Mohon tunggu...
Fransdullah Entrepe
Fransdullah Entrepe Mohon Tunggu... -

9 dari 10 Pintu Rezeki dari Berdagang. Agar sukses, pedagang tidak boleh banyak begadang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Transformasi Transaksi dari Barter Sampai E-Money

3 Juni 2016   10:11 Diperbarui: 3 Juni 2016   10:16 5312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik jual beli dengan cara barter atau bertukar barang bisa agan temukan ketika berwisata ke Pulau Komodo (dok. Kompas TV)

Revolusi alat pembayaran baru saja dimulai. Kini, umat manusia semakin praktis dalam bertransaksi. Aneka macam pilihan datang menghampiri. Mulai dari selembar check hingga sehelai uang elektronik alias e- money. 

Peradaban awal umat manusia melakukan aktivitas ekonomi, alat pembayaran sangat ribet alias jauh dari kata praktis. Bayangkan saja, untuk membeli sebidang tanah, maka harus dibayar dengan beberapa ekor kuda. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, merevolusi cara bertransaksi menjadi sangat sederhana.

Berikut perjalanan  revolusi pembayaran dari barter di abad sebelum masehi hingga penggunaan uang elektronik di masa kini

Pertama, Barter. Di antara rekan Kompasioner, masih ada yang melakukan pembayaran dengan cara barter atau tukar antar barang dengan barang? Meski kita sudah di era teknologi, barter rupanya masih dilakukan oleh banyak kelompok masyarakat yang mempertahankan tradisi. Hal tersebut tak bisa kita pungkiri, apalagi dieliminasi. Namanya tradisi, agak sulit dihapuskan. Terlebih bagi mereka yang menutup diri dari informasi dari luar.

Di Indonesia, praktik jual beli dengan cara barter atau bertukar barang bisa kita temukan ketika berwisata ke Pulau Komodo. Cobalah sempatkan mampir ke Pasar Warloka, di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Di pasar ini, kita jangan berharap bisa menemukan uang. Jadi jika ingin beli sesuatu, maka siapkan barang tebusannya dengan nilai yang sepadan.

Ya, barter adalah metode transaksi paling tua di dunia. Diperkirakan mulai dilakukan tahun 6000 SM. Cara barter, diperkirakan dipelopori oleh bangsa Mesopotamia dan dikembangkan bangsa Babilonia. Berbagai barang pernah digunakan sebagai standar barter, semisal tengkorak manusia. Item lain yang populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.

Kedua, Emas. Emas adalah salah satu barang yang pernah menjadi alat pembayaran sebelum uang kertas digagas. Logam mulia ini, diterima di semua negara sebagai benda berharga karena nilainya tidak pernah berubah. Penggantian emas menjadi uang kertas sempat menimbulkan pro dan kontra.

Awalnya, seluruh negara menggunakan emas sebagai mata uang, termasuk Amerika. Pada tahun 1913, para bankir memutuskan bahwa telah terjadi kekurangan uang di AS. Pemerintah tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua cadangan emas telah terpakai. Agar ada sirkulasi tambahan uang, sekelompok orang mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York” yang kemudian hari populer disingkat The Fed. Sejak saat itu, alat pembayaran emas berganti menjadi uang kertas.

Ketiga, Uang Kertas. Setelah ‘uang resmi’ diperkenalkan dan diterima secara luas, maka uang kertas menjadi alat pembayaran. Pada awalnya, uang kertas dibuat oleh satu negara sebesar nilai emas yang mereka miliki. Ya, nilai uang kertas dijamin dengan emas. Namun saat ini, jumlah uang kertas yang beredar tak lagi didasarkan pada jaminan emas. Tapi tergantung oleh berbagai variabel ekonomi.

Keempat, Cek/Bilyet. Dirasa masih kurang praktis dengan uang jika transaksi dalam jumlah besar, maka otoritas Keuangan mengeluarkan alat transaksi yang bernama Cek dan Bilyet. Keduanya menyerupai surat pemberitahuan tentang otoritas klaim sejumlah uang yang nominalnya tertuang di dalam selembar Cek/Bilyet Giro. Jika tidak ada Cek/Bilyet Giro, dapat dibayangkan bagaimana repotnya melakukan transaksi bernilai milyaran rupiah. Harus membawa berkarung-karung atau berkontainer banyaknya uang untuk melakukan pembelian satu unit rumah mewah di kawasan Pondok Indah. Repot membawa dan menghitungnya.

Kelima, E-Money. Namun rupanya, teknologi terus berkembang. Penggunaan uang kertas, cek dan bilyet giro tak juga cukup di era serba cepat dan praktis yang menuntut keamanan bertransaksi. Selain membutuhkan cost bahan baku, uang kertas dan cek atau bilyet giro juga mudah rusak dan bisa disalahgunakan. Singkatnya, masih bisa dibuat terobosan alat pembayaran yang praktis dan aman. 

Salah satu layanan e-money yang meramaikan pasar non tunai Indonesia (sumber : truemoney.co.id)
Salah satu layanan e-money yang meramaikan pasar non tunai Indonesia (sumber : truemoney.co.id)
Maka kemudian, di era kekinian muncullah e-money atau uang elektronik. Uang elektronik memiliki nilai tersimpan (stored-value) atau prabayar (prepaid) dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang.  Jika uang kertas, cek atau bilyet bisa digunakan oleh siapa saja alias disalahgunakan, maka e-money memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi. E-money berbasis jaringan mengacu pada transaksi e-money dilakukan melalui jaringan telekomunikasi, seperti Internet, sehingga keamanan pada e-money ketika digunakan untuk bertransaksi cukup tinggi.

Selain aman, e-money juga efisien. Bahkan, e-money dapat dimiliki tanpa harus membuka rekening bank seperti layanan yang disediakan oleh True Money. Bagi pelaku bisnis ecommerce, penggunaan True Money sangat membantu dalam menjalankan bisnis. Saat ini, inovasi penggunaan True money sudah merambah ke smartphone. Artinya, berbagai transaksi kita dapat dilakukan cukup dengan membuka dan memindai handphone.

Kompasiana turut mendukung cashless society yang digeber oleh Bank Indonesia. (Sumber : bi.go.id)
Kompasiana turut mendukung cashless society yang digeber oleh Bank Indonesia. (Sumber : bi.go.id)
Otoritas keuangan, dalam hal ini Bank Indonesia melakukan berbagai upaya guna mendorong penetrasi traksaksi cashless (non tunai). Bahkan, Kompasiana pun turut mendukung kampanye cashless untuk mewujudkan masyarakat non tunai dengan menggelar lomba Saatnya Non Tunai tahun 2015 yang lalu. Kehadiran uang elektronik memang sangat membantu. Membuat transaksi kita praktis, efisien dan aman. Berani menjadi generasi cashless, berarti menjadi bagian dari revolusi bertransaksi. Siapa takut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun