengelolaan kebudayaan sebenarnya sederhana, bila:

1. ada kemauan

2. ada kejujuran

3. ada keiklasan

4. ada pengetahuan

Dari keempat poin tersebut, kepintaran saya urutkan di nomor 4 karena bagi saya bukan yang utama. Semua akan berjalan baik jika seluruh pihak terkait mau bekerja dengan baik, jika seluruh pihak jujur terhadap apa yang dikerjakannya (termasuk penggunaan anggaran), jika semua pihak iklas untuk bekerja tanpa harus mengharapkan imbalan yang lebih dari yang sudah ditentukan, dan demikian seluruh pihak diharapkan memiliki pengetahuan yang bisa diperoleh dengan belajar sambil bekerja (learning by doing). Intinya sepintar apapun orang bila tidak didahului oleh 3 item tersebut semua akan sia-sia, percayalah!

Sekarang, apa yang akan disimpulkan disini? saya kira tidak ada, semua terserah pembaca. Pengelolaan kebudayaan apakah diserahkan ke daerah, pusat, atau pusat dan daerah itu terserah. Seterusnya apakah pengelolaan kebudayaan di pusat dilakukan oleh Kemendikbud, Kemenparekraf, atau apapun namanya nanti setelah 2014 (saya yakin nama dan nomenklaturnya akan berubah lagi) tidak menjadi masalah selama pengelolaan tersebut memang murni untuk kepentingan kemajuan bangsa.

terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun