Mohon tunggu...
M. Arief Rahman
M. Arief Rahman Mohon Tunggu... -

bekerja di Aceh sejak 1993

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Janji Politik

2 April 2014   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janji Politik

Oleh M. Arief Rahman

Banda Aceh

“Jika kami menang, setiap bulan setiap Kepala Keluarga di Aceh akan mendapat Rp1 juta.”

Kalimat tersebut tentu saja masih terngiang di telinga rakyat Aceh. Dan tentunya akan selalu diingat, mengingat itu adalah ‘janji politik’ pasangan Cagub-Cawagub saat Pilkada 2012 lalu. Kini setelah hampir dua tahun, belum sepeserpun rupiah tersebut sampai ke kantong rakyat.

Dan Ahad medio Maret lalu, janji yang sama kembali diucap. Kali ini jauh lebih besar scoopnya. Sebab, bukan hanya untuk rakyat Aceh, tapi janji yang digaungkan tokoh Partai Nasional tersebut diperuntukkan bagi hampir 300 juta jiwa rakyat Indonesia.

Itu baru janji politik dari satu partai. Jika kita inventarisir janji-janji yang keluar dari mulut para politikus yang didaulat menjadi orator politik pada kampanye terbuka Pemilu Legislatif 2014, maka kita akan mengangakan mulut dan sibuk mengali-ngali dengan kalkulator, sebab, tak cukup lagi jari tangan kita untuk menghitung.

Ada yang rasional, namun tak sedikit janji yang diumbar tidak masuk akal.

Dari mana kita akan mendapatkan duit Rp4.500 triliun selama lima tahun hanya untuk memberi subsidi sekitar 75 juta KK di Indonesia? Jikapun ada, bagaimana dengan gaji pegawai? Bagaiamana dengan biaya pembangunan?

Memang ada positifnya nominal tersebut, karena memperlihatkan begitu kayanya Indonesia ini, sehingga Rp900 trilun pertahun bukan hal besar. Tapi benarkah?

Angka itu diperoleh dengan membagi penduduk Indonesia. Jika ada 300 juta jiwa, dengan rata-rata satu KK empat jiwa, maka akan ada 75 juta KK. Jika sebulan setiap KK mendapat subsidi Rp1 juta, maka harus ada dana Rp75 triliun dan setahun Rp900 triliun.

Adakah uang negeri ini sebanyak itu? Lalu dengan apa kita menggaji PNS? Dengan apa kita membiayai angkatan perang kita? Apa yang bisa dibangun dengan modal ‘dengkul’? Realistiskah janji itu?

Kampanye, memang bagian dari pesta demokrasi. Dan umbar janji bagian tak terpisahkan dari kampanye. Tapi sayang, para petinggi dan elit-elit partai selalu mengulang hal yang sama, menjanjikan sesuatu yang tak mungkin dipenuhi. Padahal, hadist Rasulullah SAW jelas mengatakan, ‘Janji adalah Hutang’ dan ‘Hutang harus Dibayar”.

Rata-rata setiap parpol yang menggelar kampanye terbuka memang selalu mengumbar janji. Tidak terkecuali partai lokal yang ada di Aceh. Dari mulai memberi bantuan rumah, pengobatan gratis, hingga ketersediaan sarana transportasi yang mudah dan murah. Pendidikan gratis, dan banyak lagi.

Memang, masyarakat semakin hari semakin cerdas. Mereka tak lagi mudah termakan janji politik rutin lima tahunan ini. Lihat saja hasil survey Lembaga Riset dan Polling Indonesia, yang dilakukan di limabelas kota besar di Indonesia. 83,3 persen masyarakat tak lagi mempercayai janji-janji politik ini. Ini mengindikasikan janji kampanye parpol telah hilang sihirnya di mata masyarakat.

Sekali lagi, janji memang manis. Namun jika terjerat janji politik kampanye ini, maka ‘penderitaan’ yang akan dirasakan tidak hanya sehari, namun hingga lima tahun ke depan. Itulah sebabnya mengapa kita harus bisa menyiasati setiap janji yang ditebar para politikus yang begitu mahir dan terlatih untuk membius massa.

Jika masih terjebak pada janji ini, maka kita akan melihat semakin banyak anak-anak kita yang berkeliaran di lampu-lampu merah dan jalanan, mengamen dan mengharap sekedar belas kasihan. Apakah kita mau? *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun