Pendidikan memiliki kekuatan transformatif yang mampu membebaskan manusia dari belenggu ketidaktahuan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Paulo Freire, dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (1970), mengungkapkan bahwa pendidikan adalah proses pembebasan yang memungkinkan individu untuk memahami realitas hidup mereka dan melawan sistem yang menindas. Di Indonesia, peran pendidikan sebagai alat emansipasi menjadi semakin relevan dalam menghadapi tantangan sosial, politik, dan ekonomi.
Di era modern, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai media transfer ilmu, tetapi juga sebagai ruang untuk membangun kesadaran kritis. Dengan membekali peserta didik kemampuan berpikir kritis, mereka dapat mengevaluasi sistem yang ada, mempertanyakan otoritas, dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat. Dalam konteks lokal, seperti di Dompu, pendidikan dapat menjadi alat untuk memberdayakan komunitas dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan.
Namun, pendidikan sering kali terjebak dalam sistem yang hanya berorientasi pada angka dan hasil akademik. Konsep "banking education" yang dikritik oleh Freire, di mana siswa dianggap sebagai wadah pasif yang diisi pengetahuan, masih banyak diterapkan. Model pendidikan ini tidak mendukung pengembangan pemikiran kritis atau kreativitas yang diperlukan untuk emansipasi. Dalam masyarakat yang kompleks, pendidikan perlu menciptakan agen perubahan sosial. Pendidikan karakter yang menekankan nilai-nilai seperti keadilan, empati, dan kolaborasi dapat menjadi fondasi bagi masyarakat yang lebih inklusif. Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di Indonesia, dengan fleksibilitasnya, memberikan peluang bagi guru untuk menyisipkan materi yang relevan dengan kebutuhan lokal, termasuk di Dompu.
Pentingnya pendidikan sebagai alat emansipasi juga terlihat dari kemampuannya memberdayakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Misalnya, pendidikan berbasis gender yang memperjuangkan kesetaraan hak perempuan. Di Dompu, inisiatif lokal yang melibatkan perempuan dalam pendidikan telah menunjukkan dampak positif terhadap kesejahteraan komunitas. Teknologi memainkan peran penting dalam memperluas akses pendidikan. Dengan memanfaatkan teknologi digital, pendidikan dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan membuka peluang belajar yang lebih luas. Namun, teknologi juga harus digunakan dengan bijak agar tidak hanya menjadi alat reproduksi ketimpangan, tetapi juga sebagai sarana pembebasan.
Emansipasi melalui pendidikan bukan hanya tugas sekolah, tetapi juga tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Lingkungan belajar yang inklusif, dukungan kebijakan yang berpihak pada pendidikan, serta partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Namun, tantangan tetap ada. Anggaran pendidikan yang terbatas, infrastruktur yang belum memadai, dan kualitas tenaga pendidik yang beragam menjadi kendala utama. Meski demikian, semangat untuk menggunakan pendidikan sebagai alat pembebasan tidak boleh pudar.
Pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar. Dengan memastikan akses pendidikan yang berkualitas untuk semua, kita tidak hanya menciptakan individu yang cerdas, tetapi juga masyarakat yang lebih adil dan bermartabat. Sebagai penutup, pendidikan sebagai alat emansipasi adalah harapan yang dapat diwujudkan melalui sinergi berbagai pihak. Seperti yang dikatakan Nelson Mandela, "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia." Mari kita manfaatkan senjata ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H