Mohon tunggu...
eny Rifayati Im
eny Rifayati Im Mohon Tunggu... -

bu guru yang sangat mencintai murid dan masa depan mereka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sang Kreator Kebahagiaan Murid

22 Mei 2013   07:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:13 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Eny Rifayati IM

Suatu proses pembelajaran tidak akan berhasil baik apabila hati anak kurang bahagia. Karena itu seorang guru harus bisa menciptakan suasana riang gembira dalam mengawali segala bentuk kegiatan di dalam dan di luar kelas. Sikap riang gembira dari guru akan berpengaruh besar kepada anak didiknya. Ingatlah bahwa anak akan sangat cepat menyerap hal – hal yang positif dan negatif yang terjadi di sekitarnya. Mereka akan cepat bereaksi terhadap kondisi lingkungan.

Guru kompeten pasti mampu mengubah iklim lingungan dari suka ke bisa. Guru yang demikian akan selalu bersikap ramah, suka tersenyum, berkomunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, serta sabar. Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.

Seorang guru yang kreatif adalah pencipta “kondisi” yang tepat dalam mengajak siswa memulai mengerjakan tugas – tugas dan pada saat kebosanan melanda suasana kelas dengan piawai dia bisa menyegarkannya dengan joke-joke atau cerita lucu sedemikian rupa sehingga suasana kelas kembali meriah.

Guru hendaknya dapat mengundang dan menghadirkan murid-muridnya pada suatu kegiatan pembelajaran yang disukai dan menantang. Diantaranya dengan merancang kegiatan – kegiatan yang menarik dan dekat dengan kehidupan anak. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi yang kontekstual perlu dikembangkan secara terus menerus. Dalam konteks pendidikan agama islam, seorang guru harus mampu menciptakan model pembelajaran yang mengasyikkan. Misalnya dengan menggabungkan model pembelajaran kontekstual dan konsep penyatuan dengan alam atau system out bond. Tentu saja tadabur alam tidak harus di daerah wisata, halaman sekolah yang bersih dan asri adalah tempat yang cukup memadai untuk mendekatkan anak-anak dengan alam sekitar. Sudah saatnya guru mengubah paradigma lama terhadap pembelajaran agama. Agama tidak hanya membahas hubungan manusia dengan tuhan tetapi juga dengan sesama (vertical dan horizontal). Agar materi pendidikan agama tidak menjadi sesuatu yang menakutkan bagi anak, maka guru harus kreatif mengemasnya dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan dan menguatkan.

Materi menghafal bacaan salat biasanya sangat membosankan, tapi ketika penulis menerapkan model pembelajaran tutor teman sebaya dan bermain peran ada keberhasilan yang signifikan. Anak-anak menjadi bergairah, apalagi ketika mereka bermain peran (tutor teman sebaya), ada yang jadi guru ( untuk anak-anak yang sudah mampu dan lancar menghafal bacaan sholat ) dan ada yang berperan menjadi murid ( untuk anak-anak yang belum hafal bacaan sholat ). Pemeran guru akan berusaha menjadikan muridnya hafal bacaan sholat demikian pula muridnya akan berusaha untuk menjadi murid yang cerdas, karena di akhir pembelajaran ada reward untuk pasangan guru dan murid yang berhasil. Ketika penulis dan teman-temannya memberikan aplaus kepada mereka tergambar kebahagiaan di wajah mereka, dan yang berperan sebagai murid akan mengucapkan terima kasih kepada temannya yang jadi guru, dari sini akan tertanam karakter menghargai orang lain.

Untuk anak-anak yang duduk di SD kelas rendah khususnya kelas 1, sedapat mungkin kegiatan belajar mengajar dikondisikan tidak melulu terfokus pada duduk manis di kursi dan mendengarkan ceramah guru. Yoseph Pearce meneliti bahwa anak rata-rata mengingat hanya sekitar 3% saja dari informasi yang disampaikan dengan cara ceramah yang panjang atau bicara selama 45 menit ( 1 jam pelajaran ). Kegiatan belajar mengajar dapat di lakukan bebas di luar kelas atau duduk di lantai di atas tikar.

Berusaha memahami perasaan anak adalah tugas guru, bukan anak yang harus memahami perasaan guru. Dalam kehidupan sehari – hari anak membutuhkan guru yang dapat memahami perasaannya, ketika kebutuhan ini sudah mereka dapatkan akan tumbuh suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif. Akan tetapi, yang sering terjadi dan sangat memilukan hati anak adalah seringnya perasaan mereka terabaikan, ketika anak menunjukkan sikap yang tidak sesuai dengan yang di harapkan, guru langsung marah dan memberi label mereka sebagai anak yang nakal, tidak disiplin tidak hormat dan sumpah serapah lainnya yang sangat miris untuk di dengar

Menerima anak apa adanya merupakan hal yang patut diberikan kepada semua siswa. Mereka itu “unik” dan berbeda. Ada anak yang periang, penyabar, dan suka belajar berkelompok. Sementara yang lain pendiam, suka menyendiri, dan lebih suka mengerjakan tugas individual. Perbedaan ini harus di pahami guru.

Anak akan menyerap lebih banyak pengetahuan kalau hatinya senang dan bahagia serta tidak stress. Potensi anak perlu digali dengan memberi keleluasaan anak untuk bertanya, menyelidiki, bergerak. Untuk menguatkan otak dan mental mereka harus disuguhi hal hal yang menarik terkait dengan empat bidang aktivitas, yaitu di bidang agama/spiritual, pengetahuan, seni, dan olah raga, sehingga ada keseimbangan otak dan mental.

Guru bagaikan lem yang dapat merekatkan anak dengan pengetahuan. Untuk itu marilah kita lihat apakah diri kita telah memenuhi syarat untuk menjadi guru yang dibutuhkan dan di sukai anak.

Anak membutuhkan guru yang dapat bercerita, dapat melarutkan emosi mereka. Mereka dibuat tertawa, sedih, senang, dan asyik karena gurunya yang lembut, merdu, terkadang keras, berteriak dan menangis tersedu saat membawakan cerita. Selain guru yang pintar bercerita, anak juga membutuhkan seorang guru yang suka bersedekah senyuman. Senyuman manis seorang guru merupakan “pintu gerbang selamat datang” bagi anak didiknya untuk dapat melangkahkan kaki memasuki beragam kegiatan yang telah disediakan guru. Anak – anak akan dengan senang hati mengikuti berbagai macam kegiatan yang telah di rancang tanpa merasa tertekan.

Selanjutnya guru dapat mematut diri di cermin, mengaca diri, apakah sudah siap dan pantas untuk menghadapi anak. Anak – anak adalah tamu istimewa guru. Rasulullah mengajarkan kita untuk menghormati tamu. Kalau guru sudah menganggap murid adalah tamu , maka guru akan menghargai dan melayani anak-anak sehingga mereka merasa nyaman mengikuti proses pembelajaran. Coba kita bayangkan, seandainya kita dengan muka sedih atau cemberut berada di depan anak – anak didik kita, terus kita marah dan tak sabar ketika melihat mereka berlarian ke sana kemari, pasti perasaan mereka tidak nyaman

Cermin adalah sahabat guru agar dapat menjawab kesiapan diri dalam menghadapi anak didiknya. Guru yang hadir dengan pesona diri yang ramah, murah senyum, baik hati, pintar bercerita, pintar bernyanyi, yang tangannnya suka menyentuh dan membelai kepala muridnya yang basah oleh keringat, juga dapat tampil rapi serta bersih di depan murid, itulah guru kesayangan anak.

Tiga pilar pendidikan dari pelaksanaan kurikulum pendidikan 2013 yang kita dengung-dengungkan yaitu menyenangkan, berbudaya dan berkarakter akan menghasilkan anak-anak yang hebat,berbudaya dan berkarakter apabila guru sebagai ujung tombak pendidikan mampu mengimplementasikan dalam proses pembelajaran.

Perasaan senang terhadap sesuatu akan mendorong anak-anak untuk mencari sehingga mereka merasa asyik untuk dapat menemukan sesuatu dengan semangat pantang menyerah. Mereka menjadi cerdas karena ketrampilan proses yang mereka jalani sehingga akhirnya pembelajaran menjadi kuat dalam mendidik mereka berprilaku sebagai anak manusia yang berakhlakul karimah.

Apabila anak senang dan asyik maka anak akan merasa terundang untuk berbuat atau berprilaku yang baik, sehingga bukan hanya kecerdasan yang diperoleh melainkan juga “mekarnya kepribadian anak”. Ketika anak sudah cerdas dan berkepribadian mereka akan menjadi anak-anak yang berbudaya. Inilah yang akan menguatkan mereka sebagai individu. Anak – anak yang akan memiliki pribadi yang kuat inilah yang sedang diharapkan bangsa kita dapat keluar dari berbagai kemelut multidimensi dan dapat menyongsong era globalisasai.

Proses pembelajaran yang membahagiakan anak akan berhasil dan menumbuhkan perubahan dalam tingkah laku secara patut. Anak akan suka belajar jika iklim belajar mengajar menyenangkan.Jika anak suka belajar, ia akan cinta belajar. Jika ia cinta belajar, pastilah ia akan bisa, bukan harus bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun