Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal syariah, sangat komprehensif  dan universal. Komprehensif  berarti merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun sosial. Universal berarti dapat diterapkan setiap waktu dan tempat. Dalam hal konsumsi pun islam mengajarkan sangat moderat, dan sederhana, tidak berlebihan, tidak borosdan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara-saudara setan.
Konsumsi pada hakekatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. (Rokhim Abdul, 2013: Hal. 93)
Perilaku konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengvaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka (Rokhim Abdul, 2013:Hal.94). Fokus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
( )
Artinya: Dari Amr bin syuaib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata, nabi SAW bersabda: "makan dan minumlah, bersedekah-lah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong". (HR.Nas'i)
Konsumsi pada dasarnya dibangun atas dua hal yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan/kepuasan (manfaat). Karena secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi sesuatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam persepektif ekonomi Islam, dua unsur ini memiliki kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri.
Sebab ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka sudah tentu barang motivasiyang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Maksudnya karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam.
Kebutuhan (Hajat)
Manusia adalah mahluk yang tersusun dari berbagai unsur, baik badan, ruh dan akal. Unsur-unsur ini mempunyai keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Seperti kebutuhan manusia untuk makan, pada dasarnya bukanlah kebutuhan perut atau jasmani saja, namun selain akan memberikan pengaruh terhadap kuatnya jasmani, makan juga berdampak pada unsur tubuh yang lain seperti ruh, akal, dan hati.
Oleh sebab itu, Islam mensyaratkan setiap makanan yang kita makan hendaknya mempunyai manfaat bagi seluruh unsur tubuh. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa tidak selamanya sesuatu yang kita konsumsi dapat memenuhi kebutuhan hakiki dari seluruh unsur tubuh. Maksudnya hakiki di sini adalah keterkaitan yang positif antara aktifitas konsumsi dengan aktifitas terstruktur dari unsur tubuh itu sendiri.
Kegunaan atau kepuasan (manfaat)
Konsep manfaat ini sudah tercetak bahkan menyatu dalam konsumsi itu sendiri. Para ekonom menyebutnya sebagai perasaan rela yang diterima oleh konsumen ketika mengkonsumsi suatu barang. Maksudnya rela disini adalah kemampuan seorang konsumen untuk membelanjakan pendapatannya pada berbagi jenis barang dengan tingkat harga yang berbeda. Dalam hal ini Isalam memandang manfaat sebagaimana diisyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an bahwa manfaat adalah antonim dari bahaya dan terwujudnya kemaslahatan. Sedangkan dalam pengertian ekonominya, manfaat adalah nilai guna tertinggi pada sebuah barang yang dikonsumsi oleh seorang konsumen pada suatu waktu.
Konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam. Di antara ajaran yang penting berkaitan dengan konsumsi, misalnya perlu memerhatikan orang lain. Dalam hadis disampaikan bahwa setiap Muslim wajib membagi, makanan yang dimasakkan kepada tetangganya yang merasakan bau dari makanan tersebut. Selanjutnya juga diharamkan bagi seorang Muslim hidup dalam keadaan yang serba berlebihan sementara ada tetangganya yang menderita kelaparan. Hal ini adalah tujuan konsumsi itu sendiri, dimana seorang Muslim akan lebih mempertimbangkan maslahah dari pada utulitas. Pencapaian maslahah merupakan tujuan dari syariat Islam (maqashid syariah), yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.
a. Maslahah dalam Konsumsi
Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islam bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi. (Abdullah Burhanuddin, 2012: hal.129).
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa kandungan mslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material. Disisi lain akan diperolehnya ketika ia mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam.
b. Pengukuran Maslahah Konsumen
Untuk mengeksplorasi konsep maslahah konsumen secara detail, maka disini konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia semata. Contoh jenis konsumsi yang pertama adalah pembelian barang atau/jasa untuk diberikan kepada orang miskin, seperti sedekah, waqaf, maupun ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi jenis kedua adalah konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia sebagaimana konsumsi sehari-hari.
Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta dijalan Allah (fii sabilillah). Konsumsi ibadah ini meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan sekolah, rumah sakit, dan amalan kebaikan lainnya.
Besarnya berkah yang diterima berkaitan dengan besarnya pahala dan maslahah yang ditimbulkan. Nabi pernah mengatakan bahwa amal sedekah yang paling mulia (paling besar imbalan berkahnya) adalah sedekahnya orang yang membutuhkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Hadis ini menunjukkan bahwa besarnya manfaat atas suatu amalan akan menambah pahala dan berkah yang diterimanya.
Kararakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi
Sebagaiman sudah dijelaskan diatas bahwa ketika konsumen membeli barang /jasa, maka ia akan mendapatkan kepuasan/maslahah. Kepuasan akan diperoleh jika ia berhasil memenuhi keinginannya dan keinginan ini bisa berwujud kebutuhan ataupun sekadar kebutuhan semu. kebutuhan semu ini muncul karena ketidaktahuan manusia tentang kebutuhan hidup manusia yang sesungguhnya, misalnya ada rasa nikmat pada makanan karena mengandung penyedap rasa yang sebensrnya cukup membahayakan bagi tubuh manusia.
Maslahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat berbentuk satu diantara hal berikut.
1. Manfaat material
2. Manfaat fisik dan psikis
3. Manfaat intelektual
4. Manfaat terhadap lingkungan (intra  generation)
5. Manfaat jangka panjang
Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa perilaku konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, diman mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasidan memperbaiki suatu pruduk dan jasa mereka. Dalam hal ini Yusuf Qardhawi menjelaskan variabek-variabel moral dalam berkonsumsi yakni: konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang dan menjauhi kebakhilan dan kekikiran.
Sedangkan perilaku konsumen dalam Islam sebagimana yang diteladankan oleh Rosulullah SAW misalnya: konsumsi halal, baik / bergizi, tidak berlebih-lebihan, tidak mengandung riba, tidak kotor / najis dan tidak menjijikkan, dan bukan dari hasil suap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H