Kekesalan saya sudah di ujung kepala. Rasanya mau mengacak-acak TPS tersebut melihat kami yang wajahnya memang familiar penduduk asli daerah TPS ini, malah kehabisan surat suara. Lucu. Tapi membuat keributan di TPS tentu tidak akan memberikan saya hak suara disana, jadi saya memilih untuk bergegas ke TPS yang disarankan. TPS 134.
Jam 12.45 WIB TPS 134 meminta fotokopi KK dan e-KTP. Ini tidak sejalan dengan yang diinstruksikan TPS sebelumnya, yang hanya mensyaratkan e-KTP saja. Maka saya menyiapkan dokumen yang diminta (untungnya memang sudah saya bawa, tinggal fotokopi saja) dan berhasil mendaftar pukul 12.55 WIB.
Beberapa orang yang bernasib sama dengan saya (kehabisan surat suara -- pindah ke TPS 134) diminta pergi untuk mengambil dokumen yang disyaratkan dan oleh salah satu bawaslu dijanjikan bisa masuk setelah kembali. Namun, ketika kembali lagi dengan dokumen yang disyaratkan, dia tidak diizinkan masuk. Bukan hanya itu, tante saya yang dengan baik-baik berusaha menjelaskan apa yang terjadi malah dijawab dengan bahasa yang menurut saya kurang beretika.
Bukan hanya kami, saya juga melihat beberapa peserta pesta yang beradu mulut dengan panitia di TPS 110, 134, dan beberapa TPS lainnya.
TPS 134 ini berkelimpahan surat suara. Ketika saya di bilik, mereka mengikat-ikat sisa surat suara.
Yang ada di kepala saya bukan langsung memikirkan oknum-oknum yang mungkin bisa menyalahgunakan sisa surat suara.
Yang ada di kepala saya hanyalah kekecewaan.
Betapa kecewanya saya dengan Pesta yang bukan kali pertama diselenggarakan ini masih terbelit dalam sistem yang tidak jelas. Pesta yang seharusnya dirayakan dengan meriah, tidak mampu menjamu para tamunya.
Paham betul, kekecewaan saya tidak berarti.
Karena itu, saya hanya berharap, para penjamu pesta turut merayakannya dengan tulus, jujur, dan adil. Dan kelak, di pesta selanjutnya, ada perbaikan yang berarti.
Selamat hari raya demokrasi!
Regards,
Penduduk Tetap yang Tak Diundang.